30 May 2013

The Catcher in the Rye





Baca bareng BBI Mei 2013 kategori Klasik-kontemporer


Judul Buku: The Catcher in the Rye
Pengarang: J.D. Salinger
Format: Ebook








Holden Caulfield, anak kedua dari empat bersaudara, adalah seorang pecundang. Pada umur 16 tahun, ia telah bersekolah di empat tempat berbeda. Pencey Prep -sekolah khusus anak laki-laki- di Agesrstown, Pensyvania, adalah sekolah keempatnya. Dan untuk keempat kalinya, ia harus meninggalkan sekolah lantaran tidak lulus empat mata kuliah. Sebelum Natal, ia akan dipulangkan ke rumah orangtuanya.

Sebenarnya masih tersisa tiga hari baginya untuk menghabiskan waktu di asrama sekolahnya. Tapi setelah dihajar teman sekamarnya, ia memutuskan meninggalkan Pencey lebih cepat. Ia pergi ke New York tanpa berniat pulang ke rumah orangtuanya. Ia menginap di hotel, lalu bertualang sambil berlagak orang dewasa sebelum memutuskan apa yang akan dilakukannya begitu orangtuanya tahu apa yang terjadi. Satu hal yang paling ingin dilakukannya adalah bertemu Phoebe, adiknya yang masih kecil. Ia sangat menyayangi dan mengagumi Phoebe dan Allie, dua adik perempuannya yang cerdas. Sayangnya, Allie telah meninggal dunia karena leukemia. 

Sejatinya, kendati kerap berperilaku tidak menyenangkan dan gampang menyulut emosi orang yang sedang bersamanya, Holden adalah anak yang baik. Saat ia bertemu dengan ibu seorang temannya di Pencey di atas kereta menuju New York, ia mengisahkan yang baik-baik mengenai anak itu. Padahal, anak itu berkelakuan kurang baik dan mengalami nasib sama dengannya, dikeluarkan dari Pencey. Atau ketika ia bertemu dua biarawati di Grand Central Station dan menyumbangkan 10 dolar kepada mereka. Atau sewaktu ia tidak terima gadis yang pernah dekat dengannya diperlakukan dengan kurang ajar. Hanya saja, pada usia belia, ia telah muak dengan kehidupan dan mengejawantahkan dalam sikap bosan dan tidak peduli dengan masa depannya sendiri.

Bagian paling mengharukan adalah tatkala Holden bertemu Phoebe, adik perempuannya. Phoebe yang awalnya merasa ketakutan dan kesal begitu mengetahui abangnya dikeluarkan dari Pencey, bersikeras mengikuti Holden, kemana pun Holden akan pergi. Akhirnya, Holden menawarinya untuk naik komidi putar dan menyaksikan adiknya bersenang-senang sambil membiarkan dirinya sendiri basah kuyup kehujanan. 


 Topi merah adalah simbol sang penangkap


Kisah di dalam The Catcher in the Rye karya J.D. Salinger berlangsung hanya beberapa hari, tapi menjadi cukup panjang karena kenangan Holden dan amatannya yang tajam dan sinis mengenai orang-orang yang ditemuinya serta peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Sebetulnya, tidak ada yang terlalu istimewa dalam novel ini. Konfliknya hanya bermain-main secara internal dalam diri Holden, dan bahkan tidak tuntas hingga novel dikhatamkan. Menjadi tetap bisa diikuti karena J.D. Salinger mengunakan perspektif orang pertama yaitu POV Holden yang berkisah dengan sangat blakblakan. Bahasanya lugas dan kasar serta diimbuhi istilah slang pada masanya. 

Selain pecundang, Holden juga phony. Masih berusia enam belas tahun tapi berlagak seperti orang dewasa, menenggak minuman keras dan mengundang pelacur ke dalam kamar hotel tempatnya menginap. Akibatnya, ia tidak bisa melawan ketika diperas dan dihajar Maurice, penjaga lift merangkap germo. Karakter Holden yang kontradiktif membuat kita kesal sekaligus kasihan kepadanya. Dan karakter semacam inilah yang rupanya sangat memengaruhi kejiwaan segelintir pembaca kisahnya. Mark David Chapman membawa The Catcher in the Rye saat ia menembak mati John Lennon, mantan personil The Beatles (8 Desember 1980). Robert John Bardo membawa The Catcher in the Rye ketika menembak mati aktris Rebecca Schaeffer (18 Juli 1989). Sejak diterbitkan pada tahun 1951, novel ini memang telah mengundang kontroversi dan pernah dilarang di SMA dan perpustakaan Amerika Serikat. Meskipun demikian, novel ini dimasukkan ke dalam daftar 100 novel berbahasa Inggris terbaik yang ditulis sejak 1923 versi majalah Time (2005) dan 1 dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik abad 20 versi Modern Library. 
  
Anyway, I keep picturing all these little kids playing some game in this big field of rye and all. Thousands of litte kids, and nobody's around -nobody big, I mean -except me. And I'm standing on the edge of some crazy cliff. What I have to do, I have to catch everybody if they start to go over the cliff -I mean if they're running and they don't look where they're going. I have to come out from somewhere and catch them. That's all I'd do all day. I'd just be the catcher in the rye and all. I know it's crazy, but that's the only thing I'd really like to be. I know it's crazy. 

Menjadi sang penangkap di ladang gandum -yang ingin menyelamatkan keindahan masa kanak-kanak sebelum menjadi dewasa, itulah kebaikan lain dari Holden Caulfield. Tapi menjelang novel berakhir, bukan Holden melainkan Phoebe, adik perempuannya, yang menjadi the catcher in the rye bagi kejatuhan Holden. Sesungguhnya, saya melihat, kekurangan terbesar Holden terletak pada ketidakmampuannya menerima hidup sebagai permainan di mana ia harus mengikuti aturan permainannya. 

Jujur saja, selama membaca novel ini, terkadang saya ingin menoyor Holden. Tapi saya setuju dengannya ketika ia menutup episode enam belas tahunnya dengan kalimat ini: Don't tell anybody anything. If you do, you start missing everybody. 

Setelah The Catcher in the Rye diterbitkan, Salinger telah banyak menerima tawaran adaptasi novelnya menjadi film, tapi selalu ditolaknya. Ia merasa novelnya ini tidak akan cocok untuk diadaptasi ke dalam film. Itulah sebabnya, kendati sangat populer, kita tidak akan menemukan versi film dari novel ini.


Adegan pamungkas The Catcher in the Rye




      Tentang Pengarang:


Jerome David Salinger (1 Januari 1919-27 Januari 2010) mulai menulis sejak remaja. Setelah menghasilkan banyak cerita pendek yang didasarkan pada pengalamannya dalam Perang Dunia II, ia dikenal sebagai pengarang luar biasa berkat The Catcher in the Rye. Ia hanya menerbitkan sedikit buku yaitu Franny and Zooey (1961), Raise High the Road Beam, Carpenter and Seymour: An Introduction (1963), dan satu kumpulan cerpen berisikan 9 cerpen yang dipilihnya dari 35 cerpen yang pernah ditulisnya, Nine Stories (1953). 



29 May 2013

Paper Romance






Judul Buku: Paper Romance
Pengarang:  Lia Indra Andriana
Penyunting: Tia Widiana
Tebal: 372 halaman
Cetakan: 1, April 2013
Penerbit: Haru







Setelah menetap selama dua tahun di Italia, akhirnya Kev Mirrow, pengarang novel romansa bestseller, kembali ke Indonesia dan menulis novel terbarunya, Love Note. Tangannya terkilir gara-gara kakaknya dan menghambat proses penulisan novelnya. Sang Kakak, pemilik perusahaan furniture, merasa bersalah. Ia meminjamkan Kev ruangan yang nyaman di kantor perusahaan untuk tempat Kev bekerja dan memberikannya asisten untuk mengetik novelnya. Kev memang sedang diburu-buru tenggat waktu dari penerbit novelnya, tapi ia tidak mau ada orang asing di rumahnya. 

Kev bertemperamen tinggi, tak sabaran, dan berlidah tajam. Sikapnya yang buruk ini membuat tiga asisten pertama mengundurkan diri dari pekerjaan. Akhirnya, Eliana Candra, gadis 25 tahun, salah satu staf kakaknya, ditunjuk Kev sendiri untuk menjadi asistennya. Dan meskipun Kev bos yang tidak menyenangkan, ternyata Eli -nama panggilan Eliana- bisa bertahan menghadapi kerewelannya. Bahkan agar bisa bekerja dengan baik di depan Kev, ia membeli dan membaca dua novel laki-laki itu. Sikap Kev yang seperti Dementor -dalam novel Harry Potter- tidak mampu membuatnya membenci laki-laki itu. 

Diam-diam, digerakkan oleh naluri belaka, Eli yang sebenarnya hanya bertugas mengetikkan kata-kata yang keluar dari mulut Kev, mulai bersikap seperti seorang editor. Tentu saja, Kev merasa tersinggung dan menuduh Eli sok tahu. Saking jengkelnya, Kev pun menyuruh Eli mengganti nama tokoh dalam novel dari Nadia menjadi Eli. 

Sebelum Kev mendapatkan akhir bagi novelnya dan menulis bab terakhirnya, sekali lagi Kev mengalami kecelakaan yang membuatnya mesti dirawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dua aneurisma di pembuluh darah otak Kev. Pada saat salah satunya pecah, Kev terpaksa harus dioperasi. Tapi gara-gara pikirannya yang kacau pascaoperasi, Kev mengira Eli adalah pacarnya. Atas permintaan Hadrian Setiawan, manajer Kev, Eli membenarkan kesalahan Kev ini. 

Setelah keluar dari rumah sakit, Kev meminta Eli untuk datang ke rumahnya. Kev telah mendapatkan ide untuk akhir kisahnya. Ia memutuskan membunuh karakter laki-laki dalam novelnya, Riki Corvi. Eli terkejut dengan keputusan Kev lantaran ia menginginkan akhir yang bahagia. Mengapa Kev bersikeras membunuh Riki dengan cara menghukumnya seperti itu? 

Love Note menceritakan tentang kesempatan kedua. Tentang menebus kesalahan. Kalau itu yang ingin kamu tekankan pada pembaca, kamu seharusnya memberikan Riki akhir bahagia. Kesempatan kedua bagi Riki (hlm. 100). 

Penulis itu layaknya seorang pencipta. Sedang tokoh yang ditulis adalah makhluk hidup... ciptaannya. Kalau tokoh itu bisa diselamatkan, kenapa harus membunuhnya? Seorang pencipta, harusnya enggak melukai ciptaannya, kan?" (hlm. 102). 

Tapi Kev tidak mau mengubah akhir kisahnya dan telah mengirimkan kepada editornya. Novel ini memang sangat berarti bagi Kev. Novel ini akan menentukan ketenangan hatinya dan merupakan harapan akan masa depannya. Sesungguhnya, Love Note ditulisnya untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya pada seorang gadis yang pernah mencintainya. 

Siapakah gadis yang telah membuat Kev bersikap sebagai pengecut dan melarikan diri ke Italia? Seiring dengan kemajuan kisah dalam novel ini, kita akan mengetahui sosok cantik yang sekian lama telah menghantui Kev. Tapi ternyata, untuk mendapatkan maaf gadis itu, tidak semudah yang diperkirakan Kev. Kev harus menurutkan semua keinginan gadisnya tidak boleh membantahnya. Padahal, dengan menyepakati permintaan sang gadis, Kev harus mengorbankan perasaan Eli. 

Mengorbankan perasaan Eli? Ya, karena Kev masih memosisikan diri Eli sebagai kekasihnya, meskipun begitu keluar dari rumah sakit, ia sudah tahu kalau Eli hanyalah asistennya. Padahal, setelah sekian lama berperan sebagai kekasih Kev, mulai tumbuh perasaan cinta dalam hati Eli. Di sisi lain, kendati mengaku tidak mencintai Eli, ada kecemburuan yang muncul dalam hatinya melihat Eli akrab dengan Nathan Black, pemuda tampan blasteran Indonesia-Inggris. Sikap mendua yang ditunjukkan Kev membuat Eli marah karena merasa dipermainkan.

Paper Romance karya Lia Indra Adriana, pengarang yang dikenal sebagai penulis novel-novel berlatar Korea, sekali lagi membincang cinta dan problematika yang ditimbulkannya secara habis-habisan. Untuk mendapatkan solusi, ia memanfaatkan plot yang panjang dan gemulai sebelum mencapai bagian pamungkas. Sebenarnya cukup melelahkan membaca novel ini. Tapi karena telah dibuat penasaran sejak awal, tidak lega rasanya sebelum menamatkannya. Maka, kesabaran yang cukup dibutuhkan untuk mengikuti kisah yang ditulis dengan konflik yang serupa dengan konflik-konfik dalam serial drama TV dari Korea. 

Mungkin karena penulisannya yang terarah dan luwes meskipun masih ditemukan typo dan kesalahan penggunaan kata,  akhirnya saya bisa menamatkan novel ini dengan sukses. Seiring perguliran plot, saya mulai menyukai kisah dan para karakternya. Setelah dimunculkan sebagai karakter yang tidak menyenangkan, lama-kelamaan Kev mengalami evolusi kepribadian. Kebersamaan yang dilaluinya dengan Eli dan perasaan-perasaan yang mengikutinya pelan-pelan mengikis keburukan sikapnya. Cinta adalah penyebabnya, dan Kev hampir telat menyadarinya karena masih harus menyelesaikan masalahnya sendiri. Sedangkan Eli, setelah pada awalnya ditampilkan sebagai karakter yang loyal dan mau melakukan apa saja untuk Kev, ia pun bermetamorfosis menjadi pribadi kuat yang menuntut ketegasan seorang laki-laki. Terasa berlarat-larat memang untuk menuntaskan konflik yang tumbuh di antara mereka. 

Selain kedua karakter utama ini, Lia juga memunculkan karakter pendukung yang menarik perhatian. Karakter-karakter ini membantu kedua karakter utama untuk mengambil keputusan-keputusan terpenting dalam hidup mereka. Hadri, manajer Kev, cukup mengagumkan karena memiliki kesabaran dalam menghadapi kerewelan Kev yang kadang aje gile. Tapi sikap seperti ini, tanpa disadarinya, membuat persahabatan mereka tidak mampu digoncang prahara apa pun. Tiffany, sahabat Eli, pemilik kafe Two Cups, memunculkan kelebihan-kelebihan Eli yang terpendam. Dan yang paling mengesankan adalah Nathan Black yang mampu membuat Eli belajar mengenai pengampunan. Meskipun lebih muda dari Eli (23 tahun), Nathan menyimpan kebesaran jiwa yang langka. 

Ada sebuah pengungkapan tidak terduga yang dimunculkan Lia untuk menyelesaikan masalah yang dialami Kev. Kev yang enggan mengucapkan permintaan maaf memang harus belajar bahwa meminta maaf secara langsung dengan bahasa lisan merupakan cara untuk menyelesaikan masalah yang gampang dan ampuh. 

Apakah novel ini akan berakhir bahagia seperti yang disukai Eli? Anda harus mendapatkan jawabannya sendiri dengan membaca novel yang cukup mengasyikkan ini. 

28 May 2013

A Werewolf Boy



 
Judul Buku: A Werewolf Boy
Penulis: Kim Mi Ri
Penerjemah: Juliana Tan & Lingliana
Tebal: 208 hlm; 18 cm
Cetakan: 1, April 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama






Kim Sooni, seorang perempuan Korea berusia akhir 60-an kembali ke tanah airnya setelah hampir 50 tahun tinggal di Amerika Serikat. Ia memutuskan kembali ke Korea Selatan setelah menerima telepon terkait dengan sebuah vila di kaki Gunung Baek Woon yang diwariskan kepadanya. Vila itu sudah dalam keadaan reyot karena terbengkalai selama puluhan tahun. Ada pihak yang ingin membeli vila itu dan mendirikan bangunan baru. 

Korea sedang dalam musim dingin tatkala Sooni tiba. Ia dijemput Eun Joo, cucunya yang bersekolah di Korea dan bersama-sama mereka mengunjungi vila itu. Sooni memutuskan untuk menginap semalam di sana.

Malam itu, ketika cucunya meminta Sooni menceritakan kisah yang belum pernah didengarnya, Sooni memutuskan menceritakan pengalaman selama periode singkat sewaktu menghuni vila itu. Kisahnya berawal dari musim gugur 47 tahun silam saat Sooni masih muda dan cantik. Karena mengidap penyakit TBC, ia tidak bersekolah dan mesti belajar di rumah untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian kelulusan.

Bersama ibu dan adik perempuannya, Soon Ja, Sooni meninggalkan rumah bergaya Barat-nya dan pindah ke desa untuk pemulihan penyakitnya. Mereka tinggal di vila yang dipinjamkan oleh sahabat dan rekan bisnis mendiang ayah Sooni. Diam-diam Sooni mengetahui kalau sebenarnya sahabat ayahnya itu telah mengantongi semua aset perusahaan pasca kematian ayahnya. Tapi yang sangat menyebalkan, sahabat ayahnya mempunyai seorang anak laki-laki yang angkuh dan licik bernama Ji Tae. 

Sooni, ibu dan adiknya tiba di sana dua tahun setelah penghuni vila sebelumnya, Profesor Park Jong Doo, meninggal karena serangan jantung. Profesor Park Jong Doo meninggalkan gubuk di pekarangan vila yang masih dihuni oleh seekor serigala berbulu hitam. Serigala hitam inilah yang bisa malihrupa menjadi seorang remaja laki-laki sebaya Sooni yang berpenampilan berantakan dan kotor. Dalam wujud sebagai manusia,  ia tidak bisa berbicara.

Karena belum mendapatkan tempat penampungan, untuk sementara werewolf itu tinggal di vila bersama keluarga Sooni. Setelah dimandikan, ternyata ia tampak sebagai laki-laki yang gagah dan cukup tampan. Ibu Sooni menamainya Cheol Soo. Kehadiran Cheol Soo di dalam vila awalnya sangat tidak disukai Sooni. Tapi ketika Cheol Soo menunjukkan perilaku protektif terhadap keluarga Sooni, lama-kelamaan gadis itu senang dengan keberadaannya, bahkan mempertahankannya untuk tetap tinggal. Sooni pun berinisiatif menjinakkan naluri serigala Cheol Soo dengan mengajarinya menulis dan membaca, memainkan gitar dan menyanyikannya sebuah lagu, dan mengarahkannya bersikap patuh. Sooni akan membelai-belai kepala Cheol Soo jika mematuhi arahannya -suatu hal yang sangat disukai werewolf itu. Bahkan, tatkala Sooni lupa, Cheol Soo akan mendekatkan kepalanya ke arah Sooni untuk mendapatkan belaian. Sooni menantang Cheol Soo untuk membacakan baginya buku berjudul Aku Kupu-Kupu -sebenarnya merupakan buku anak-anak karya Kim Mi Ri sendiri-  jika laki-laki itu telah menguasai abjad. "Kalau kau membaca buku ini, aku akan mengusap kepalamu seratus kali," katanya (hlm.  124-125). 

Saat Ji Tae mencoba berbuat nekat untuk menaklukkan sikap pembangkang Sooni, Cheol Soo hadir mengamankan Sooni. Itulah sebabnya Ji Tae yang sejak awal membenci Cheol Soo kian membenci sang werewolf. Bahkan, Ji Tae mereka-reka kejahatan terhadap Cheol Soo. Dan ia memang berhasil karena Cheol Soo hampir kehilangan semua kebebasannya. Tapi, ketika nyawanya berada di ujung tanduk, mau tak mau Cheol Soo mesti membela diri. Meskipun pembelaan dirinya itu akhirnya akan memisahkannya dari gadis yang dicintainya. 

A Werewolf Boy adalah deekranisasi film Korea berjudul sama yang dinobatkan sebagai film melodrama paling sukses di Korea sepanjang masa. Skenario film ini ditulis oleh sutradaranya, Jo Sung-hee, sejak ia belajar di Korean Academy of Film Arts dan telah mengalami penulisan ulang sebelum akhirnya difilmkan. Dalam film, Song Joong-ki berperan sebagai Cheol Soo dan Park Boo-young sebagai Kim Sooni. Film ini pertama kali ditayangkan di Toronto International Film Festival pada 11 September 2012 dan sebelum beredar pada 31 Oktober 2012 sempat ditayangkan di Busan International Film Festival. Kim Mi Ri, pengarang yang telah menerbitkan buku seperti I am a Butterfly (2012) dipilih untuk melakukan deekranisasi film ini. Novelnya diedarkan secara bersamaan dengan filmnya pada 31 Oktober 2012. 

Cinta adalah bahasa pertama yang dikenalnya (Love was the first human language he'd ever learned), demikian tag-line film sekaligus novelnya. Tag-line ini menggambarkan apa yang dilakukan Sooni untuk menjinakkan naluri serigala dalam diri Cheol Soo. Cinta Sooni ditunjukkan dengan banyaknya belaian di kepala Cheol Soo yang dilakukannya untuk menghargai sang werewolf. Tidak heran seumur hidupnya, saking mendambakan cinta Sooni, Cheol Soo berusaha menguasai abjad untuk membacakan buku Aku Kupu-Kupu bagi Sooni. Apakah Cheol Soo bisa melaksanakan perintah Sooni itu akan dijawab menjelang berakhirnya novel ini. Yang pasti, lantaran cinta Sooni-lah, pada suatu momen dalam kehidupannya, Cheol Soo akhirnya mengenal air mata. 

Karakter Cheol Soo sebagai werewolf akan mengingatkan pada werewolf dalam novel seri Twilight. Maklum, A Werewolf Boy muncul setelah kemeriahan dunia buku (dan film) yang disebabkan oleh karya Stephenie Meyer itu. Tapi, Cheol Soo bukanlah werewolf yang sama dengan werewolf dalam Twilight. Cheol Soo adalah salah satu produk eksperimen ilegal yang dilakukan Profesor Park Jong Doo. Produk eksperimen seperti apa dan dilakukan dengan tujuan apa, silahkan temukan sendiri dalam novel ini. 

Salah satu momen yang sangat mengharukan dalam kisah ini terjadi saat Sooni terpaksa meninggalkan Cheol Soo di bukit, demi keselamatan Cheol Soo sendiri. 

Setelah berlari, tergelincir, dan terjatuh selama beberapa waktu, Sooni menoleh ke belakang. Di kejauhan sana, berlatar langit fajar, ia merasa melihat sosok kecil Cheol Soo berdiri seperti boneka, seperti hantu. Itulah terakhir kalinya Sooni melihat Cheol Soo. (hlm. 181).

Momen yang juga sangat mengharukan akan muncul kembali seusai Sooni berkisah dan cucunya tertidur pulas. Inilah momen yang paling penting dan menjadi tujuan utama kepulangan Sooni.

Hampir lima puluh tahun berpisah dan melupakan janjinya, akankah Sooni bertemu kembali dengan Cheol Soo? Apakah yang telah terjadi pada Cheol Soo selama itu? Masihkah ia menanti Sooni mewujudkan janjinya? Selama membaca, kita sudah bisa mengira-ngira ke mana kisahnya akan berlabuh. Lantas, setelah pencipta kisah ini memberikan jawaban dengan sedikit kejutan menjelang kisahnya berakhir, kita akan disengat keharuan yang berpotensi membuat mata berkaca-kaca. Pertanyaan terakhir akan menyeruak dari dalam benak kita: apakah akhirnya Sooni menjual vila yang diwariskan kepadanya dan kembali ke Amerika? 

Sebagai hasil deekranisasi film, A Werewolf masih menyisakan jejak-jejak penulisan skenario. Kim Mi Ri memang telah berusaha menambahkan detail-detail dan melengkapi pikiran serta emosi para karakter, tapi secara kronologis tampaknya masih setia dengan skenario filmnya. Apalagi adegan per adegannya dinarasikan secara ringkas, cepat, dan tanpa berbelit-belit. Tapi, meskipun demikian, secara keseluruhan novel ini masih tetap enak dibaca hingga tuntas. 

Selalu Ada Kapal Untuk Pulang




Judul Buku: Selalu Ada Kapal untuk Pulang
Pengarang: Randu Alamsyah
Editor: Muhajjah
Tebal: 272 halaman
Cetakan: 1, April 2013
Penerbit: Diva Press





Ngana tahu, Pin, waktu kecil dan remaja, kita sama-sama bercita-cita menjadi guru. Agar kita bisa berdiri di depan kelas dan mengajar orang. Masa depan kita jelas pada satu impian yaitu menjadi guru. Itu cita-cita kita...." ujar Poy seperti berbicara pada dirinya sendiri. Suaranya sayup-sayup tertelan angin pantai (hlm. 254). 



Poy dan Apin, dua sahabat dari Mananggu -desa yang terletak dua ratus kilometer dari pusat Kota Gorontalo- pergi ke Kota Gorontalo untuk kuliah di Sekolah Tinggi Islam demi mewujudkan cita-cita mereka menjadi guru. Setelah menjadi mahasiswa, Apin aktif dalam sebuah organisasi kampus yang senang mengadakan demo. Sedangkan Poy, sulit beradaptasi dengan kehidupan kampus yang tidak mencerahkan baginya. Ospek, demo, dan dosen-dosen yang tidak berkualitas membuat Poy merasa lelah. 

Suatu hari, ketika kuliah diliburkan selama sepekan dan Apin pulang ke Mananggu, Poy menemani Mud, salah satu teman kuliahnya yang sedang sakit, pergi ke Luwuk, Banggai (Sulawesi Tengah). Di sana, Poy mengenal para usradz yang bekerja di sebuah pesantren bagi anak-anak miskin. Perkenalannya dengan mereka membuka kehidupan baru bagi Poy. Ia mendapat tawaran untuk mengajar agama dan bahasa Arab di pesantren. Khusus untuk bahasa Arab, memang tidak ada guru yang mengajar. Bahkan, salah satu ustadz yaitu Yazuri yang mengajar bahasa Inggris dan dijuluki Ustadz Hebat, tidak mengetahui bahasa Arab kecuali bismillaahir rahmaanir rahiim

Akhirnya, Poy tidak kembali ke Gorontalo, menjadi guru di pesantren dan menyandang nama Ustadz Poy. Sayangnya, setelah cita-cita sederhananya tercapai tanpa perlu harus lulus kuliah, Poy tidak otomatis mendapatkan ketenangan dan merasa bahagia. Poy berhadapan dengan realitas bahwa sebenarnya pesantren itu didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan mendidik anak-anak miskin. Semua sumbangan sembako yang ditujukan bagi anak-anak miskin itu dijual lagi untuk kepentingan pribadi Ustadz Syamsu, pendiri pesantren. Seharusnya Poy menyadari sejak awal saat ia terkejut di pesanten itu tidak memiliki pelajaran agama dan bahasa Arab. 

Delapan tahun kemudian, sementara Poy terlunta-lunta di Banggai, sahabatnya Apin yang dulunya aktivis pergerakan kampus telah menjadi anggota dewan Kabupaten Pemekaran Boalemo di Gorontalo. Apin bukan lagi pemuda miskin dari Mananggu karena ia sedang menikmati kemakmuran hidup karena pekerjaannya.

Selama delapan tahun, mereka tidak pernah berhubungan. Poy tidak pernah mengirimkan kabar ke Gorontalo. Akhirnya, Apin memutuskan untuk mencari Poy dengan maksud membawanya pulang kampung. Pencarian yang dilakukan dengan menapaktilasi jejak Poy memberikannya pemahaman bahwa sesungguhnya kehidupan mereka telah sangat berjarak. Perbedaan pandangan, tanpa disadari, telah membentuk kehidupan mereka secara bertolak belakang. Tidak mudah bagi Apin untuk bisa membawa Poy kembali ke Gorontalo walaupun Poy masih memiliki orangtua yang sedang menunggu-nunggu kepulangannya. 

Apin merasa, sebenarnya ia dan Poy jatuh pada ceruk sistem yang sama. Yang menjadikan perbedaan hanyalah Poy bangkit dan memilih jalan sunyi; berjuang tanpa penghargaan, tanpa publikasi, bahkan tanpa imbalan. Sedangkan, ia dan teman-temannya adalah anak-anak kecil yang tak pernah dewasa dengan tak henti-hentinya skeptis pada negeri ini. Hanya bisa bekerja dengan bantuan tertentu: donor dana dan aliran-aliran gelap lewat rekening para pejabat oposan. (hlm. 258-259). 

Selalu Ada Kapal untuk Pulang adalah novel kedua Randu Alamsyah yang telah diterbitkan. Sebelumnya, novelnya yang berjudul Jazirah Cinta diterbitkan oleh Penerbit Zaman (2008). Judul yang indah jelas mampu memprovokasi saya untuk bisa mendapatkan kesempatan membaca novel ini. Dan begitu kesempatannya datang, saya merasa puas bisa membaca novel ini. Pada bagian-bagian awal, saya memang terpaksa menurunkan ekspektasi untuk bisa mendapatkan kisah yang menarik perhatian dalam novel ini. Tapi setelah Poy meninggalkan Gorontalo dan pergi ke Banggai, saya mulai mengendus adanya kisah yang akan membuat saya bisa menamatkan novel ini tanpa tersendat. Dan terbukti, setelah itu saya memang sangat menikmati sisa novel ini. 

Randu Alamsyah -pengarang kelahiran Manado, Sulawesi Utara- dengan cara berkisahnya yang mudah dicerna mampu menyajikan kisah yang sangat mengharukan dan menghangatkan hati. Persahabatan, perjuangan hidup, dedikasi yang tulus dan tanpa pamrih terhadap pekerjaan, dan juga cinta merupakan hal-hal yang bisa kita petik dalam novel ini. Semua elemen ini berpadu dengan cara mengesankan dalam karakter Poy yang bersahaja.

Mungkin profesi guru saat ini telah banyak mengalami distorsi. Tapi Poy mengindikasikan keindahan pengabdian terhadap anak-anak yang diajarnya tanpa terkesan klise.

Aku merasakan kebahagiaan luar biasa sejak mengajar. Betapa indahnya melihat anak-anak yang kuajar tumbuh dan mengerti ilmu yang kuajarkan. Bertahun-tahun, aku bertahan hidup di sini. Tidak ada lembaga yang menggaji. Aku tidak pernah punya uang selain untuk membeli kopi dan sabun untuk mandi.... (hlm. 256).

Tapi, aku tidak bisa lari, kan? Dengan hinaan-hinaan yang diberikan kepadaku, aku tidak bisa menyerah, kan? Karena aku tahu, jika menyerah maka aku kalah. Tidak ada lagi yang sudi mengisi pekerjaan sepertiku, mengajari mereka membaca al-Quran dan ilmu agama.... (hlm. 257).

Sayangnya -saya tidak rela saat Randu melakukannya- prinsip hidup yang dibangun dengan penuh keluhuran budi itu ditumbangkan oleh nada-nada klasik bernama Cinta. Cintalah yang menyebabkan Poy terkatung-katung di tempat yang disebutkan dalam bab 25 (Akhir Kisah). Tapi, untunglah, di sana Randu menggambarkan, pada akhirnya Poy bisa menyimpulkan ujung dari pengembaraannya.

Dari jauh, sebuah titik bergerak ke arahnya. Selalu ada harapan. Selalu ada kapal untuk pulang. Lengkingan sirine kapal menyayat sunyinya senja. Poy merapatkan jaketnya dan melangkah. Tanpa air mata (hlm. 270)

Di bab terakhir novel ini, ada pengungkapan tidak terduga dalam surat yang dikirimkan Apin kepada Poy. Sepertinya dengan pengungkapan ini Randu hendak menandaskan bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap jalan hidup yang kita pilih dan tempuh. 

Saya rekomendasikan Selalu Ada Kapal untuk Pulang kepada pembaca karya fiksi yang percaya bahwa integritas berada di atas segala-galanya dalam hidup ini.





*Catatan: Terima kasih kepada Diva Press dan Dion Yulianto yang telah memberikan saya kesempatan untuk membaca buku ini.

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan