30 May 2013

The Catcher in the Rye





Baca bareng BBI Mei 2013 kategori Klasik-kontemporer


Judul Buku: The Catcher in the Rye
Pengarang: J.D. Salinger
Format: Ebook








Holden Caulfield, anak kedua dari empat bersaudara, adalah seorang pecundang. Pada umur 16 tahun, ia telah bersekolah di empat tempat berbeda. Pencey Prep -sekolah khusus anak laki-laki- di Agesrstown, Pensyvania, adalah sekolah keempatnya. Dan untuk keempat kalinya, ia harus meninggalkan sekolah lantaran tidak lulus empat mata kuliah. Sebelum Natal, ia akan dipulangkan ke rumah orangtuanya.

Sebenarnya masih tersisa tiga hari baginya untuk menghabiskan waktu di asrama sekolahnya. Tapi setelah dihajar teman sekamarnya, ia memutuskan meninggalkan Pencey lebih cepat. Ia pergi ke New York tanpa berniat pulang ke rumah orangtuanya. Ia menginap di hotel, lalu bertualang sambil berlagak orang dewasa sebelum memutuskan apa yang akan dilakukannya begitu orangtuanya tahu apa yang terjadi. Satu hal yang paling ingin dilakukannya adalah bertemu Phoebe, adiknya yang masih kecil. Ia sangat menyayangi dan mengagumi Phoebe dan Allie, dua adik perempuannya yang cerdas. Sayangnya, Allie telah meninggal dunia karena leukemia. 

Sejatinya, kendati kerap berperilaku tidak menyenangkan dan gampang menyulut emosi orang yang sedang bersamanya, Holden adalah anak yang baik. Saat ia bertemu dengan ibu seorang temannya di Pencey di atas kereta menuju New York, ia mengisahkan yang baik-baik mengenai anak itu. Padahal, anak itu berkelakuan kurang baik dan mengalami nasib sama dengannya, dikeluarkan dari Pencey. Atau ketika ia bertemu dua biarawati di Grand Central Station dan menyumbangkan 10 dolar kepada mereka. Atau sewaktu ia tidak terima gadis yang pernah dekat dengannya diperlakukan dengan kurang ajar. Hanya saja, pada usia belia, ia telah muak dengan kehidupan dan mengejawantahkan dalam sikap bosan dan tidak peduli dengan masa depannya sendiri.

Bagian paling mengharukan adalah tatkala Holden bertemu Phoebe, adik perempuannya. Phoebe yang awalnya merasa ketakutan dan kesal begitu mengetahui abangnya dikeluarkan dari Pencey, bersikeras mengikuti Holden, kemana pun Holden akan pergi. Akhirnya, Holden menawarinya untuk naik komidi putar dan menyaksikan adiknya bersenang-senang sambil membiarkan dirinya sendiri basah kuyup kehujanan. 


 Topi merah adalah simbol sang penangkap


Kisah di dalam The Catcher in the Rye karya J.D. Salinger berlangsung hanya beberapa hari, tapi menjadi cukup panjang karena kenangan Holden dan amatannya yang tajam dan sinis mengenai orang-orang yang ditemuinya serta peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Sebetulnya, tidak ada yang terlalu istimewa dalam novel ini. Konfliknya hanya bermain-main secara internal dalam diri Holden, dan bahkan tidak tuntas hingga novel dikhatamkan. Menjadi tetap bisa diikuti karena J.D. Salinger mengunakan perspektif orang pertama yaitu POV Holden yang berkisah dengan sangat blakblakan. Bahasanya lugas dan kasar serta diimbuhi istilah slang pada masanya. 

Selain pecundang, Holden juga phony. Masih berusia enam belas tahun tapi berlagak seperti orang dewasa, menenggak minuman keras dan mengundang pelacur ke dalam kamar hotel tempatnya menginap. Akibatnya, ia tidak bisa melawan ketika diperas dan dihajar Maurice, penjaga lift merangkap germo. Karakter Holden yang kontradiktif membuat kita kesal sekaligus kasihan kepadanya. Dan karakter semacam inilah yang rupanya sangat memengaruhi kejiwaan segelintir pembaca kisahnya. Mark David Chapman membawa The Catcher in the Rye saat ia menembak mati John Lennon, mantan personil The Beatles (8 Desember 1980). Robert John Bardo membawa The Catcher in the Rye ketika menembak mati aktris Rebecca Schaeffer (18 Juli 1989). Sejak diterbitkan pada tahun 1951, novel ini memang telah mengundang kontroversi dan pernah dilarang di SMA dan perpustakaan Amerika Serikat. Meskipun demikian, novel ini dimasukkan ke dalam daftar 100 novel berbahasa Inggris terbaik yang ditulis sejak 1923 versi majalah Time (2005) dan 1 dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik abad 20 versi Modern Library. 
  
Anyway, I keep picturing all these little kids playing some game in this big field of rye and all. Thousands of litte kids, and nobody's around -nobody big, I mean -except me. And I'm standing on the edge of some crazy cliff. What I have to do, I have to catch everybody if they start to go over the cliff -I mean if they're running and they don't look where they're going. I have to come out from somewhere and catch them. That's all I'd do all day. I'd just be the catcher in the rye and all. I know it's crazy, but that's the only thing I'd really like to be. I know it's crazy. 

Menjadi sang penangkap di ladang gandum -yang ingin menyelamatkan keindahan masa kanak-kanak sebelum menjadi dewasa, itulah kebaikan lain dari Holden Caulfield. Tapi menjelang novel berakhir, bukan Holden melainkan Phoebe, adik perempuannya, yang menjadi the catcher in the rye bagi kejatuhan Holden. Sesungguhnya, saya melihat, kekurangan terbesar Holden terletak pada ketidakmampuannya menerima hidup sebagai permainan di mana ia harus mengikuti aturan permainannya. 

Jujur saja, selama membaca novel ini, terkadang saya ingin menoyor Holden. Tapi saya setuju dengannya ketika ia menutup episode enam belas tahunnya dengan kalimat ini: Don't tell anybody anything. If you do, you start missing everybody. 

Setelah The Catcher in the Rye diterbitkan, Salinger telah banyak menerima tawaran adaptasi novelnya menjadi film, tapi selalu ditolaknya. Ia merasa novelnya ini tidak akan cocok untuk diadaptasi ke dalam film. Itulah sebabnya, kendati sangat populer, kita tidak akan menemukan versi film dari novel ini.


Adegan pamungkas The Catcher in the Rye




      Tentang Pengarang:


Jerome David Salinger (1 Januari 1919-27 Januari 2010) mulai menulis sejak remaja. Setelah menghasilkan banyak cerita pendek yang didasarkan pada pengalamannya dalam Perang Dunia II, ia dikenal sebagai pengarang luar biasa berkat The Catcher in the Rye. Ia hanya menerbitkan sedikit buku yaitu Franny and Zooey (1961), Raise High the Road Beam, Carpenter and Seymour: An Introduction (1963), dan satu kumpulan cerpen berisikan 9 cerpen yang dipilihnya dari 35 cerpen yang pernah ditulisnya, Nine Stories (1953). 



8 comments:

Tezar said... Reply Comment

tertantang nih baca buku ini

astrid said... Reply Comment

buku ini keren karena monolog si Holden ya..Penuh maki-makian kasar, hehe..penasaran sama edisi terjemahannya, bagaimana kata2 kasar itu diterjemahkan? :) Btw nice review, bikin aku jadi pingin baca ulang...

Jody said... Reply Comment

@Tezar: Secara pribadi, aku gak terlalu suka sebenarnya. Tapi pas buka daftar di GR ternyata nangkring di nomor satu. Jadi ingin baca :)

Jody said... Reply Comment

@Astrid: ceritanya memang biasa saja menurutku.Observasi Holden yang tajam dan racauannya mungkin jadi kelebihan buku ini. Aku gak punya edisi terjemahan, dulu sempat lihat di Togamas Yogya. Tapi seingatku, covernya sangat jelek, jadi ga sempat beli. Terpaksa baca ebooknya, ga sulit dibaca.

Unknown said... Reply Comment

name of the song please?

Jody said... Reply Comment

Hujan Bulan Juni :)

Anonymous said... Reply Comment

Pengen nyoba baca nih, menarik sepertinya.

Anonymous said... Reply Comment

SUSAH NYARI BUKUNYA.. ADA YG PUNYA GK?

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan