30 December 2013

Hercule Poirot's Christmas



Judul Buku: Hercule Poirot's Christmas
Pengarang: Agatha Christie (1939)
Penerjemah: Mareta
Sampul: Staven Andersen
Tebal: 304 hlm; 18 cm
Cetakan: 8, Februari 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama








Natal selalu identik dengan damai, sukacita, dan kebaikan-kebaikan. Tapi dalam Hercule Poirot's Christmas, Agatha Christie menggunakan momen Natal untuk mengakhiri kehidupan seorang laki-laki tua dalam sebuah pembunuhan yang sangat brutal. Ia tentu saja punya alasan sendiri, sebagaimana yang dituangkannya dalam kata-kata Hercule Poirot.

"Pada waktu Natal ada suasana kebaikan. Pertengkaran diusahakan diredakan sebisa-bisanya, mereka yang bertentangan bersedia berbaikan walaupun hanya untuk sementara (hlm. 88). Dan sekarang keluarga. Mereka yang berpisah  sepanjang tahun berkumpul lagi. Nah, dalam kondisi seperti itu Anda harus mengakui bahwa sering kali terjadi ketegangan. Orang yang pada dasarnya kurang ramah memaksa dirinya kelihatan ramah! Jadi pada waktu Natal sebetulnya terjadi kemunafikan, kemunafikan terhormat, kemunafikan yang terjadi dengan motif yang baik, tetapi tetap saja namanya kemunafikan (hlm. 89)."

Apapun kata Agatha Christie melalui detektif ciptaannya, tindakan kriminal memang bisa terjadi kapan saja.

Simeon Lee mengundang seluruh keluarganya untuk berkumpul merayakan Natal di kediamannya, Gorston Hall - Longdale, Addlesfield. Kecuali Alfred -anak sulungnya yang selalu mematuhi kehendaknya- dan Lydia, istrinya, yang memang tinggal bersama dengan Simeon. Maka anak-anak yang lain pun berdatangan. George -anggota parlemen Westeringham- datang dengan Magdalene, istrinya yang berusia 20 tahun lebih muda. George selalu meminta uang dari ayahnya untuk membiayai kehidupannya. David, pelukis gagal yang meninggalkan Gorston Hall semenjak kematian ibunya dan menuduh Simeon sebagai pembunuhnya, datang bersama Hilda, istrinya. Selain ingin menjadi pelukis, David lari dari rumah karena tidak ingin bekerja dengan ayahnya. Simeon telah menyatakan akan mencoret namanya dari surat wasiat. Harry, si anak hilang, yang lari dari rumah setelah mencuri uang ayahnya, datang seorang diri dari luar negeri. Ia belum menikah dan kemunculannya membuat Alfred tidak senang. Selain keempat anak laki-laki itu, datang pula Pilar Estravados dari Spanyol. Pilar adalah anak Jennnifer - putri Simeon satu-satunya yang menikahi seorang pelukis Spanyol dan telah meninggal. Pilar datang tidak sekadar untuk merayakan Natal, tetapi juga akan tinggal dengan kakeknya. Dalam perjalanan menuju rumah kakeknya, Pilar bertemu Stephen Farr, seorang laki-laki yang datang dari Afrika Selatan. Stephen mengaku sebagai anak dari kolega Simeon Lee di Afrika Selatan. Saat bertandang di Gorston Hall, Simeon mengajaknya tinggal selama Natal. Mereka semua tidak tahu, Simeon memiliki rencana untuk menciptakan hiburan bagi dirinya sendiri. Ia bermaksud menyenangkan dirinya sendiri dengan cara mempermainkan perasaan anak-anaknya sendiri.  

Maka, pada sore 24 Desember, ia mengumpulkan mereka di dalam kamarnya dan memulai permainannya. Tanpa tedeng aling-aling, Simeon dengan keangkuhannya mempermalukan semua anak laki-lakinya yang tidak memiliki keturunan dan menyatakan niat mengubah surat wasiat. Namun, pada malamnya, Simeon ditemukan digorok dan tewas dalam kubangan darah. Meskipun kurus dan kisut, dalam kematiannya, Simeon ternyata mengeluarkan begitu banyak darah. Ia dibunuh, dan berlian-berlian kasar kesayangannya yang bernilai 10 ribu pound hilang. 

Kebetulan, pada saat terjadi pembunuhan, Hercule Poirot sedang berlibur di rumah temannya, Kolonel Johnson, kepala polisi di daerah itu. Maka, setelah anak buah Jonhson, Inspektur Sugden, mengabari tewasnya Simeon, Poirot pergi bersama Johnson ke Gorston Hall. Tidak bisa dicegah lagi, Poirot pun terlibat dalam pengungkapan kasus pembunuhan Simeon Lee. Anak, menantu, cucu, dan tamu Simeon otomatis menjadi sasaran penyelidikan. Begitu pula Sydney Horbury, pelayan pribadi Simeon, yang meninggalkan rumah pada saat sekitar kematian Simeon, dan Tressilian, kepala pelayan Gorston Hall, yang kebingungan karena apa yang dilihatnya seolah-olah terjadi dua kali. 

Tapi, siapa di antara mereka yang telah mencabut nyawa Simeon? Hingga halaman-halaman terakhir novel ini, tetap sulit memastikan siapa pelakunya. Poirot menghadapi sebuah kasus pembunuhan yang telah direncanakan dengan matang, dieksekusi dengan cara yang sangat mengagumkan, dan berhasil. Tapi bagaimana pun briliannya sang pembunuh, ia tidak akan lolos dari keberhasilan penyelidikan Hercule Poirot. Agatha Christie telah menyiapkan sebuah kejutan yang akan memukul mundur semua perkiraan dan tuduhan kita.

Untuk mengetahui bagaimana cara Poirot mengungkapkan kasus pembunuhan Simeon Lee, sebaiknya Anda membaca sendiri Hercule Poirot's Christmas (Pembunuhan di Malam Natal). Novel detektif ini merupakan salah satu karya Agatha Christie yang pernah meninggalkan kesan yang dalam bagi saya, selain karya lainnya yang berjudul And Then There Were None, Crooked House dan The Murder of Roger Ackroyd





Diikutkan dalam:

Baca dan Posting Bareng BBI Desember 2013 untuk buku bertema detektif

2013 Christmas Reads

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan