08 January 2013

Take a Bow



Judul Buku: Take a Bow
Pengarang: Elizabeth Eulberg (2012)
Penerjemah: Mery Riansyah
Tebal: vi+ 322 hlm; 19 cm
Cetakan: 1, September 2012
Penerbit: Bentang Belia






Mereka berempat adalah siswa Sekolah Seni Kreatif dan Pertunjukan -Creative and Performing Arts (CPA)- di New York. 

Carter Harrison, mantan bintang cilik dan aktor opera sabun, datang ke salah satu sekolah seni paling bergengsi di Amerika itu dengan harapan keterampilannya bisa ditingkatkan.  Ia mengambil kelas di Departemen Drama, berusaha menyeimbangkan karier dan pendidikan, serta berpacaran dengan Sophie, siswa Departemen Vokal yang haus ketenaran. 

Memulai ambisi menjadi bintang terkenal di Brooklyn, Sophie Jenkins berharap CPA akan membuka jalan menuju studio rekaman hingga mendapatkan Grammy Award sebelum berumur 20 tahun. Segala yang dilakukan Sophie sampai tahun ketiga di CPA adalah usaha untuk mendapatkan tempat utama di Pentas Senior. Beruntung Sophie memiliki teman seperti Emme yang bisa menciptakan lagu yang selalu cocok dinyanyikannya.

Bagi Emme Connelly sendiri, menjadi siswa CPA adalah berkat dorongan Sophie yang dikenalnya di Brooklyn sejak berumur delapan tahun. Meskipun mahir memainkan alat musik seperti piano dan gitar dan menulis lagu, ketenaran solo bukanlah target Emme. Tapi meskipun Sophie adalah tujuan utama keberadaannya di CPA, Emme membentuk band dengan tiga cowok dalam kelasnya di Departemen Komposisi Musik. Ketiga cowok itu adalah Jack Coobs, Benjamin McWilliams, dan Ethan Quinn. 

Memainkan berbagai alat musik adalah bakat luar biasa yang dimiliki Ethan Quinn. Dikenal sebagai Yang Terpilih, Ethan bisa bersekolah di CPA hanya dengan mengikuti satu audisi. Ethan benci menyanyi, tapi tidak bisa menolak ketika teman-temannya mendaulatnya menjadi penyanyi bagi band mereka, Teenage Kicks. Belakangan, Ethan menemukan dengan menjadi penyanyi, terbuka jalannya untuk memacari dan menyelingkuhi gadis-gadis. Tapi, tanpa diinginkannya, ia cemburu menyaksikan Emme bergaul dengan cowok-cowok di luar band seperti Tyler Stewart, pemain piano, dan Carter, si aktor idola remaja. Sambil memendam perasaannya, Ethan melakoni peran sebagai sahabat yang berusaha menyadarkan Emme mengenai pertemanannya dengan Sophie. Ethan jelas-jelas bisa melihat jika Sophie sebenarnya telah memanfaatkan Emme untuk kebaikan dirinya sendiri.

Mereka berempat dinobatkan oleh Elizabert Eulberg -penulis Take a Bow- menjadi narator orang pertama dari kisah mengenai perjuangan remaja menemukan identitas diri demi menyongsong masa depan, persahabatan yang umumnya mewarnai kehidupan masa remaja, dan ambisi untuk meraih kesempatan. Juga cinta dan pengkhianatan yang melalui kedua hal ini, para remaja mencapai pendewasaan diri. 

Pada tahun ketiga mengenyam pendidikan di CPA, Carter akan menemukan passion-nya dan berani berjuang untuk itu. Emme akan menyadari bahwa dirinya bukanlah manusia nomor dua yang hanya pantas berdiam di belakang layar. Ethan akan memahami bahwa cinta selalu membutuhkan keberanian dan perjuangan untuk meraihnya. Sophie akan mengetahui bahwa memang tidak mudah mewujudkan sebuah ambisi, apalagi ambisi menjadi superstar. Hanya satu yang tidak bisa dipelajari Sophie, untuk menjadi bintang terkenal, ia membutuhkan introspeksi diri.

Menggunakan narator majemuk seperti dalam novel ini sebenarnya tidak gampang, apalagi kalau penulisnya cuma satu orang. Kegagalan potensial yang kerap dijumpai adalah para narator tidak bisa mengeluarkan suara yang benar-benar merupakan suara mereka. Akibatnya, kendati menggunakan narator orang pertama, semuanya berkisah dengan cara yang identik. Saya kira, meskipun menggunakan empat narator orang pertama, Elizabeth Eulberg berhasil memberikan warna berbeda dari cara pengungkapan mereka, sehingga suara mereka segera bisa dikenali pembaca. Pada gilirannya, keempat narator ini pun menjadi saling melengkapi.

Meskipun sudah tidak remaja lagi, saya masih bisa menikmati kisah di dalam novel ini. Selain penuturannya yang tidak berlebihan, seni terutama musik, selalu membuat saya bersemangat. Sebelum membaca  novel ini, saya telah bisa menamatkan drama musikal Korea bertajuk Dream High yang bertema sama dengan Take a Bow. Padahal, saya bukanlah penggemar film seri Korea.

Setelah Take a Bow, saya berharap bisa membaca karya Elizabeth Eulberg yang lain. Pengarang yang juga pencinta musik ini sebelumnya telah menerbitkan The Lonely Hearts Club (2009) dan Prom & Prejudice (2011 -edisi Indonesia kedua novel ini telah diterbitkan Bentang Belia. Pada Maret 2013, ia akan menerbitkan buku keempatnya, Revenge of the Girl with the Great Personality.  

Saat ini Elizabeth Eulberg tinggal di New York bersama tiga gitar, dua keyboard, dan satu stik drum. 



2 comments:

fiksimetropop said... Reply Comment

Aku juga suka novel ini dan memang bikin 'nyandu' pengen baca karya Liz yang lain, kabarnya tahun 2013 ini juga bakal ada buku barunya yang judulnya panjang itu, hehehe....

Jody said... Reply Comment

Mungkin karena senang musik, aku gampang suka novel ini. Skrg mau baca Prom & Prejudice :)

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan