29 September 2013

Orang-Orang Tanah


Judul Buku: Orang-Orang Tanah
Pengarang: Poppy D. Chusfani
Editor: C. Donna Widjajanto
Tebal: 200 halaman
Cetakan: 1, Agustus 2013
Penerbit:  Gramedia Pustaka Utama







Alia tidak bisa memaafkan perempuan yang dipilih ayahnya menjadi pengganti ibunya. Sejak kematian ibunya, perempuan itu telah merampas perhatian sang ayah dan menghalau semua kenangan mengenai ibu Alia. Sebagai anak-anak, Alia tidak bisa melakukan apa-apa, sampai saat liburan sekolah dan ayahnya memboyong keluarga ke perkebunan yang baru dibelinya. Di perkebunan itu, Alia bertemu bocah laki-laki bernama Edi yang menceritakan kepadanya kisah orang-orang tanah -orang-orang yang tinggal di bawah tanah. Tanpa disangka Alia, pertemuannya dengan Edi melahirkan solusi untuk merebut kembali perhatian dan kasih sayang ayahnya. Seperti apa solusinya, hanya bisa diketahui di bagian akhir cerpen horor Orang-Orang Tanah yang mewakili semua cerpen untuk menjadi judul buku kelima dan kumpulan cerpen pertama Poppy D. Chusfani. 

Jendela dinobatkan sebagai pembuka kumpulan cerpen ini. Kisah di dalamnya mengalir dari sudut pandang Dinah, seorang bocah perempuan yang hidup bersama dengan ibunya yang dipaksa melacur oleh Bang Darwin, anak tirinya. Setiap malam, ibu Dinah pergi melacur dan hasil pekerjaannya mesti disetor kepada Bang Darwin. Jika tidak sesuai harapan, Bang Darwin tidak segan-segan menghajar ibu Dinah. Ditinggalkan setiap malam, dalam keadaan terjaga menanti ibunya pulang, Dinah akan membuka jendela. Ia akan mengayunkan kedua tangannya naik-turun secara berulang sampai terbentuk jendela, berupa guratan cahaya di sudut tergelap di dalam gubuk kumuh tempatnya tinggal, yang bahkan kerap bisa cukup lebar untuk dilalui. Jendela yang dibukanya, tanpa disadari bocah itu, akan menjadi jalan keluar bagi dia dan ibunya, dari kesulitan dan kesengsaraan hidup yang mereka alami. Diakhiri secara tragis dan penuh horor, kisah ini menjelma kisah absurd yang tidak kehilangan daya tarik sampai kalimat pamungkas.

Lara, gadis 15 tahun dalam cerpen Pelarian terlahir berkulit hitam, bisa berlari dengan cepat, dan mahir berenang. Pada umur tujuh tahun, ia memperlihatkan kemampuan bernapas di dalam air, karena ia memang memiliki insang. Setelah mengetahui kemampuan Lara, sang Ratu yang merupakan junjungan gadis itu segera menjadikan Lara sebagai anggota Garda Laut, pasukan elite yang bertugas menghalau perompak dari perairan kerajaan.  Lara digembleng secara berbeda dengan anak-anak perempuan lainnya. Apa yang mesti dipilih Lara tatkala ibu kandungnya, perempuan yang membencinya semenjak ia dilahirkan, mengungkapkan rencana Ratu terhadap dirinya?  Tetap menjalani plot yang telah disusun sang Ratu atau menyelamatkan keluarga yang tidak dikenalnya? Kisah tentang Lara ini jelas-jelas merupakan kisah fantasi, tapi lantaran ditulis dari perspektif orang pertama, kisahnya terasa begitu wajar dan realistis. 

Selama lima hari, pondok paling ujung di sebuah lembah berbentuk kantong menjadi tujuan Siera untuk menyelesaikan naskahnya. Di sana, ia menyaksikan dan mengalami berbagai keanehan, khususnya yang terkait dengan tujuan kedatangannya di pondok terpencil itu. Dapatkah Siera menyelesaikan naskahnya dan meninggalkan lokasi pondok yang menyimpan horor dan teror itu? Bersiaplah untuk kejutan yang diungkapkan Poppy di penghujung cerpen Pondok Paling Ujung ini. Anda mungkin akan tercekam dengan bulu kuduk merinding. 

Dalam cerpen Bulan Merah, sang narator orang pertama menunjukkan kemampuan mengantisipasi terjadinya bencana. Hidup mengasingkan diri bersama orangtuanya lantaran menjadi bagian dari sebuah sekte, pelan-pelan ia mengungkapkan jati diri sebenarnya. Mengikuti munculnya bulan merah, akan tersingkap alasan kemampuan sang narator yang tidak dimiliki orang-orang sesekte. Sebagaimana cerpen Pelarian, Bulan Merah pun merupakan kisah fantasi yang terkesan realistis karena cara pengungkapannya. 

Kita diposisikan sebagai salah satu karakter dalam kisah berjudul Dewa Kematian. Sang narator seakan-akan sedang mengungkapkan kepada kita peristiwa yang kita alami tapi tidak kita sadari. Dalam peristiwa itu ada dua orang perempuan yang sedang bercakap-cakap yaitu perempuan yang menyebut dirinya Venus dan perempuan lain yang mengenakan kaus hijau. Ternyata, percakapan di antara mereka akan menuntun pada pengungkapan kasus yang sedang ditangani pihak kepolisian. Kejutan lain akan menutup seluruh kisah dalam cerpen ini terkait jati diri sang narator. Ini adalah sebuah cerpen yang unik dan brilian, singkat tapi menyengat. 

Di tengah padang rumput asing, Kiran dalam cerpen Pintu Kembali menemukan dirinya terjaga. Dari sana, ia meretas perjalanan bersama seekor anak anjing basset hound sambil dikejar-kejar seekor serigala. Mengapa Kiran sampai terjebak di tempat asing yang memaksanya bertualang untuk menyelamatkan diri? Akankan ia menemukan pintu kembali ke tempat asalnya? Ada sebuah penyingkapan akan menutup kisah di dalam cerpen ini, yang sayangnya, tidak terlalu mengejutkan lantaran teknik berkisah yang kurang orisinil. 

Kisah utama dalam cerpen Lelaki Tua dan Tikus berlangsung di sebuah rumah susun. Naratornya bernama Sari, perempuan penghuni rumah susun yang bekerja di toko kelontong sambil berharap bisa mendapat panggilan kerja yang lebih baik. Tidak hanya membeberkan masa lalunya yang kelam dengan pemuda jalanan bernama Dudi, Sari juga akan menceritakan beberapa kisah yang terjadi di rumah susun itu. Khususnya, tentu saja, kisah lelaki tua dengan tikus-tikus peliharaannya. Siapa sebenarnya lelaki tua itu tidak akan pernah terungkap sampai kisah ini berakhir, dan kita cuma bisa menduga-duga jati dirinya. Sepertinya, bagi penulis, yang terpenting adalah jalan keluar yang disediakan lelaki tua itu bagi orang-orang tertindas. Dalam situasi horornya yang pekat, kita akan dibuat tersenyum mengetahui asal-muasal tikus-tikus yang dikandangi si lelaki tua itu. 

Keira dianggap terkutuk karena dilahirkan berambut hitam legam padahal penduduk tempatnya tinggal berambut merah atau cokelat. Meskipun terkucil, Keira tidak bisa menahan kebaikan terhadap orang-orang yang membutuhkan keahliannya dalam pengobatan. Tanpa disadarinya, kebaikan hatinya mendatangkan malapetaka yang tak terelakkan. Cerpen Sang Penyihir dipungkas dalam sebuah pertumpahan darah yang mengerikan sekaligus pengungkapan sebuah kebenaran terpendam. 

Semua cerpen dalam Orang-Orang Tanah merupakan pembuktian kalau Poppy D. Chusfani merupakan seorang pengarang berbakat yang mampu menulis dengan serius. Tema kisah yang diangkatnya variatif, memadukan elemen realis dan fantasi dalam takaran yang cukup berimbang. Horor menjadi atmosfer dominan setiap kisah, tapi tidak murahan karena didedahkan dalam penulisan yang tertata rapi, baik teknik pengisahan maupun alurnya. Setiap mulai membaca satu cerpen, kita langsung dibuat tak sabar mengetahui apa yang menanti di halaman-halaman penutupnya. Gaya berkisah, atmosfer kelam yang ditimbulkan, dan imajinasi liar dalam kumpulan cerita ini mengingatkan pada Malaikat Jatuh, kumpulan cerita karya Clara Ng. 

Meskipun pada sampulnya dihadirkan ilustrasi seorang gadis kecil dan paling tidak terdapat dua cerpen menggunakan anak-anak sebagai karakter utama, Orang-Orang Tanah bukanlah konsumsi pembaca anak-anak. Kehidupan manusia yang kelam dan aneh yang diangkat dalam kumpulan cerpen ini hanya cocok dibaca pembaca dewasa.   



Tentang Pengarang:
 
Sebelum menulis karya-karyanya sendiri, Poppy Damayanti Chusfani Kartadikaria dikenal sebagai penerjemah dan penyunting. Ia telah menerbitkan empat novel untuk pembaca remaja yaitu The Bookaholic Club (2007), Mirror Mirror on the Wall... (2008), Nocturnal (2008) dan The Bookaholic Club: Hantu-Hantu Masa Lalu (2010). Salah satu cerpennya, Sim, dapat dibaca dalam kumpulan cerpen fiksi ilmiah bertajuk Sci-Fi 1.0 (2009).


0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan