Judul Buku: Malaikat Jatuh dan Cerita-cerita Lainnya
Pengarang: Clara Ng
Tebal: 176 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Agustus 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Louissa Manna telah hidup di dunia selama tujuh ratus lima puluh tahun. Ia telah menyaksikan berkali-kali kematian anggota keluarganya selama itu. Ketika Mae, anak perempuannya yang berumur tujuh tahun terancam mati, Manna meminumkan darah manusia bersayap kepadanya. Secara kebetulan, Beppu, manusia bersayap cacat –hanya memiliki sayap sebelah kiri, sedang berada di kota (di akhir cerita disebut dusun) tempat mereka tinggal. Beppu diserang perampok, sayapnya terluka dan Manna yang berada di tempat kejadian menyerap darah Beppu yang tergenang di tanah. Sebagai ibu, Manna hanya ingin menyelamatkan anaknya walaupun ia mengabaikan kenyataan bahwa darah dan jantung manusia bersayap memiliki efek yang berbeda. Ratusan tahun silam, Manna jatuh sakit setelah melahirkan seorang bayi lelaki. Mencegah anaknya terlantar karena kematiannya, Manna memakan jantung manusia bersayap. Ia mendapatkan kebeliaan dan kehidupan abadi, namun juga merasakan sendiri kebenaran kata Beppu, "... keabadian bukanlah rahmat. Keabadian adalah kutukan."(hlm. 40).
Setelah
mereguk darah Beppu, Mae menjelma serupa drakula. Seumur hidup ia akan
membutuhkan darah segar, dan ini berarti Mae akan selalu membunuh.
Tidak sanggup melihat penderitaan Mae, kakeknya memutuskan membakar
Mae, karena hanya api yang bisa menamatkan hidupnya.
Kisah di atas, Malaikat Jatuh,
menjadi sajian pembuka sekaligus judul buku kumcer perdana Clara Ng,
yang lebih dikenal sebagai novelis metropop. Cerita yang merupakan
bagian terpanjang dalam buku ini menjadi satu-satunya cerita yang
dengan intens membabarkan cinta seorang ibu kepada anaknya dan anak
kepada ibunya. Pada cerita-cerita lain, ibu bisa menjelma menjadi
contoh yang merusak.
Seperti pada cerita pendek berikutnya, Negeri Debu,
ibu bukanlah sosok yang pantas diteladani. Lucinda menyaksikan ibunya,
seorang pelacur, memuaskan syahwat para lelaki, di ranjang yang biasa
mereka tiduri. Saat ranjang dipakai ibunya bergumul, Lucinda
disembunyikan di kolong ranjang. Ketimbang tercekat dengan apa yang
terjadi di atas ranjang, Lucinda mengkhayalkan negeri debu, tempat ia
bertemu Pono dan Bunda Debu.
Neni (Makam)
dilahirkan untuk dibuang ibunya. Ia ditemukan di lokasi pemakaman
hewan di belakang rumah singgah bagi hewan-hewan yang terbuang. Tumbuh
remaja, Neni menjadi salah satu perawat di rumah singgah tersebut. Ia
tidak tahu siapa perempuan yang telah melahirkannya ke dunia. Dan
memang ia tidak perlu mencari. Ia sudah memiliki ibu yang ia sayangi.
Lelaba
menampilkan ibu dalam gambaran yang menyeramkan. Ibu di sini memiliki
anak perempuan dari lelaki yang tidak jelas, kerap gonta-ganti pacar,
tidak ada yang bertahan lebih dari tiga bulan. Pada usia dua belas
tahun, saat Linga pertama kali mendapatkan menstruasi, ia memutuskan
memberikan anaknya itu sebuah hadiah yang tidak biasa: seorang lelaki
yang terperangkap jaring-jaring yang ditenunnya.
Keabadian adalah kutukan, muncul kembali dari mulut seorang ibu dalam cerpen Di Uluwatu
Hanya saja, ibu tidak menjadi karakter penting di sini. Ia muncul
dalam ingatan Sergio seiring dengan kisah leluhur yang pernah
diceritakan ibunya, saat berdiri di tebing Uluwatu, Bali. Sergio sedang
menikmati bulan madu bersama Puspa, istrinya, tetapi ia seolah
didorong melewati gerbang setipis benang yang akan membuatnya mengulang
pengalaman seorang perompak yang menjadi kakek buyutnya.
Adalah Maudi (Hutan Sehabis Hujan)
yang mengunjungi perempuan tua bernama Sofia di sebuah sanatorium.
Sofia suka berkisah tentang pohon bernyanyi yang hidup di jantung
hutan, tempat para peri berkumpul dan bekerja mengumpulkan embun. Dari
perbincangan mereka, terungkap bahwa perempuan tua itu adalah ibu
Maudi. Ia pernah jatuh cinta dan menyerahkan tubuhnya kepada keturunan
peri, sebelum menikahi ayah Maudi.
Meskipun bukan elemen utama, ibu masih muncul dalam Akhir dan Istri Paling Sempurna.
Yang pertama berkisah tentang penghuni rumah tua dari zaman kolonial
-seorang ayah, ibu, dan anak perempuan mereka, Nissa. Beberapa tahun
lalu terjadi pembunuhan di rumah itu, tetapi ketiga penghuninya tidak
pernah pindah dari sana. Cerpen ini akan mengingatkan pada The Others,
film yang dibintangi Nicole Kidman. Yang kedua –merupakan cerpen
terakhir, berkisah seorang ibu yang ingin merayakan ulang tahun ke-17
sepasang anak kembarnya di ballroom terbesar di sebuah hotel mewah.
Suaminya, yang sangat mencintainya, keberatan. Ia tahu, perayaan ini
adalah sesuatu yang mubazir.
Semua cerpen yang ada memang tidak bisa dilepaskan dari perempuan, sesuai gender pengarangnya. Cerpen Barbie dan Bengkel Las Bu Ijah masih bertutur tentang perempuan walaupun bukan dalam posisi sebagai ibu. Barbie
mengambil seting tak terduga, sebuah toko mainan. Jika siang hari
tempat itu dikerubungi anak-anak, malam hari menjadi tempat pelampiasan
hasrat seorang lelaki sakit jiwa. Bengkel Las Bu Ijah
–di dalamnya Ijah tidak dilukiskan sebagai ibu- berkisah tentang Ijah,
seorang perempuan yang bisa merapikan kembali hati yang patah, rusak,
atau penyok. Saat ayah yang dicintainya meninggal, hati Ijah patah. Ia
masuk ke dalam bengkel lasnya, merapikan kembali hatinya dengan mesin
las. Setelah itu, Ijah berhasil merapikan banyak hati milik orang lain.
Apa yang dilakukan Ijah tidak bisa ditolerir sementara orang.
Kumcer Malaikat Jatuh dan Cerita-cerita Lainnya
ini menunjukkan kecintaan pengarangnya pada dunia fantasi. Beberapa
cerita yang ada kontan mengingatkan pada cerita-cerita dalam kumpulan
cerpen karya Ucu Agustin, Dunia di Kepala Alice (2006).
Seperti Ucu Agustin, Clara Ng berhasil membaurkan dunia nyata dan
khayal untuk menghasilkan dongeng yang hanya patut dikonsumsi pembaca
dewasa. Kemampuan ini pernah ditampilkan Clara dalam novel Utuki: Sayap Para Dewa (2006). Malaikat Jatuh dan Negeri Debu mengangsurkan tokoh anak-anak, tetapi terlalu berat untuk menjadi perenungan pembaca anak-anak. Apalagi cerita Negeri Debu yang bermuatan skandal. Demikian juga Lelaba, meskipun digulirkan dari perspektif anak perempuan berumur 12 tahun, sama sekali tidak layak dikonsumsi pembaca remaja.
Cerpen Di Uluwatu dan Hutan Sehabis Hujan
diceritakan dari perspektif Sergio dan Maudi, yang bukan anak-anak
atau remaja lagi. Namun, kedua cerpen ini sangat kental aroma
dongengnya. Sergio menceritakan dunia bayangan dengan Dewi Laut yang
bisa hamil oleh benih lelaki dunia matahari, Maudi mengisahkan dunia
peri yang bisa bercinta dengan manusia.
Kecuali Di Uluwatu,
cerpen-cerpen dalam kumcer ini selalu bersinggungan dengan kematian.
Kematian tokoh utamanya atau tokoh penting dalam kehidupan tokoh
utamanya. Alhasil, kesembilan cerita yang ada terkesan gelap. Bahkan
ada yang sampai menyeramkan yaitu Lelaba dan Barbie.
Kendati demikian, di dalam kekelaman yang dibentangkan Clara, kita
harus akui bahwa ia adalah penulis yang tangkas menguntai kalimat
evokatif, sekalipun cerita yang disampaikan mungkin kurang istimewa.
0 comments:
Post a Comment