Judul: Negeri Van Oranje
Pengarang: Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, Rizki Pandu Permana
Tebal: viii + 478 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, April 2009
Cetakan: 1, April 2009
Penerbit: Bentang Pustaka
Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa S2 asal Indonesia di Belanda. Mereka tidak bertemu di ruang kelas, karena mereka belajar di universitas berbeda di kota yang berbeda. Mereka bertemu di stasiun kereta api Amersfort ketika terjadi badai, membutuhkan rokok dan teman bercakap dalam bahasa ibu. Mereka adalah Banjar, Wicak, Daus, Geri, dan Lintang.
Banjar,
pria Banjarmasin lulusan institut teknik ternama di Bandung, manajer
pemasaran di salah satu industri rokok paling kondang di Indonesia,
mengejar gelar MBA di Rotterdam. Wicak, anak Banten lulusan
Fakultas Kehutanan IPB, pekerja sebuah LSM internasional berpusat di
Belanda, memutuskan menjadi mahasiswa research master di Wageningen, gara-gara dikejar mafia kayu. Daus, putra Betawi asli lulusan Fakultas Hukum UI (dan bekerja di Departemen Agama), mendapat beasiswa S2 STUNED, memilih program Human Rights Law di Utrecht. Geri, lelaki Bandung yang telah menetap di Belanda sejak bachelor (S1)
dan mengambil master di Den Haag. Dan satu-satunya cewek, Lintang,
penari tradisional nan cantik, sarjana sastra dari sebuah universitas
negeri di Depok, mengambil program master di bidang European Studies, Leiden.
Pertemuan di stasiun kereta api itu menumbuhkan persahabatan di antara mereka. Pembentukan milis yang diberi nama Aagaban (Aliansi
Amersfort Gara-gara Badai di Netherlands) diikuti dengan saling
silahturahmi kian mengukuhkan persahabatan mereka. Kebersamaan yang
tercipta ternyata tidak hanya mempererat hubungan mereka, tetapi juga
memicu kompetisi diam-diam yang lambat laun menjadi terang-terangan.
Sebuah kompetisi untuk memenangkan cinta Lintang. Sementara Lintang
sendiri, asyik menjalankan misi yang dibawanya dari tanah air,
mendapatkan suami WNA yang tinggal di luar negeri.
Apakah
persahabatan di antara mereka akan tetap terjalin ketika cinta –dan
sudah pasti cemburu, menyusup di antara mereka? Apakah Lintang akan
menguburkan obsesinya terhadap pria WNA untuk satu dari sahabat
lelakinya? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab tuntas pada
bagian-bagian akhir novel yang diberi judul Negeri Van Oranje.
Negeri Van Oranje merupakan
novel kolaborasi empat pengarang yang telah mengenyam kehidupan
sebagai mahasiswa S2 di Belanda. Keempat pengarang itu, Wahyuningrat,
Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Permana, kabarnya tidak
sengaja bertemu dan menjalin pertemanan di negara di mana ganja
dibolehkan, eutanasia dilegalkan, dan perkawinan sesama gender
diizinkan itu. Pertemanan di antara ' satu mawar tiga duri ' tersebut
akhirnya melahirkan gagasan untuk mendokumentasikan pengalaman di perantauan. Novel menjadi bentuk penyaluran yang mereka pilih. Dan sebagai
novel, mereka menciptakan karakter yang beranjak dari pribadi mereka
yang diadon dengan karakter yang benar-benar fiktif. Oleh karena itu,
mereka tidak diberi nama Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan
Rizki Pandu Permana.
Apakah
keempat pengarang ini menulis secara bersamaan atau secara estafet
atau masing-masing mendapat jatah satu karakter untuk dikembangkan?
Kita tidak akan menemukan penjelasan 'berharga ' ini di dalam buku
meski para pengarang mendapat ruang sekitar 10 halaman (pada bagian
akhir) untuk bercuap-cuap. (Menurut saya, lebih baik halaman 473-477
diisi dengan proses penulisan novel ini). Dalam ketipisannya, karya
keroyokan Travelers' Tale Belok Kanan : Barcelona! (Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidayat, Ninit Yunita: GagasMedia, 2007) tetap memberitahu pembaca jika masing-masing pengarang mendapatkan jatah satu karakter untuk dikembangkan. Demikian juga The Messenger (La
Rane Hafied Gany, Tuteh Pharmantara, Elsa van deer Veer, dan Eliana
Noor: Gramedia, 2007), masih menginformasikan kepada pembaca jika novel
ini ditulis secara estafet oleh para pengarang tanpa perencanaan
terlebih dahulu.
Tujuan
utama penulisan novel ini langsung bisa diketahui pembaca ketika
melembari novel ini. Para pengarang menyampaikan hal-hal yang sangat
bermanfaat bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke Belanda, terlebih
yang ingin tinggal untuk bersekolah di sana. Selain deskripsi akurat
pesona Belanda dan panduan tur terutama di kota-kota Belanda (yang
ditambah sedikit dengan beberapa kota di Eropa lainnya) yang
disampaikan dengan penuh semangat, para pengarang secara khusus
memberikan berbagai informasi perihal kehidupan di Belanda. Akses
internet yang cepat, hal-hal tentang merokok, belanja, bersosialisasi, event-event
yang layak disaksikan, diurai dengan mendetail. Demikian juga hal-hal
yang terutama ditujukan untuk mahasiswa seperti mencari kerja untuk
mendapatkan tambahan dana, kegiatan-kegiatan murah meriah untuk mengisi
waktu, trik mencari tempat tinggal, kiat menjadi pelajar yang baik,
cara menghadapi birokrasi, dan menyusun perjalanan dengan dana
terbatas.
Daya
tarik Belanda dan kota-kota di Eropa serta seluk-beluk kehidupan
negeri Van Oranje tentu saja tidak cukup untuk dikemas sebagai novel.
Tambahan romantika kehidupan mahasiswa seperti penyelesaian tugas,
penyusunan thesis, masalah laptop yang crash dan bekerja paruh
waktu demi mendapatkan tambahan biaya hidup juga belum melengkapi.
Diperlukan konflik menarik untuk mengikat perhatian pembaca. Maka, para
pengarang membubuhkan cinta ke dalam novel, lengkap dengan petualangan
dan persaingan. Penyedap rasa yang ditambahkan dengan takaran yang
tepat inilah yang mengasah daya tarik novel ketika berbaur dengan
pencarian jawaban setiap karakter atas pertanyaan 'untuk apa pulang ke
Indonesia setelah habis kuliah'.
Meski tidak ada kabar jika keempat pengarang Negeri Van Oranje sebelumnya
pernah menghasilkan karya fiksi, mereka bukanlah pengarang yang bisa
dipandang sebelah mata. Mereka memang menggunakan bahasa yang tidak
bersih, namun berhasil menggiring pembaca dengan kekuatan bernarasi
yang kocak dan segar. Pembaca akan menikmati rangkaian-rangkaian
kalimat yang tetap enteng dibaca, kendati sedang menyampaikan sejarah
sebuah kota. Dari segi karakterisasi, para pengarang memiliki kemampuan
yang memadai. Setiap karakter utama dikemas cukup kuat dan hidup
walaupun cenderung komikal. Hanya, mereka mengusung plot yang sederhana
dan bergulir lambat, pembaca harus sabar untuk mencapai konflik utama
yang baru meledak pada bagian-bagian akhir novel.
Selamat
untuk Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu
Permana yang sudah mau membagi pengalaman hidup mereka untuk dinikmati
pembaca Indonesia, dalam bentuk novel. Sungguh memberi inspirasi!
1 comments:
Distributor Tattonox
Obat Penghilang Tatto Permanen Tattonox Herbal
Formula ajaib berbentuk cair yang berkhasiat sebagai Obat Penghilang Tatto permanen, tatto berwarna, tatto lama maupun baru. Tattonox ini sangat aman dan sudah teruji dan terbukti khasiatnya. Cara yang paling aman menghilangkan tatto permanen dengan penghilang tatto merek tattonox, Penghilang Tatto cair ini sangat ampuh hilangkan tatto tanpa meninggalkan bekas dikulit atau tumbuh keloid.
Obat Penghilang Tato Permanen
Obat tattonox
Obat Penghapus Tato
Penghapus Tato
Obat Penghilang Tatto
Obat Penghilang Tatto Permanen
Tattonox
Obat Penghilang Tatto Tattonox
Post a Comment