Judul: Body of Lies
Penulis: David Ignatius
Tebal: 547 halaman
Cetakan: 1, November 2008
Penerbit: Rajut Publishing
Operasi Mincemeat adalah operasi tipuan yang dilakukan Inggris untuk menghadapi Jerman pada Perang Dunia II. Dilaksanakan pada tahun 1943, operasi ini berhasil mengecundangi Nazi Jerman, tanpa mereka sadari. Sesosok mayat dipersiapkan pada awal operasi, diberi nama Mayor William Martin dari Angkatan Laut Kerajaan. Mayat itu dibuang dan ditemukan di sebuah pantai di Spanyol. Dokumen yang disertakan pada mayat sampai ke tangan Nazi Jerman. Isinya menyebutkan tentang rencana invasi Inggris ke Eropa melalui Yunani; bukannya Sicilia. Pihak Jerman memakan kebohongan ini dan berhasil ditipu mentah-mentah. Tentang Operasi Mincemeat dapat ditemukan dalam memoar bertajuk The Man Who Never Was yang diterbitkan pertama kali tahun 1954 dan sudah difilmkan. Penulisnya adalah Ewan Montagu, salah satu pelaku dalam operasi sukses itu.
Pencarian dan penyiapan mayat untuk operasi yang diadaptasi dari Operasi Mincemeat menjadi prolog (Pintu Masuk) novel Body of Lies karya David Robert Ignatius, seorang kolumnis The Washington Post. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2007 dan sebelum hak adaptasi filmnya dibeli Warner Bros, ia berjudul Penetration.
Film berdasarkan novel ini telah beredar Oktober 2008, disutradarai
Ridley Scott dengan bintang-bintang seperti Leonardo DiCaprio dan
Russell Crowe.
Sesungguhnya,
novel ini berawal pada meledaknya dua bom dengan selang waktu sebulan
di Rotterdam dan Milan. Karim al-Shams, lelaki asal Hama, Suriah,
dipastikan menjadi perencana operasi pengeboman di Eropa. Spesialis bom
mobil ini adalah seorang anggota Al Qaeda yang menamakan dirinya
Suleiman Yang Agung.
Hani
Salaam, kepala Badan Inteligen Yordania (GID), mengajak Roger Ferris,
agen CIA dari Divisi Timur Dekat (NED) di Amman, pergi ke Berlin. Hani
Salaam ingin menunjukkan kepada lelaki pincang ini metode yang mereka
pakai dalam operasi inteligen. Kendati petinggi NED keberatan, Ferris
merasa penting untuk ikut operasi Berlin. Sasaran operasi GID di Berlin
adalah seorang anggota Al Qaeda bernama Mustafa Karami yang diharapkan
akan membantu membongkar pelaku pengeboman Eropa.
Sebelum
bekerja di Yordania, Roger Ferris bertugas di Irak. Di sanalah untuk
pertama kali ia mendengar tentang Suleiman dari Nizar, seorang anggota
Al Qaeda, yang ingin berkelit dari keharusan memartirkan diri dalam
pengeboman Eropa. Nizar terbunuh, sedangkan Ferris meninggalkan Irak
karena terluka akibat terkena senjata RPG.
Seketika
Ferris sadar, ia dan Hani Salaam mengejar orang yang sama, Suleiman
Yang Agung. Maka, lewat Ed Hoffman, kepala NED, CIA menawarkan operasi
gabungan. Tapi Salaam menolak. Penolakan lelaki Yordania yang flamboyan
ini berujung pada tewasnya Mustafa Karami. Salaam pun menyalahkan CIA.
Begitu
tahu Karami tewas, Ferris berangkat ke Washington. Dalam perjalanan
yang diseling berita peledakan bom di Frankfurt, Ferris membaca buku
bertajuk The Man Who Never Was. Lahirlah ide di benak Ferris guna
menuntaskan tugasnya membekuk Suleiman. Ed Hoffman, sang bos, setuju
dengan ide Operasi Mincemeat. Maka, ia membentuk CIA versinya sendiri,
Mincemeat Park, lengkap dengan dukungan orang-orang genius untuk
mewujudkan sebuah operasi kontraterorisme yang sangat rahasia.
Sebuah
plot dirancang dengan segala detailnya. Mereka akan berbohong
seakan-akan CIA berhasil menembus selaput jaringan Al Qaeda. Membuat
Suleiman percaya di tubuh organisasinya telah bercokol seorang agen CIA.
Bahkan selanjutnya, mereka akan berpura-pursa telah sukses merekrut
Suleiman. Benih-benih keraguan akan disemai dalam
organisasi Al Qaeda. Dan pada gilirannya, Suleiman akan dihancurkan
dengan cara membuat integritasnya disangsikan oleh rekan-rekannya.
Diyakini, kehancuran Suleiman akan disusul kehancuran jaringan Al Qaeda.
Jelas
sudah apa yang dibutuhkan operasi ini. Sesosok mayat dengan spesifikasi
cemerlang sebagai petugas lapangan CIA, dokumen palsu, dan sejumlah
muslihat. Memanfaatkan mayat seorang lelaki asal Chicago, Harry Meeker,
agen yang tidak pernah eksis diciptakan. Omar Sadiki, seorang arsitektur
Yordania, diisbatkan sebagai anggota sempalan Al Qaeda yang melakukan
operasi gaya baru. Untuk menegaskan peranan Sadiki, pangkalan udara
Incirlik (selatan Turki) akan diledakkan. Lalu, Harry Meeker pergi
membawa pesan untuk Suleiman melalui Azzam, tokoh suku Pashtun yang
pernah bekerja dengan Suleiman di Afghanistan. Perencana pengeboman
Eropa ini hendak diminta untuk membantu mengatasi sempalan Al Qaeda yang
sejatinya tak pernah eksis. Tujuan operasi adalah memunculkan
kesimpulan di kalangan Al Qaeda jika Suleiman adalah konspirator CIA.
Seperti nasib Mustafa Karami, Suleiman akan didakwa sebagai pengkhianat
Al Qaeda.
Tapi,
begitu operasi dilaksanakan, Ed Hoffman merasakan ada sesuatu yang
keliru. Demikian juga tatkala Ferris kembali ke Yordania. Ia menemukan
Alice Melville, selingkuhannya, hilang. Otomatis Al Qaeda diduga telah
menculik Alice dan memboyongnya ke Hama, Suriah, tempat asal Suleiman.
Sang agen CIA seolah-olah malih menjadi seorang keroco yang tidak tahu
apa-apa. Sebab, sesampainya di sana, ia sadar, ia telah menjadi agen
virtual dalam operasi lihai yang diarahkan oleh seorang pentolan
inteligen lain. Latar belakang Ferris yang memiliki seorang kakek Islam
asal Lebanon menjadi alat untuk mengecundangi CIA dalam operasi
inteligen di Timur Tengah.
Menggunakan
Operasi Mincemeat sebagai tempat berangkat sebuah karya bukanlah ide
yang orisinal. Dalam arti, sudah ada penulis lain yang menggunakan ide
ini. Tetapi menurut saya, penggunaan model Operasi Mincemeat sebagai
elemen utama novel ini terbilang cukup brilian. Siapapun yang belum dan
sudah tahu tentang operasi ini tidak akan segera digiring pada pemahaman
pemanfaatannya dalam novel. Prolog yang digelontor Ignatius akan
membuat pembaca bertanya-tanya apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Memang tidak lama kemudian, kita akan diberitahu jika prolog itu
merupakan pintu masuk bagi replika Operasi Mincemeat, tetapi pembaca
dipaksa terus membaca untuk merangkaikan semuanya dalam satu simpulan.
Begitu juga untuk sasaran operasi dalam novel ini. Mereka tidak tahu
jenis operasi kontraterorisme apa yang dilakukan pihak CIA. Pihak yang
di penghujung novel mengecundangi CIA dengan cara memanipulasi Roger
Ferris, juga bisa dipastikan tidak tahu jika Operasi Mincemeat ala CIA
sedang dijalankan. Mungkin inilah yang menjadi nilai plus dalam novel
lelaki kelahiran 26 Mei 1950 ini.
Selain
itu, lewat novel ini, Ignatius yang katanya dikagumi agen-agen CIA
'karena memahami konspirasi mereka melebihi penulis manapun', bermaksud
menumbangkan supremasi CIA dalam pentas dunia inteligen. Dalam novel
ini, CIA benar-benar dimanipulasi. Senjata makan tuan bagi mereka yang
suka memanipulasi pihak lain. Tanpa mengeluarkan biaya untuk menggenjot
operasi spionase, pihak lain memetik keuntungan dari operasi CIA.
Selebihnya,
cerita yang disemai Ignatius bukan hal anyar lagi. Kita bisa menemukan
ide yang sama dalam berbagai novel dan film produksi Holywood. Oleh
sebab itu, kisah heroisme seorang lelaki untuk menyelamatkan seorang
perempuan di 'sarang penyamun' menjelang novel berakhir, bisa dikatakan
sangat klise. Sekalipun pada akhirnya kita mengetahui 'penculikan' Alice
hanya sekedar muslihat belaka.
Walaupun novel ini dikategorikan sebagai novel thriller (spionase)
kita tidak akan disuguhi rangkaian adegan menegangkan yang
susul-menyusul seolah tak mau bersudah di sekujur novel. Karakter hero,
Roger Ferris, tidak akan terus digiring ke medan-medan eksplosif yang
berpotensi membuat pembaca tercekat. David Ignatius memang bukan
pengarang sejenis –katakanlah- James Rollins atau, yang lebih baru, Andy
McDermott, yang gemar memanfaatkan adegan saspens gila-gilaan nyaris di
sekujur novel thriller mereka. Mungkin ada yang akan mengatakan tidak
adil membandingkan Ignatius dengan kedua pengarang itu karena kisah dan
latar belakang protagonis yang digunakan berbeda. Tetapi, tetap, mereka
punya satu kesamaan: mereka hadir dalam novel thriller!
Meskipun
begitu, saya tidak bisa tidak menyukai Body of Lies. Sebagai sebuah
thriller, selain ia memberi tambahan pengetahuan, novel ini juga menjadi
latihan asah otak. Lebih khusus lagi, yang berkenaan dengan permainan
inteligen. Sebuah kontribusi baru dari apa yang
sudah diberikan oleh novel-novel thriller lain yang ditulis tidak dengan
maksud mengada-ada.
Untuk
edisi Indonesia, dari segi penerjemahan, hasilnya cukup bisa diikuti,
mesti –entah kenapa- kita tidak diberi tahu siapa penerjemahnya. Dari
segi kemasan buku, kalau tidak tahu sebelumnya, Anda mungkin akan
mengira Body of Lies adalah
sebuah nonfiksi, dan bukan sebuah novel. Apalagi tidak ada pemberitahuan
di sampul buku tentang jenis buku. Tulisan pada sampul belakang (yang
bukan sinopsis) nyaris semuanya tidak mencerminkan isi novel. Dalam
novel, tidak ada Amsterdam yang meledak (dalam versi film memang ada).
Tidak ada investasi AS di Dubai yang luluh lantak, London yang
menyalahkan Gedung Putih, dan sebagainya, dan sebagainya. Kalimat
tambahan di bawah judul pun terkesan bombastis: Runtuhnya Kedigdayaan
CIA di Timur Tengah. Benarkah hanya dengan dimanipulasinya CIA oleh
pihak lain dalam 'Operasi Mincemeat' –operasi gelap tanpa sepengetahuan
presiden- ini sudah bisa dikatakan sebagai keruntuhan kedigdayaan mereka?
0 comments:
Post a Comment