13 February 2012

The Help


Judul Buku: The Help
Pengarang: Kathryn Stockett
Penerjemah: Barokah Ruziati
Tebal: 545 hlm
Cetakan: 1, Mei 2010
Penerbit: Matahati






Mississippi boleh dikenal sebagai tempat dilaksanakannya transplantasi paru-paru dan jantung pertama kali di dunia. Atau juga tempat sistem hukum Amerika Serikat dikembangkan, tepatnya di University of Mississippi. Atau juga kampung halaman pesohor semisal Tennessee Williams, Elvis Presley, B. B. King, Oprah Winfrey, atau Faith Hill. Akan tetapi, Mississippi tidak bisa menyembunyikan praktik rasialis yang pernah berkecamuk di sana. Warga kulit hitam dirugikan oleh sejumlah ketidaksetaraan dan ketidakadilan perlakuan karena dianggap tidak sebanding dengan warga kulit putih.

Di awal tahun 1960-an ketimpangan terhadap warga kulit hitam dan kulit putih sangat mencorong. Garis batas di antara mereka dipertebal sementara orang demi mengekang ekspresi warga kulit hitam. Tidak mengherankan jika keluar peraturan-peraturan yang melarang penggunaan fasilitas atau barang yang sama seperti kamar mandi umum, taman bermain, bilik telepon, bioskop, perpustakaan, buku pelajaran, bahkan obat-obatan. Dampak negatif yang mungkin dirasakan warga kulit putih, khususnya kaum lelaki, hanya berkisar pada masalah libido. Mereka akan dicap melanggar hukum jika berani menikahi warga kulit hitam. Jika mereka telanjur menghamili wanita kulit hitam, sudah bisa ditebak siapa pihak paling dirugikan.

Apa yang dilakukan Hilly Holbrook dalam novel The Help karya Kathryn Stockett, adalah tindakan warga kulit putih yang dianggap lumrah pada masa itu. Hilly begitu membenci orang kulit hitam dan mewujudkannya dalam sebuah rancangan undang-undang yang disebutnya Inisiatif Sanitasi Rumah Tangga. Rancangan undang-undang ini mensyaratkan pemisahan kamar mandi keluarga kulit putih dengan pembantu wanita kulit hitam. Tindakannya sungguh ironis. Sebab, Hilly adalah anggota Liga Jackson Junior yang aktif menggalang dana untuk menolong anak-anak Afrika kelaparan yang notabene berkulit hitam. Bagaimana mungkin Hilly bersimpati pada Negro nun jauh di Afrika namun bersikap antipati pada Negro di seberang kota? Itulah yang mengusik pikiran temannya, Eugenia "Skeeter" Phelan, yang kemudian menunjukkan sikap tidak berpihak. Skeeter tidak terprovokasi kendati anggota Liga yang lain seperti Elisabeth Leefolt segera bersekapat, membangun kamar mandi di luar rumah untuk Aibeleen Clark, pembantunya. Bagaimanapun Skeeter tidak mungkin mengabaikan kenyataan kalau ia dibesarkan oleh Constantine Bates, seorang wanita kulit hitam. Ia selalu merindukan Constantine, apalagi saat pulang kampung seusai kuliah, Constatine telah menghilang.

Keramahannya  pada wanita kulit hitam mencuri simpati Aibeleen. Maka, ketika Skeeter mengajak terlibat sebuah proyek rahasia berbahaya, Aibeleen tidak sanggup menampik. Bahkan, ia berupaya membantu mencarikan dukungan wanita kulit hitam lain. Karena proyek ini akan mempertaruhkan hidup dan pekerjaan, banyak yang menolak terlibat, kecuali Minny Jackson, sahabat Aibeleen. Namun, penolakan para wanita kulit hitam lantaran ketakutan hanya berlaku hingga salah satu dari mereka dijebloskan Hilly ke dalam penjara. Gelombang solidaritas segera menyebar, dan secara sukarela mereka menyingkapkan kehidupan dan pengalaman selama bekerja sebagai pembantu keluarga kulit putih, untuk dibukukan. Bagi Skeeter sendiri, proyek ini berpeluang dipersonanongratakan dirinya oleh banyak warga kulit putih Jackson. Ini juga berarti akan menggagalkan rencana masa depannya dengan seorang pria yang mau menerima kekurangan fisiknya.

Bagi Kathryn Stokett, The Help serupa tumpukan kenangan semasa menetap di kampung halamannya, Jackson, Mississippi. Tumbuh dalam sebuah keluarga disfungsional, Kathryn tidak bisa melepaskan diri dari Demetrie McLorn, pembantu kulit hitam di keluarganya. Kepergian Demetrie untuk selamanya ketika Kathryn berusia enam belas tahun, menyisakan pertanyaan yang terus mengusik. Seperti apa rasanya menjadi orang kulit hitam di Mississippi dan bekerja bagi keluarga kulit putih? Kathryn menghabiskan waktu bertahun-tahun membayangkan seperti apa jawaban Demetrie, dan inilah yang mendorong lahirnya novel yang berpotensi mengharubirukan hati pembaca ini. Setelah novel diterbitkan, ada ketakutan yang menggerogot. Mungkinkah ia telah bicara terlalu banyak perihal garis batas antara wanita kulit hitam dan kulit putih? Mungkinkah ia terlalu sedikit mengungkap kesengsaraan para pembantu wanita kulit hitam dan adanya cukup banyak cinta di antara keluarga kulit putih dan pembantu kulit hitamnya? Ketakutan Kathryn sesungguhnya tidak beralasan. Kendati menyampaikan ketidakadilan yang dialami pembantu kulit hitam, terutama akibat perlakuan wanita kulit putih, ia melukiskan pula sebentuk keramahan warga kulit putih. Lou Anne Templeton misalnya, meski termasuk anggota Liga, tidak bersedia melaksanakan ide Holly karena berhubungan baik dengan pembantu wanita kulit hitamnya.

Kecuali satu bagian yang dituturkan dari perspektif orang ketiga, novel berseting 1962-1964 ini digelontor oleh tiga wanita berbeda warna kulit dan usia. Pertama, Aibeleen, wanita kulit hitam separuh baya bijaksana, ditinggalkan suami demi wanita lain. Setelah membesarkan putranya seorang diri, ia diperhadapkan dengan kematian putranya itu dalam usia belia. Saat cerita dimulai dan bergulir, ia bekerja sebagai pembantu sekaligus pengasuh anak-anak keluarga Leefolt yang terabaikan. Narator kedua adalah Minny Jackson, wanita kulit hitam bertubuh pendek, tambun, dan berlidah tajam. Setelah sepuluh tahun mengurus seorang ayah pemabuk, ia terikat pernikahan dengan pemabuk lain yang tidak segan memukulinya. Minny sangat membenci Hilly Holbrook yang membuatnya kehilangan pekerjaan dan sulit mendapatkan pekerjaan baru. Maka, sebelum mundur dari kehidupan Hilly, Minny mempersembahkan pai cokelat 'istimewa'. Belakangan, Minny bekerja di rumah Celia Rae Foote, wanita cantik yang karena menikahi mantan kekasih Hilly, tidak mungkin masuk Liga Jackson. Narator ketiga adalah yang termuda,  Skeeter Phelan, wanita kulit putih lulusan universitas, berpenampilan kurang menarik dan terlalu jangkung sehingga sukar mendapatkan jodoh. Sambil meraba-raba masa depannya, ia menjawab tantangan editor senior sebuah penerbitan untuk membukukan sebuah ide orisinil.

Kathryn terbilang piawai dalam hal bertutur sekalipun mesti berkisah menggunakan perspektif orang pertama wanita kulit hitam. Ia menjangkau jauh ke dalam hati dan benak mereka dan berhasil mengekstraksi kerinduan, harapan, kesedihan, permasalahan, kekuatiran bahkan kemarahan mereka. Semua terungkap secara wajar dan tanpa tersendat, menutup kenyataan Kathryn sebagai wanita kulit putih.

Semangat humoristis Kathry meliputi beberapa karakter ciptaannya. Aibileen, dengan sikap serius dan bijaksana, tidak bisa membedakan 'amonia' dan 'pneumonia'. Minny yang temperamental di luar rumah, sebenarnya tidak lebih dari wanita dungu bila berada di rumah, di hadapan suaminya. Celia Rae Foote yang tergila-gila dengan warna pink dikemas bak Barbie imbesil yang tidak bisa mengerjakan apa-apa, namun di balik sikapnya itu, tersimpan  kemarahan seorang wanita dari wilayah termiskin di Mississippi.

Cerita pun tidak disterilkan dari selera humor sang pengarang. Tingkah laku pria eksibisionis di pekarangan rumah Celia, apa yang dilakukan Minny dengan pai cokelat yang dikudap Hilly, dan tragedi kakus di rumah Hilly, niscaya akan mengundang tawa pembaca,  kendati mungkin akan diawali dengan kernyitan di wajah.

Secara keseluruhan, novel perdana Kathryn Stockett ini sangat layak dibaca. Kisah jadul terasa segar didedahkan dengan gaya kontemporer. Sedikit ketegangan yang dipercikkan ke dalam alur, akan mendorong pembaca menamatkan novel ini. Khusus untuk edisi Indonesia ini, tentu saja, kita tidak mungkin mengabaikan usaha penerjemah untuk menghasilkan terjemahan dengan tingkat keterbacaan yang tinggi.

Sebelum pertama kali bisa dinikmati publik, Kathryn menghabiskan 5 tahun untuk menggarap novel ini dan menghadapi lebih dari 40 kali penolakan untuk diterbitkan. Namun ternyata, keuletan Kathryn berbuah manis. Berhasil diterbitkan, novel ini ini sempat setahun bertengger di puncak daftar bestseller Los Angeles Times, beredar di lebih dari 30 negara, dan dipastikan diadaptasi menjadi film layar lebar. Nama-nama seperti Emma Stone, Viola Davis, Bryce Dallas Howard, dan Octavia Spencer akan memvisualisasikan berbagai karakter ciptaan Kathryn. Uniknya, Octavia Spencer yang adalah sahabat Kathryn akan memerankan Minny Jackson, yang sejatinya terinspirasi darinya. Spencer tidak hanya memerankan  Minny dalam film tapi juga mengisi suara dari karakter yang sama dalam versi audiobook novel The Help ini.

Tak diragukan, Kathryn mencintai kampung halamannya. Bahkan baginya, Mississippi tidak ubahnya ibu kandung. Tapi dengan tidak mengurangi rasa hormat, menjadi kemestian baginya mengakui bahwa kampung halamannya pernah menjadi saksi ketidakadilan karena perbedaan warna kulit. Nasib malang yang dialami Constantine sangat mungkin pernah terjadi dalam kehidupan sejumlah wanita kulit hitam di Mississippi. Demikian pula musibah yang menimpa Robert Brown, dianiaya warga kulit putih hingga kehilangan penglihatan gara-gara tidak sengaja menggunakan kamar mandi kulit putih. Atau yang terjadi pada Medgar Evers, ditembak di rumahnya sendiri karena aktivitas memajukan warga kulit hitam.

Akhirnya, jika Anda membaca buku ini, Anda mungkin akan bersepakat dengan Kathryn Stockett: "Pembantu yang baik seperti cinta sejati. Kau hanya menemukannya satu kali seumur hidup."(hlm. 449).

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan