Judul Buku: The Help
Pengarang: Kathryn Stockett
Penerjemah: Barokah Ruziati
Tebal: 545 hlm
Cetakan: 1, Mei 2010
Penerbit: Matahati
Mississippi boleh dikenal sebagai tempat dilaksanakannya transplantasi paru-paru dan jantung pertama kali di dunia. Atau juga tempat sistem hukum Amerika Serikat dikembangkan, tepatnya di University of Mississippi. Atau juga kampung halaman pesohor semisal Tennessee Williams, Elvis Presley, B. B. King, Oprah Winfrey, atau Faith Hill. Akan tetapi, Mississippi tidak bisa menyembunyikan praktik rasialis yang pernah berkecamuk di sana. Warga kulit hitam dirugikan oleh sejumlah ketidaksetaraan dan ketidakadilan perlakuan karena dianggap tidak sebanding dengan warga kulit putih.
Di
awal tahun 1960-an ketimpangan terhadap warga kulit hitam dan kulit
putih sangat mencorong. Garis batas di antara mereka dipertebal
sementara orang demi mengekang ekspresi warga kulit hitam. Tidak
mengherankan jika keluar peraturan-peraturan yang melarang penggunaan
fasilitas atau barang yang sama seperti kamar mandi umum, taman
bermain, bilik telepon, bioskop, perpustakaan, buku pelajaran, bahkan
obat-obatan. Dampak negatif yang mungkin dirasakan warga kulit putih,
khususnya kaum lelaki, hanya berkisar pada masalah libido. Mereka akan
dicap melanggar hukum jika berani menikahi warga kulit hitam. Jika
mereka telanjur menghamili wanita kulit hitam, sudah bisa ditebak siapa
pihak paling dirugikan.
Apa yang dilakukan Hilly Holbrook dalam novel The Help
karya Kathryn Stockett, adalah tindakan warga kulit putih yang
dianggap lumrah pada masa itu. Hilly begitu membenci orang kulit hitam
dan mewujudkannya dalam sebuah rancangan undang-undang yang disebutnya
Inisiatif Sanitasi Rumah Tangga. Rancangan undang-undang ini
mensyaratkan pemisahan kamar mandi keluarga kulit putih dengan pembantu
wanita kulit hitam. Tindakannya sungguh ironis. Sebab, Hilly adalah
anggota Liga Jackson Junior yang aktif menggalang dana untuk menolong
anak-anak Afrika kelaparan yang notabene berkulit hitam.
Bagaimana mungkin Hilly bersimpati pada Negro nun jauh di Afrika namun
bersikap antipati pada Negro di seberang kota? Itulah yang mengusik
pikiran temannya, Eugenia "Skeeter" Phelan, yang kemudian menunjukkan
sikap tidak berpihak. Skeeter tidak terprovokasi kendati anggota Liga
yang lain seperti Elisabeth Leefolt segera bersekapat, membangun kamar
mandi di luar rumah untuk Aibeleen Clark, pembantunya. Bagaimanapun
Skeeter tidak mungkin mengabaikan kenyataan kalau ia dibesarkan oleh
Constantine Bates, seorang wanita kulit hitam. Ia selalu merindukan
Constantine, apalagi saat pulang kampung seusai kuliah, Constatine
telah menghilang.
Keramahannya pada
wanita kulit hitam mencuri simpati Aibeleen. Maka, ketika Skeeter
mengajak terlibat sebuah proyek rahasia berbahaya, Aibeleen tidak
sanggup menampik. Bahkan, ia berupaya membantu mencarikan dukungan
wanita kulit hitam lain. Karena proyek ini akan mempertaruhkan hidup
dan pekerjaan, banyak yang menolak terlibat, kecuali Minny Jackson,
sahabat Aibeleen. Namun, penolakan para wanita kulit hitam lantaran
ketakutan hanya berlaku hingga salah satu dari mereka dijebloskan Hilly
ke dalam penjara. Gelombang solidaritas segera menyebar, dan secara
sukarela mereka menyingkapkan kehidupan dan pengalaman selama bekerja
sebagai pembantu keluarga kulit putih, untuk dibukukan. Bagi Skeeter
sendiri, proyek ini berpeluang dipersonanongratakan dirinya oleh banyak
warga kulit putih Jackson. Ini juga berarti akan menggagalkan rencana
masa depannya dengan seorang pria yang mau menerima kekurangan
fisiknya.
Bagi Kathryn Stokett, The Help
serupa tumpukan kenangan semasa menetap di kampung halamannya,
Jackson, Mississippi. Tumbuh dalam sebuah keluarga disfungsional,
Kathryn tidak bisa melepaskan diri dari Demetrie McLorn, pembantu kulit
hitam di keluarganya. Kepergian Demetrie untuk selamanya ketika
Kathryn berusia enam belas tahun, menyisakan pertanyaan yang terus
mengusik. Seperti apa rasanya menjadi orang kulit hitam di Mississippi
dan bekerja bagi keluarga kulit putih? Kathryn menghabiskan waktu
bertahun-tahun membayangkan seperti apa jawaban Demetrie, dan inilah
yang mendorong lahirnya novel yang berpotensi mengharubirukan hati
pembaca ini. Setelah novel diterbitkan, ada ketakutan yang menggerogot.
Mungkinkah ia telah bicara terlalu banyak perihal garis batas antara
wanita kulit hitam dan kulit putih? Mungkinkah ia terlalu sedikit
mengungkap kesengsaraan para pembantu wanita kulit hitam dan adanya
cukup banyak cinta di antara keluarga kulit putih dan pembantu kulit
hitamnya? Ketakutan Kathryn sesungguhnya tidak beralasan. Kendati
menyampaikan ketidakadilan yang dialami pembantu kulit hitam, terutama
akibat perlakuan wanita kulit putih, ia melukiskan pula sebentuk
keramahan warga kulit putih. Lou Anne Templeton misalnya, meski
termasuk anggota Liga, tidak bersedia melaksanakan ide Holly karena
berhubungan baik dengan pembantu wanita kulit hitamnya.
Kecuali
satu bagian yang dituturkan dari perspektif orang ketiga, novel
berseting 1962-1964 ini digelontor oleh tiga wanita berbeda warna kulit
dan usia. Pertama, Aibeleen, wanita kulit hitam separuh
baya bijaksana, ditinggalkan suami demi wanita lain. Setelah
membesarkan putranya seorang diri, ia diperhadapkan dengan kematian
putranya itu dalam usia belia. Saat cerita dimulai dan bergulir, ia
bekerja sebagai pembantu sekaligus pengasuh anak-anak keluarga Leefolt
yang terabaikan. Narator kedua adalah Minny Jackson, wanita kulit hitam
bertubuh pendek, tambun, dan berlidah tajam. Setelah sepuluh tahun
mengurus seorang ayah pemabuk, ia terikat pernikahan dengan pemabuk
lain yang tidak segan memukulinya. Minny sangat membenci Hilly Holbrook
yang membuatnya kehilangan pekerjaan dan sulit mendapatkan pekerjaan
baru. Maka, sebelum mundur dari kehidupan Hilly, Minny mempersembahkan
pai cokelat 'istimewa'. Belakangan, Minny bekerja di rumah Celia Rae
Foote, wanita cantik yang karena menikahi mantan kekasih Hilly, tidak
mungkin masuk Liga Jackson. Narator ketiga adalah yang termuda, Skeeter
Phelan, wanita kulit putih lulusan universitas, berpenampilan kurang
menarik dan terlalu jangkung sehingga sukar mendapatkan jodoh. Sambil
meraba-raba masa depannya, ia menjawab tantangan editor senior sebuah
penerbitan untuk membukukan sebuah ide orisinil.
Kathryn
terbilang piawai dalam hal bertutur sekalipun mesti berkisah
menggunakan perspektif orang pertama wanita kulit hitam. Ia menjangkau
jauh ke dalam hati dan benak mereka dan berhasil mengekstraksi
kerinduan, harapan, kesedihan, permasalahan, kekuatiran bahkan
kemarahan mereka. Semua terungkap secara wajar dan tanpa tersendat,
menutup kenyataan Kathryn sebagai wanita kulit putih.
Semangat
humoristis Kathry meliputi beberapa karakter ciptaannya. Aibileen,
dengan sikap serius dan bijaksana, tidak bisa membedakan 'amonia' dan
'pneumonia'. Minny yang temperamental di luar rumah, sebenarnya tidak
lebih dari wanita dungu bila berada di rumah, di hadapan suaminya.
Celia Rae Foote yang tergila-gila dengan warna pink dikemas bak Barbie imbesil yang tidak bisa mengerjakan apa-apa, namun di balik sikapnya itu, tersimpan kemarahan seorang wanita dari wilayah termiskin di Mississippi.
Cerita
pun tidak disterilkan dari selera humor sang pengarang. Tingkah laku
pria eksibisionis di pekarangan rumah Celia, apa yang dilakukan Minny
dengan pai cokelat yang dikudap Hilly, dan tragedi kakus di rumah
Hilly, niscaya akan mengundang tawa pembaca, kendati mungkin akan diawali dengan kernyitan di wajah.
Secara
keseluruhan, novel perdana Kathryn Stockett ini sangat layak dibaca.
Kisah jadul terasa segar didedahkan dengan gaya kontemporer. Sedikit
ketegangan yang dipercikkan ke dalam alur, akan mendorong pembaca
menamatkan novel ini. Khusus untuk edisi Indonesia ini, tentu saja,
kita tidak mungkin mengabaikan usaha penerjemah untuk menghasilkan
terjemahan dengan tingkat keterbacaan yang tinggi.
Sebelum
pertama kali bisa dinikmati publik, Kathryn menghabiskan 5 tahun untuk
menggarap novel ini dan menghadapi lebih dari 40 kali penolakan untuk
diterbitkan. Namun ternyata, keuletan Kathryn berbuah manis. Berhasil
diterbitkan, novel ini ini sempat setahun bertengger di puncak daftar bestseller
Los Angeles Times, beredar di lebih dari 30 negara, dan dipastikan
diadaptasi menjadi film layar lebar. Nama-nama seperti Emma Stone,
Viola Davis, Bryce Dallas Howard, dan Octavia Spencer akan
memvisualisasikan berbagai karakter ciptaan Kathryn. Uniknya, Octavia
Spencer yang adalah sahabat Kathryn akan memerankan Minny Jackson, yang
sejatinya terinspirasi darinya. Spencer tidak hanya memerankan Minny dalam film tapi juga mengisi suara dari karakter yang sama dalam versi audiobook novel The Help ini.
Tak
diragukan, Kathryn mencintai kampung halamannya. Bahkan baginya,
Mississippi tidak ubahnya ibu kandung. Tapi dengan tidak mengurangi
rasa hormat, menjadi kemestian baginya mengakui bahwa kampung
halamannya pernah menjadi saksi ketidakadilan karena perbedaan warna
kulit. Nasib malang yang dialami Constantine sangat mungkin pernah
terjadi dalam kehidupan sejumlah wanita kulit hitam di Mississippi.
Demikian pula musibah yang menimpa Robert Brown, dianiaya warga kulit
putih hingga kehilangan penglihatan gara-gara tidak sengaja menggunakan
kamar mandi kulit putih. Atau yang terjadi pada Medgar Evers, ditembak
di rumahnya sendiri karena aktivitas memajukan warga kulit hitam.
Akhirnya, jika Anda membaca buku ini, Anda mungkin akan bersepakat dengan Kathryn Stockett: "Pembantu yang baik seperti cinta sejati. Kau hanya menemukannya satu kali seumur hidup."(hlm. 449).
0 comments:
Post a Comment