12 February 2012

The Shack



Judul Buku: The Shack
Pengarang: William P. Young (2008)
Penerjemah: Perwira Leo Sabath
Tebal: 416 hlm
Cetakan: 1, 2009
Penerbit: Andi



 


Pada usia 50 tahun, William Paul Young memutuskan menulis cerita yang akan ia persembahkan kepada keenam anaknya. Pria kelahiran Kanada 11 Mei 1995 ini merasa ketika yubileum-nya dimulai, berbagai perkara yang pernah terjadi di dalam hidupnya akan dipulihkan. Sejak mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanak hingga membina keluarga, terjerat perselingkuhan, dan nyaris bunuh diri. 

Cerita yang awalnya tidak dimaksudkan untuk dibukukan akhirnya terbit setelah melewati perjalanan berliku. Draft pertama selesai Agustus 2005, kemudian direvisi berbulan-bulan dibantu tiga sahabat Young: Wayne Jacobsen –pengarang, Brad Cummings -mantan pendeta, dan Bobby Downes -pembuat film. Sayangnya, tidak ada penerbit yang tertarik menerbitkan hasil karya Young. Akhirnya, Windblown Media didirikan untuk menerbitkan sendiri The Shack sebagai buku pada Mei 2007.

***

Ditulis seolah-olah kisah nyata yang diceritakan kembali pengarangnya The Shack bergulir dari sudut pandang Mackenzie Allen Phillips, sang karakter sentral. Mack dilahirkan dari sebuah keluarga petani Irlandia-Amerika di Midwest. Di masa kecil, ia mengalami tindak kekerasan dari ayahnya, seorang pemabuk yang tampil saleh sebagai tetua gereja. Setelah meracuni botol minuman keras ayahnya –yang membuat ayahnya tewas, Mack minggat. Sempat masuk seminari di Australia, Mack lalu kembali ke Oregon, bekerja, dan menikahi Nan, seorang perawat. Mereka dikaruniai lima orang anak. Yang bungsu bernama Melissa, biasa dipanggil Missy.

Pada penghujung musim panas 4 tahun silam (dari masa kini novel), Missy diculik. Mack sedang berkemah bersama 3 orang anaknya –Kate, Josh, dan Missy- di Danau Wallowa, Oregon. Penculiknya tidak meninggalkan jejak yang bisa disigi kecuali sebuah pin kepik untuk menegaskan dirinya sebagai pembunuh serial, Pembunuh Gadis Kecil (Little Ladykiller). Sebuah tempat ditemukan dalam pencarian yang gagal: gubuk kecil reot tepi danau di sebuah lembah kecil yang tersembunyi. Penculik meninggalkan gaun merah Missy yang robek dan berlumuran darah di sana.

Kehilangan Missy menjerumuskan Mack dalam Kesedihan Besar (The Great Sadness). Hubungannya dengan Tuhan merenggang. Ia tidak mampu memahami terjadinya tragedi ini.  Ia menyangka Tuhan tengah menghukumnya menggunakan Missy, atas apa yang telah ia lakukan pada ayahnya.

Empat tahun berlalu hingga pada sebuah musim dingin Mack menerima sepucuk surat. Seseorang yang menamakan dirinya Papa menyatakan kerinduannya pada Mack seraya membuka kesempatan bertemu, jika Mack menginginkan. Di gubuk tempat gaun merah Missy ditemukan.

Papa yang Mack tahu adalah nama favorit Nan untuk Tuhan. Namun, benarkah surat itu datang dari Tuhan? Bukankah pendidikan teologisnya menegaskan bahwa sejak Alkitab ditulis Tuhan telah menghentikan seluruh komunikasi langsung dengan manusia? Betapa pun absurdnya, Mack mencoba percaya bahwa Papa yang mengundangnya benar-benar Tuhan. Ia memutuskan bertemu meskipun cuaca sedang buruk, dan ia mesti, sekali lagi, mengunjungi gubuk tepi danau itu

Sesampainya di gubuk itu, kesedihan terasa menghimpit Mack kala menyadari ketidakmampuannya menyelamatkan Missy. Ia menengadah ke langit dan berteriak getir: "Mengapa? Mengapa Kaubiarkan ini terjadi? Mengapa Kaubawa aku ke sini? Dari semua tempat untuk bertemu dengan-Mu –mengapa di sini? Apakah membunuh putriku belum cukup? Apakah Engkau juga harus mempermainkan aku?" (hlm. 115). Lalu, menyalahkan Tuhan yang dianggapnya acuh tak acuh, ia melanjutkan, "Tuhan, Engkau bahkan tidak membiarkan kami menemukannya dan memakamkannya dengan layak. Apakah itu permintaan yang kelewatan?"

Pada puncak kekecewaannya, merasa tidak digubris, Mack berniat tidak akan mencari Tuhan lagi.  Namun, sesuatu terjadi sebelum ia meninggalkan gubuk itu. Musim semi mendadak menyingkirkan musim dingin di tempat itu. Gubuk yang nyaris tumbang menjelma pondok kayu yang kokoh dan indah. Di dalamnya, Mack menjumpai Tuhan sebagai Trinitas. Allah Bapa hadir sebagai perempuan keturunan Afrika bertubuh besar yang suka masak yang bersedia dipanggil Papa. Yesus Kristus tampil sebagai tukang kayu berpenampilan Timur Tengah. Roh Kudus berwujud perempuan Asia mungil bernama Sarayu.

***

Kendati diterbitkan sendiri, The Shack berhasil menjadi buku laris versi USA Today dan terjual sebanyak 1 juta kopi pada Juni 2008. Pada Januari 2010, telah dicetak lebih dari 7 juta kopi dan bertengger pada daftar New York Times Bestseller selama 70 minggu. Popularitas akan selalu mendatangkan kritik, dan itulah yang menimpa novel ini. Kritik yang ditamparkan tidak hanya mendedahkan kesalahan teologis di dalamnya, tetapi juga menyebut novel ini sebagai bidah.

***

Perjumpaan dengan Trinitas menghasilkan serangkaian pembicaraan guna membangkitkan iman Mack. Berbagi kesempatan, Trinitas mengajarkan kembali peranan mereka dalam kehidupan Mack (dan manusia yang percaya). Mack diajak mengenal dan menerima Tuhan sebagai Papa, dituntun meyakini bahwa Yesus adalah jalan terbaik untuk berhubungan dengan Papa dan Sarayu, dan diteguhkan bahwa sebagai Roh Kudus, Sarayu akan selalu mendampinginya. 

Ketidakpahaman Mack yang membuatnya berpikir ada rantai komando di dalam Trinitas diluruskan. Tuhan menyatakan bahwa ketiga pribadi dalam Trinitas berada dalam lingkaran hubungan dan bukan rantai komando. Rantai komando akan memunculkan hierarki yang tidak masuk akal, yang sebenarnya merupakan masalah manusia, "Sekali memiliki hierarki, kalian memerlukan aturan untuk melindungi dan menjalankannya. Kemudian kalian memerlukan hukum dan penegakan aturan. Akhirnya kalian memiliki semacam rantai komando atau sistem atau tata tertib yang menghancurkan hubungan, alih-alih mendukungnya," kata Yesus (hlm. 187). "Sebagai kesempurnaan ciptaan, kalian dibuat menurut citra kami, tidak terhambat oleh struktur, dan bebas untuk semata-mata 'ada' dalam hubungan dengan aku dan satu sama lain. Jika kalian benar-benar belajar untuk menghargai kepentingan satu sama lain sepenting kepentingan kalian, hierarki tidak akan diperlukan," lanjutnya (hlm. 189).

Setiap pertanyaan dan keberatan Mack dilayani demi mengajarinya pemahaman baru tentang Tuhan. Bahwa Tuhan sesungguhnya membatasi diri karena menghargai manusia. Tuhan lebih senang menyembuhkan ketimbang menghukum. Tuhan baik dan ingin berbagi kasih serta sukacita dengan Mack. Tuhan bukanlah seperti yang dihakimi Mack. "Engkau melihat kepedihan dan kematian sebagai kejahatan utama dan Tuhan sebagai pengkhianat utama, atau, kemungkinan terbaik, sebagai yang secara mendasar tidak bisa dipercaya. Engkau mendiktekan peraturannya, menghakimi perbuatanku, dan mendapati aku bersalah," kata Papa (192).

Sophia, perempuan cantik berwajah Hispanik yang adalah personifikasi kebijaksanaan Tuhan menandaskan bahwa Kesedihan Besar yang melanda hidup Mack adalah wujud ketidakpercayaan Mack pada Tuhan. Mack tidak percaya jika Tuhan lebih suka menyembuhkan ketimbang menghukum –sehingga mengklaim penculikan Missy sebagai hukuman Tuhan. Ia juga tidak percaya Tuhan yang dianggapnya mengecewakan dengan tidak mencegah penculikan Missy.

Kehilangan Missy memang bisa menjadi sarana Tuhan untuk memperbaiki keimanan Mack, namun Tuhan juga mengatakan, "Mack, hanya karena aku membuat kebaikan luar biasa dari tragedi yang tak terucapkan, tidak berarti aku yang merancang tragedi itu. Jangan pernah berpikir bahwa jika aku menggunakan sesuatu, berarti aku menyebabkannya terjadi atau aku memerlukannya untuk mengerjakan maksudku. Itu hanya akan menuntunmu pada gagasan yang keliru tentang aku. Kasih karunia tidak bergantung pada penderitaan. Namun di mana terdapat penderitaan, engkau akan menemukan kasih karunia dalam banyak wajah dan warna." (hlm. 291-292).

Lalu, mengapa kejahatan yang mencetuskan tragedi ini bisa terjadi?  "Semua kejahatan mengalir dari kemandirian, dan kemandirian adalah pilihan kalian. Seandainya aku semata-mata membatalkan pilihan kemandirian, dunia yang kau tahu akan lenyap dan cinta tidak akan punya arti. Dunia ini bukan taman bermain di mana aku menjaga semua anakku bebas dari kejahatan. Kejahatan  adalah kekacauan zaman ini yang kalian bawa kepadaku, tetapi bukan kejahatan yang memegang keputusan terakhir. Sekarang kejahatan menyentuh setiap orang yang kukasihi, orang-orang yang mengikuti aku dan yang tidak. Jika aku menyingkirkan konsekuensi dari pilihan kalian, aku menghancurkan kemungkinan dari kasih. Kasih yang memaksa sama sekali bukan kasih, " jawab Papa (hlm. 299-300).

Jadi, bagaimana Mack bisa diperbaiki? Hanya ada satu jalan, yaitu berpaling kembali kepada Tuhan dengan penyerahan diri, dengan cara mematikan kemandirian. Mungkinkah itu terjadi?

***

Mack tidak hanya mendapatkan pemahaman mendalam tentang Tuhan, manusia, dan hubungan di antara keduanya, di dalam perjumpaannya dengan Trinitas. Ia juga mendapatkan kesempatan untuk mengampuni mendiang ayahnya dan penegasan bahwa penculikan Missy bukan kesalahan Kate, putrinya yang bermain kano saat penculikan Missy. Apakah hanya sampai di sini dan perjumpaan pun usai? Tentu saja belum. Masih ada satu yang akan disingkapkan Tuhan untuk menyempurnakan proses belajar dan kesembuhan Mackenzie Allen Phillips.

***

Setiap orang –mungkin akan- memiliki Kesedihan Besar. Duka, impian yang kandas, ataupun hati yang remuk. Juga, akan memiliki gubuknya sendiri, tempat yang akan dilewati untuk menemukan penyembuhan. Hal inilah yang tersirat dalam judul, dan diperkuat oleh tampilan sampul depan novel karya sarjana agama lulusan Warner Pacific College di Portland, Oregon, ini. Sebagai novel Kristiani, penyembuhan yang diangsurkan Young hanya diperoleh di dalam keborosan kasih karunia Tuhan yang menyatakan diri sebagai Trinitas. Tidak heran, mayoritas cerita berpusar di gubuk tempat harapan Mack karam kemudian mengapung kembali.

Yang menarik (dan provokatif) dalam novel ini, untuk memahami hati Tuhan, Young menghadirkan Trinitas sebagai manusia yang disesuaikan dengan peranan masing-masing. Young memaparkan alasannya melalui Papa yang berkata, "Mackenzie, aku bukan laki-laki dan bukan pula perempuan, meskipun kedua jenis kelamin itu diturunkan dari hakikatku. Jika aku memilih untuk terlihat  di hadapanmu sebagai seorang laki-laki atau perempuan, itu karena aku mengasihimu. Bagiku, terlihat sebagai seorang perempuan di hadapanmu dan menyarankanmu untuk memanggilku Papa adalah semata-mata untuk menggabungkan kiasan-kiasan, untuk membantumu bertahan supaya tidak terjatuh kembali sedemikian mudah dalam pengkondisian religiusmu." (hlm. 139-140).

***

Hasil terjemahan edisi Indonesia termasuk gemilang. Sukar menemukan untaian kalimat yang tercela oleh kekeliruan atau kekikukan penerjemahnya. Meskipun begitu, dalam edisi Indonesia pun, tetap diperlukan fokus untuk menuntaskan novel ini. Sebab, sambil membaca, pembaca akan berkesinambungan diumpani bahan perenungan. Bagi sementara pembaca mungkin akan sedikit memukul mundur semangat, namun bagi saya, sebagai novel keimanan, The Shack  tetap layak ditamatkan.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan