Judul Buku: Libri di Luca
Pengarang: Mikkel Birkegaard (2007)
Pengarang: Mikkel Birkegaard (2007)
Penerjemah: Fahmy Yamani
Diterjemahkan dari: The Library of Shadows
Tebal: 588 hlm, 15 x 23 cm
Cetakan: III, April 2010
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Beberapa buku bagaikan diisi kembali setiap kali dibaca, jadi pembacaan berikutnya dari buku itu terdengar lebih kuat―lebih efektif dalam mengomunikasikan pesan dan emosi yang ada di dalamnya. Oleh karenanya, buku yang lebih tua dan semakin sering dibaca lebih kuat dari buku baru yang belum pernah dibaca. (hlm. 63).
Agar sebuah buku bisa berbicara, diperlukan pembaca. Tapi, membaca buku bukanlah hal sepele, apalagi jika dilakukan dengan bersuara keras. Membaca buku bisa menjadi kegiatan berbahaya, baik bagi yang membaca maupun yang mendengar. Itulah yang merasuk pikiran Jon Campelli, karakter utama novel Libri di Luca karya Mikkel Birkegaard, pada hari pemakaman ayahnya, Luca Campelli.
"Membaca adalah kombinasi dari mengenali simbol dan pola, menghubungkannya dengan suara dan mengumpulkannya menjadi suku kata sampai akhirnya mampu menginterpretasikan arti sebuah kata," kata seorang Lector. "Banyak
daerah di otak yang terlibat dalam menerjemahkan simbol menjadi suara
atau memahami bila kamu membaca sendiri. Dan saat itulah, saat proses
tersebut berlangsung, sesuatu yang luar biasa terjadi. Untuk beberapa orang, aktivitas otak meliputi daerah otak yang membuat kita mampu memengaruhi mereka yang mendengar ... tanpa disadari
oleh mereka, memengaruhi pandangan mereka akan tulisan, tema, atau hal
lainnya. Kalau kita mau, kita bisa mengubah pendapat seseorang tentang
sebuah masalah dengan menambahkan penekanan."
Menambahkan
penekanan dengan membaca keras-keras akan memengaruhi persepsi dan
sikap para pendengar. Para pembaca buku yang terlatih ini disebut
Lector. Kemampuan mereka bersifat genetis dan memerlukan pengaktifan.
Ada dua macam Lector, Pemancar dan Penerima. Pemancar memengaruhi
persepsi dan sikap pendengar terhadap tulisan
yang sedang dibaca. Penerima memengaruhi persepsi dan sikap orang yang
membaca―termasuk membaca dalam hati―serta bisa membaca apa yang
meningkahi pikiran orang itu selama membaca. Luca
Campelli, pemilik toko buku antik tertua di Kopenhagen, Libri di Luca,
adalah seorang Pemancar. Jon mengetahuinya setelah ayahnya meninggal
secara mendadak sepulang bepergian, dikelilingi buku-buku
kesayangannya.
Sejak
20 tahun silam, pertikaian telah merebak dalam tubuh Perkumpulan
Pencinta Buku yang merangkul Pemancar dan Penerima. Berbagai peristiwa
terjadi dan menghasut mereka untuk saling tuduh. Luca telah berusaha
mendamaikan kedua pihak, tapi berbarengan dengan kematian istrinya, ia
tidak bisa mencegah perpecahan perkumpulan menjadi dua kelompok.
Kematiannya yang diikuti serangan untuk membakar toko bukunya,
memperparah hubungan mereka.
Di
usia 32 tahun, Jon dikenal sebagai pengacara dengan kemampuan
mempresentasikan argumentasi penutup di ruang sidang. Saat kisah
dimulai, ia sedang membela Muhammad Azlan, pria keturunan Turki yang
dituduh menadah barang curian. Sukses memenangkan perkara Muhammad, Jon
dipercaya membela Otto Remer, pebisnis yang disebut-sebut
membangkrutkan ratusan perusahaan dengan aksi pembajakan. Meski harus
membagi waktu dengan investigasi kematian ayahnya, Jon berupaya
menangani kasus Remer. Hanya saja, bukan memberi informasi penting
terkait kasusnya, Remer lebih tertarik membicarakan Libri di Luca. Jon
meninggalkan kasus Remer seiring pemecatan dari pekerjaannya.
Svend
Iversen yakin Jon memiliki kemampuan Lector. Kendati tidak mudah
diyakinkan, pasca pemecatan, Jon bersedia diaktifkan. Hasilnya sungguh
menakjubkan, ia memiliki kekuatan dahsyat sebagai Pemancar. Begitu
diaktifkan, Jon memutuskan meneruskan investigasi kematian ayahnya yang
telah menyempit pada kemungkinan adanya Organisasi Bayangan dari
Perkumpulan Pencinta Buku. Informasi yang ia dapat sebelumnya
mengatakan bahwa Luca sedang berusaha mengungkap keberadaan organisasi
yang mengisruhkan perkumpulan. Cinta yang menggelegak di antara Jon dan
Katherina, anggota perkumpulan pengidap disleksia, menunjang
penyelidikan. Tapi sungguh tidak mudah menemukan si biang onar, apalagi
ketika seorang dari perkumpulan terbukti berkhianat. Dalam
keadaan tidak berdaya, Jon menemukan dirinya dibawa ke Alexandria,
Mesir, tempat di mana sejarah Lector pertama kali disigi.
Katherina
tidak bergeming. Bersama Henning Petersen, anggota perkumpulan yang
lain, dan Muhammad yang ikut terseret, ia menyusul Jon. Di kota yang
didirikan Alexander Agung untuk menjadi pusat pendidikan dan
pengetahuan paling terkenal di dunia, telah dibangun kembali Bibliotheca Alexandrina atas kerja sama pemerintah Mesir dan UNESCO. Sebelum Bibliotheca Alexandrina
yang asli dihancurkan oleh peperangan, perampokan, dan pembakaran,
diperkirakan perpustakaan itu menyimpan 750.000 buku. Lebih dari 700
tahun perpustakaan itu menjadi pusat literatur dan pendidikan di dunia,
sehingga banyak sekali buku yang telah berulang diisi kembali.
Walaupun telah musnah, tidak berarti buku-buku itu kehilangan pengaruh.
Jon akan menyadari kekuatan buku-buku itu seraya mendapatkan pemahaman
apa yang telah merongrong persatuan Perkumpulan Pencinta Buku.
Libri di Luca merupakan sebuah novel thriller yang tidak menjadi menarik karena unsur thriller-nya. Daya pikat utamanya justru terletak pada unsur fantasi yang meliputinya. Bagi
para pembaca buku, kisah pembacaan buku dengan efek serupa sihir, akan
menjadi sesuatu yang memabukkan. Kita sudah tahu buku punya potensi
berbahaya seumpama senjata. Informasi yang dikandungnya mampu melakukan
hal-hal seperti guncangan iman, penggulingan kekuasaan, kericuhan
publik, ataupun legitimasi tindakan kriminal. Dalam novel ini, di tangan
para Lector, buku bisa menjelma senjata menyeramkan. Mampu
mengakibatkan pembunuhan dan menyalurkan kekuatan tidak terbatas.
Semakin tua sebuah buku, semakin sering dibaca, semakin banyak energi
yang terakumulasi. Semakin klasik sebuah buku, semakin berbahaya.
Novel
dirancang dengan cemerlang, pembukaan dan penutup sama-sama menggedor.
Setelah mengangsurkan misteri pada bagian pertama, usaha pengarang
menggelontor gagasan mengenai dunia buku dan para Lector pada paruh
pertama akan membuat novel bergerak lambat.
Meskipun begitu, sama sekali tidak membuat novel kedodoran.
Bagaimanapun pengungkapan eksplisit seting yang digunakan sangat
penting guna meyakinkan pembaca, sekalipun novel ini tergolong novel
fantasi. Memasuki paruh kedua, novel bergerak lebih cepat, setiap
halaman semakin mengundang untuk dibalik. Hingga mencapai klimaks yang
mencengangkan, pengarang tetap mampu mengendalikan laju ceritanya. Bagi
saya, dari segi penulisan, Mikkel Birkegaard berhasil memeragakan
keunggulan yang dimilikinya.
"Tidak
diragukan lagi, kamu bisa menghasilkan kekuatan yang hebat dengan
tulisan berbahasa Inggris dan mungkin bahkan Italia, tetapi efeknya
selalu lebih kuat dalam tulisan dengan bahasa asli kita. Untuk mengisi
tulisan itu, kita harus mengenal bahasanya dan semakin baik kita
mengenalnya maka semakin besar kemungkinannya dijadikan alat untuk
mencapai tujuan kita," kata si karakter antagonis (hlm. 452).
Inilah yang menjadi alasan signifikan penetapan latar belakang Italia
untuk karakter Luca dan Jon. Luca yang berasal dari Italia sedang
membaca buku berbahasa Italia ketika meninggal secara mengenaskan.
Demikian pula buku yang dibaca Jon saat novel mencapai klimaks.
Di
penghujung novel, kita akan melihat keajaiban lain dari sebuah buku.
Sebuah buku akan memanggil pulang kenangan masa lalu seperti orang
amnesia mendapatkan kembali ingatan. Sebuah buku akan menjadi jembatan
kasih sayang, seperti yang terlukis dalam hubungan Luca dan Jon.
Memang, sebuah buku bisa juga mengakibatkan pembunuhan, tapi bahkan hal
ini hanya meneguhkan keajaiban sebuah buku.
Dalam edisi Denmark, novel ini aslinya berjudul Libri di Luca (2007). Diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh oleh Tiina Nunnally, novel ini diberi judul The Library of Shadows (2008). Edisi Indonesia diterjemahkan Fahmy Yamani dari The Library of Shadows, dan judul aslinya dikembalikan.
Libri di Luca adalah buah sulung imajinasi Mikkel
Birkegaard, pria Denmark kelahiran 1968 dan berprofesi sebagai
pengembang teknologi informasi. Novel ini mencetak kesuksesan di
Denmark―cetakan pertamanya terjual 10.000 eksemplar dalam waktu 3
hari―dan setelah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa masuk kelompok
"International Bestseller". Menyusul Libri di Luca, Birkegaard telah menerbitkan Over mit lig (Over My Dead Body, 2009).
0 comments:
Post a Comment