Judul Buku: Breakfast at Tiffany's
Penulis: Truman Capote
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Tebal: 164 hlm; 13 x 20,5 cm
Tebal: 164 hlm; 13 x 20,5 cm
Cetakan: 1, Februari 2009
Penerbit: Serambi
Breakfast at Tiffany's adalah salah satu karya Truman Capote (1925-1984) yang telah melambungkan namanya sebagai salah satu pengarang papan atas Amerika. Ditulis dalam bentuk novel pendek (novella), Breakfast at Tiffany's pertama kali terbit tahun 1958 dalam sebuah kumpulan cerita bertajuk Breakfast at Tiffany's: A Short Novel and Three Stories.
Sebagai
karakter utama, Capote menciptakan sosok perempuan bernama Holly
Golightly. Kabarnya, Holly menjadi karakter favorit sang pengarang dari
semua karakter yang pernah ia ciptakan. Karakter ini didasarkan pada
beberapa selebritas wanita pada zamannya dan sebelumnya, oleh Capote,
diberi nama Connie Gustafson. Saat diperkenalkan kepada pembaca, Holly
belum berusia 19 tahun, seorang perempuan berpenampilan menawan dengan
rambut cepak dicat warna-warni. Perempuan yang suka menyapa orang dengan
"Darling" ini kabur dari rumahnya pada usia 14 tahun menuju Holywood,
dan disebut-sebut berasal dari Boston. Mencampakkan masa depannya
sebagai bintang di Holywood, Holly minggat ke New York.
Setelah
menjadi figuran di Holywood, Holly punya alasan tersendiri untuk tidak
menjadi seorang bintang film terkenal (hlm. 55). Menurut Holly, sangat
penting bagi seorang bintang film untuk tidak memiliki ego sama
sekali. Padahal, dirinya punya ego raksasa. Menjadi bintang memang akan
membuatnya kaya dan terkenal, namun akan memaksanya menyingkirkan ego.
Bukan berarti Holly tidak ingin kaya dan terkenal, "Tapi
jika saat itu tiba, aku masih ingin memiliki egoku. Aku ingin tetap
menjadi diriku sendiri saat terbangun pada suatu pagi yang cerah dan
sarapan di Tiffany's. Aku tidak ingin memiliki
apa pun hingga aku tahu bahwa aku telah menemukan tempat untuk
menampung diriku dan segala milikku. Saat ini aku belum yakin di mana
tempat itu berada. Tapi, aku tahu seperti apa wujudnya. Tempat itu
seperti Tiffany's."
Di New York, Holly tinggal di sebuah apartemen dari bata cokelat di East Seventies. Ia
tidak mengisi ruangannya dengan perabot dan memelihara kucing yang tak
ia beri nama. Seperti katanya, ia akan membeli perabot dan memberi nama
kucingnya, jika ia telah bisa menemukan tempat sungguhan yang
membuatnya merasa seperti sedang berada di Tiffany's. Jangan salah.
Tiffany's memang menjual berlian, namun Holly tergila-gila tempat itu
bukan karena ia pencinta berlian. Baginya, berlian adalah aksesori
perempuan yang sudah benar-benar tua. Tiffany menjadi tempat favorit
Holly karena ke sanalah ia pergi ketika sedang 'merasa merah' dan
langsung merasa tenang dan lebih baik.
Di dalam lingkungan pergaulan Holly, tidak ada yang tahu, sesungguhnya Holly bukanlah nama asli. Ia menyimpan rapat cerita
masa lalu yang telah ia tinggalkan. Baginya, hanya dua hal yang boleh
dibawa dari masa lalunya: kenangan akan Fred, abangnya dan kedoyanannya
pada laki-laki yang jauh lebih tua darinya.
Meski
terlibat dengan berbagai laki-laki kalangan atas New York, perempuan
berjiwa bebas yang getol berpesta ini bukan tukang porot. Setiap Kamis
ia mesti mengunjungi Salvatore Tomato, gembong mafia yang disekap di
penjara Sing Sing. Dan untuk apa yang ia lakukan ini, setiap kali
berkunjung, ia mendapatkan seratus dolar yang digunakannya untuk
membiayai hidup.
Namun,
waktu menunjukkan kepada Holly jika ia tidak akan terus menikmati
kehidupan semacam itu. Meski Tiffany's ada di sana, tidak ada "tempat
seperti Tiffany's" yang membuat Holly tetap bertahan untuk tinggal,
membeli perabot dan memberi nama kucingnya.
Berseting
utama tahun 1940-an di New York, cerita dalam novella ini dituturkan
menggunakan perspektif orang pertama, yaitu seorang pemuda yang saat
cerita dimulai, sedang berusaha menerbitkan tulisannya. Tidak
disebutkan dengan pasti siapa nama narator ini. Holly memanggilnya
Fred, seperti nama abangnya, sebelum abangnya meninggal. Setelah
abangnya meninggal, Holly memanggilnya Buster atau kadang Cookie. Tetapi
sebenarnya, Truman Capote-lah, si penulis Breakfast at Tiffany's,
yang menjadi narator. Bukan hanya karena pemuda dalam novella ini
disebut-sebut sebagai pengarang, tetapi dalam cerita ini juga disebutkan
jika si narator berulang tahun tanggal 30 September (hlm. 115). Truman
Capote lahir pada 30 September 1924 di New Orleans (Louisiana).
Breakfast at Tiffany's
ditulis sebagai kenangan sang narator akan perempuan eksentrik yang
dijumpainya semasa menghuni apartemen di East Seventies di masa
lalunya. Mereka berkenalan, kemudian bersahabat, tanpa memaksakan cinta
hadir di tengah mereka. Bukan berarti tidak ada cinta yang disemai
dalam lembar-lembar novel pendek ini. Hanya, bukan si narator yang
mengalami manisnya cinta dengan Holly. Ia hadir bak penonton, merekam
percintaan Holly yang jauh dari kesan romantis dan seolah begitu mudah
memudar. Pada halaman 103, si narator memang menyatakan pernah jatuh cinta kepada Holly, tapi bukan jenis cinta antara lelaki dan perempuan.
Boleh dikata, Breakfast at Tiffany's
ditulis dengan lugas. Pembaca tidak akan berhadapan dengan cerita yang
diracik berbelit-belit dalam buku tanpa pembagian bab ini. Juga
tidak akan menemukan konflik eksplosif di dalamnya yang melibatkan
tokoh-tokoh utama novel. Capote memang hanya fokus pada kisah hidup
Holly beserta kejutan-kejutan yang dialaminya. Konflik berarti yang ada
hanya berpusar dalam diri Holly sendiri. Namun, ini tidak lantas
membuat Breakfast at Tiffany's tidak menarik atau hadir
seadanya saja. Segala aspek mengenai Holly terasa menggelitik dan
menyentuh pada bagian yang tepat. Paling mengesankan adalah ikhwal
kerinduannya untuk menjangkau kebahagiaan, menemukan tempat di dalam
hidupnya yang mampu membuatnya tenang.
Karena
bukan kisah romantis, dan memang tidak ditulis dengan romantis, saya
suka pamungkas yang disuguhkan Capote. Olehnya, kisah Holly dibuat
dengan akhir yang tidak tuntas. Ia tidak memberikan kepastian mengenai
nasib Holly. Tidak memberi tahu pembaca apakah akhirnya Holly
benar-benar menemukan tempat yang ia cari. Namun, dengan akhir seperti
itu, Capote memberikan sengatan yang masih akan dikenang pembaca,
bahkan lama setelah cerita selesai dibaca.
Pada tahun 1961, Breakfast at Tiffany's
dialihwahanakan menjadi sebuah film berjudul sama oleh sutradara Blake
Edwards. Film ini mengubah kisah Capote yang tidak romantis menjadi
kisah romantis. Dan memberikan akhir berbeda yang bahagia ala Holywood:
menjodohkan Holly dan si "Fred". Film ini meraih sukses besar di
seluruh dunia dan meningkatkan popularitas Audrey Hepburn yang
memerankan Holly. Namun membuat Capote kecewa. Sebab, sewaktu menjual
hak untuk pembuatan film karyanya ini kepada Paramount Studios, Capote
menginginkan Marilyn Monroe yang memerankan Holly Golightly. Nyatanya,
selain keinginannya ini tidak diindahkan, cerita aslinya diubah untuk memuaskan selera Holywood.
Edisi
Indonesia yang diterjemahkan Berliani Nugrahani ini terbilang enak
dibaca. Selain setia mempertahankan gaya tutur Capote, penerjemah ini
kerap membagi satu alinea dalam bahasa Inggris yang cukup panjang
menjadi beberapa alinea dalam bahasa Indonesia, sehingga lebih mudah
dicerna.
0 comments:
Post a Comment