12 February 2012

Perahu Kertas



Judul Buku: Perahu Kertas
Pengarang: Dewi Lestari –Dee
Tebal: xii + 444 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Agustus 2009
Penerbit: Bentang Pustaka & Truedee Pustaka Sejati






Jika Anda ingin membaca kombinasi teenlit dan chicklit dalam satu kemasan, Anda bisa menemukan dalam Perahu Kertas, buku keenam Dewi Lestari –penulis yang namanya melambung lewat novel Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Judulnya mungkin akan mengingatkan kita pada buku kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono (1982) bertajuk sama, tetapi ternyata novel ini tidak berkaitan dengan karya sastra itu. Perahu Kertas-nya Dewi Lestari berisikan kisah asmara sepasang anak muda, Keenan dan Kugy.

Keenan, blasteran Indonesia-Belanda, mewarisi bakat melukis ibunya yang sudah ditinggalkan. Ia seorang anak muda yang introver, halus, tidak suka keramaian dan lebih senang menyendiri untuk melukis. Ia dipanggil ayahnya kembali ke Indonesia karena tidak ingin kehidupan Belanda menjadikannya seorang seniman. Keenan tidak mengerti jalan pikiran ayahnya yang berhasil ditolerir ibunya; berhenti melukis untuk menghormati suaminya. Di benak sang ayah, Keenan adalah penerima tongkat estafet kepemimpinan perusahaan trading-nya.

Sebaliknya Kugy, dari keluarga yang merdeka menentukan pilihan. Gadis mungil, ekstrover dan berantakan ini, bercita-cita menjadi penulis dongeng. Kugy mengimajinasikan dirinya sebagai anak buah Dewa Neptunus yang diutus menjadi mata-mata di daratan. Ia menciptakan tradisi menulis surat kepada Neptunus untuk melaporkan apa yang terjadi dalam hidupnya. Surat-suratnya dilipat menjadi perahu kertas kemudian dilarung di laut. Meskipun setelah bertumbuh besar ia sadar surat-suratnya tidak mungkin berlabuh karena Neptunus tidak ada, ia tetap melangsungkan tradisi ini. Jika tidak ada laut, kali, empang atau selokan pun jadi.

Kedua anak muda berzodiak Aquarius itu bertemu di Bandung, sama-sama menjadi mahasiswa di universitas yang sama. Hanya, kalau Keenan kuliah Manajemen –sesuai rencana ayahnya, Kugy kuliah Sastra –sesuai rencananya sendiri. Pada hari pertama bertemu Kugy telah mempercayakan kumpulan cerita dongengnya untuk dibaca Keenan. Bahkan selanjutnya, mau mengisbatkan Keenan sebagai Agen Neptunus yang baru.

Cinta yang kemudian timbul di hati mereka tidak berlangsung mulus. Kugy sudah punya kekasih, dan mendadak pula Wanda, seorang kurator lukisan muda, masuk ke dalam kehidupan Keenan. Mereka saling merindukan sekaligus saling menghindar. Dalam situasi seperti itu, takdir seolah melakukan intervensi, mereka dipertemukan sebagai pengajar sukarela di Sakola Alit, sekolah darurat yang digagas para mahasiswa untuk anak-anak miskin. Sesuai janjinya, bagi anak-anak yang diajarnya, Kugy membuatkan dongeng berjudul 'Jenderal Pilik dan Pasukan Alit'. Sebagai kenang-kenangan, hasil karyanya itu diberikan kepada Keenan.

Berkat Wanda, empat lukisan Keenan yang dipajang di galeri milik ayahnya, mendapatkan pembeli. Terjualnya lukisan-lukisan itu membuat Keenan percaya diri. Ia memutuskan berhenti kuliah dan hidup sebagai pelukis. Tetapi setelah keputusan itu dilaksanakan, Keenan menemukan kenyataan menyakitkan: Wanda-lah pembeli semua lukisannya. Kontan hal ini menggemboskan semangat Keenan. Lukisan Jenderal Pilik yang dibuat berdasarkan cerita Kugy akan menjadi lukisan terakhirnya. Keenan pun mengungsi ke Ubud (Bali) menyusul lukisan-lukisan yang dikirimnya kepada Pak Wayan, lajang lapuk yang menyayanginya. Ia tidak menyangka salah satu lukisannya akan merebut hati seorang kolektor dan memompa semangatnya untuk kembali melukis. Di Ubud juga, Keenan memperoleh cinta seorang gadis Bali yang cantik dan cerdas, Luhde Laksmi.

Kehilangan Keenan membuat Kugy ingin segera menyelesaikan kuliah. Ia berhasil, bahkan sebelum diwisuda sudah mendapatkan pekerjaan sebagai copy writer di sebuah biro iklan. Di sana ia menemukan cinta seorang lelaki tampan dan mapan, atasannya sendiri, bujangan yang menjadi rebutan banyak perempuan, Remi.

Ketika takdir kembali mempertemukan mereka, Keenan dan Kugy tidak sendirian lagi. Satu yang mereka inginkan begitu menyerap kenyataan itu adalah membuat karya kolaborasi, Kugy sebagai penulis cerita dan Keenan sebagai pelukis.  Setelah berputar menjadi sesuatu yang bukan diri mereka, akhirnya mereka menemukan diri mereka sebenarnya: penulis dongeng dan pelukis.

Sembari menanti suguhan akhir menentukan yang akan dihidangkan pengarang, kita juga akan mendapat pengungkapan misteri yang menyelubungi ketegaran hati Adri, ayah Keenan. Apa sebenarnya yang membuat Adri bersikeras merintangi Keenan anaknya yang berbakat melukis untuk menjadi dirinya sendiri? Lalu, apakah akhirnya ia akan membebaskan putra kesayangannya memilih? Yang jelas, untuk sebuah novel romantis seperti Perahu Kertas penutup membahagiakan akan selalu menjadi pilihan pembaca. Dee sadar hal ini, tetapi tetap memberikan jalan sempit berkelok yang tidak gampang dilewati sejoli karakter utama. Alhasil, membaca novel ini terasa bagaikan menyaksikan tayangan film romantis Holywood semisal Serendipity -dibintangi Kate Beckinsale dan John Cusack.  Hanya saja, dalam format novel, Perahu Kertas terkesan berlarat-larat.

Dari segi gaya bahasa, Dee tidak perlu diragukan lagi. Ia menulis secara luwes, kocak dengan takaran tepat mewakili dunia tempat ia berpijak, dan –tetap- secerdas karya terdahulunya. Genre boleh beda, tetapi tetap diolah dengan kecakapan yang sama. Setiap bab akan menghalau kita segera pergi ke bab berikutnya dengan intensitas sama. Walau harus diakui, imajinasi Dee yang membuat dunia menciut, bisa menimbulkan kesan garing. Pada saat-saat yang menentukan dalam kehidupan kedua karakter utamanya, Dee benar-benar amat mengandalkan faktor kebetulan. Hingga akhir yang legit, kebetulan demi kebetulan akan beruntun menohok pembaca. Klise, tetapi mungkin merupakan cerminan hidup.

Pada hakikatnya, menjadi diri sendiri membutuhkan proses panjang. Menjadi diri sendiri juga membutuhkan keberanian untuk melangkah. Kejujuran akan menjadi elemen pelengkap. Baik Keenan maupun Kugy akan menjadi contoh keberhasilan  dalam proses itu.

Menurut pengakuan pengarang ("Melajulah Perahu Kertasku....") ide penulisan novel ini tidak baru. Perahu Kertas sudah mengambang di lautan imajinasi sejak 1996. Dee telah mencoba menulis kisah Keenan dan Kugy tetapi tidak menyelesaikannya. Tahun 2007, menerima tawaran sebuah perusahaan content provider yang ingin mengonversi buku-bukunya ke dalam versi digital, Dee menulis kembali kisah Keenan dan Kugy. Judulnya disesuaikan dengan benang merah yang merajut seluruh kisah di dalamnya, Perahu Kertas.

Saat menceritakan proses kreatif novel ini, Dee mengaku menulis kisah Keenan dan Kugy karena terinspirasi cerbung dan komik serial yang pernah ia baca. Ia menyebut cerbung Ke Gunung Lagi (Katyusha) yang muncul di majalah HAI dan 26 komik serial Popcorn (Yoko Shoji). Perempuan yang muncul sebagai peringkat pertama dalam polling nasional "Penulis Perempuan yang Paling Dikenal di Indonesia" 2009 ini telah berhasil mewujudkan keinginannya. Pada April 2008, Perahu Kertas muncul secara bersambung dalam versi digital (WAP) dan saat ini kita boleh memilikinya dalam versi cetak.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan