15 February 2012

Dari Datuk Ke Sakura Emas


 

Judul Buku: Dari Datuk Ke Sakura Emas
Pengarang: A. Fuadi, dkk.
Tebal: 168 hlm; 20 cm

Cetakan: 1, April 2011
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama




Seluruh royalti buku ini akan disumbangkan oleh para penulis kepada Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.” Demikianlah yang terbaca di sampul belakang kumpulan cerita pendek bertajuk Dari Datuk Ke Sakura Emas. Bungarampai ini memang lahir sebagai aksi keprihatinan atas apa yang mengancam Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (sering disingkat PDS). PDS yang didirikan secara pribadi oleh sastrawan dan kritikus HB Jassin yang kemudian beralih ke Pemda DKI terancam tidak bisa meneruskan kegiatan operasional sehari-harinya gara-gara pemotongan anggaran. Padahal PDS telah menyumbangkan jasa pada berbagai kalangan yang meneliti kesusastraan Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri, ataupun yang memanfaatkannya sebagai tempat pertemuan penulis, diskusi sastra, kegiataan kesenian, dan peluncuran buku.

Sebagaimana disebutkan dalam bagian Pengantar yang ditulis Eka Kurniawan, bersama Clara Ng, ia mendapat tugas sebagai tukang kumpul dan juru tagih cerpen pada penulis-penulis yang bersedia terlibat dalam proyek ini. Tidak lebih dari 2 minggu sejak gagasan ini lahir, 14 belas cerpen dari 14 penulis dengan latar belakang beragam pun bisa dihimpun. Maka terbitlah Dari Datuk Ke Sakura Emas, antologi beragam tema dan beragam gaya penulisan. 

Cerita pendek berjudul Datuk karya Ahmad Fuadi, penulis novel Negeri 5 Menara dan Ranah Tiga Warna ini membuka perjalanan pembaca menuju Sakura Emas karya Sitta Karina. Menjadi datuk bagi seorang Malin adalah sebuah pengabdian dan cita-cita. Lima tahun sudah ia menjadi Datuk Batungkek Ameh dan mengemban tugas sebagai pemangku adat bagi warga sukunya. Ia telah menjalankan tugasnya dengan ikhlas dan konsisten hingga beberapa peristiwa mengubah cara pandangnya terhadap pengabdian. Sawahnya yang hanya beberapa petak gagal panen, dua ekor sapi gembalaannya mati, dengan demikian ia kehilangan sandaran kehidupannya. Padahal Buyung, putra semata wayangnya akan tamat SMA dan kuliah di ibukota provinsi. Ketika sang datuk diundang untuk memimpin acara adat di Padang, dia membayangkan akan mendapat sedikit solusi untuk permasalahan ekonominya.

Sebelum tiba di Sakura Emas, kita akan dihadapkan dengan Sebuah Keputusan karya penulis belasan biografi pesohor dan novelis, Alberthiene Endah. Penerima penghargaan Adikarya Award 2005 melalui novel Jangan Beri Aku Narkoba ini mendedahkan isi hati kekasih seorang perempuan bernama Amelia yang memutuskan menikah dengan pria pilihan orangtuanya. Mereka telah hidup bersama selama tiga tahun, ia mencintai Amelia melebihi apa pun, Amelia sendiri mengaku merasa aman dan terlindungi bersamanya. Lantas, mengapa Amelia tidak bisa menikah dengannya? Kendati pengarang mencoba menyimpan identitas si narator untuk menciptakan kejutan di penghujung, saat cerita mengalir, dari caranya bertutur, kita sudah bisa menebak-nebak identitasnya.

Sebuah Keputusan mengantar kita Ke Seberang Dermaga. Andrei Aksana, pria penulis novel metropop, lagi-lagi mengulang tema yang hampir basi karena keseringan digarap penulis kita. Jika Alberthiene Endah mengumbar kehancuran hari seorang kekasih menyongsong keputusan perpisahan pasangannya, Aksana mengumbar kehancuran hati seorang istri yang menemukan perselingkuhan suaminya. Sembari mengurai perjalanan tanpa tujuan sang istri yang patah hati, secara paralel Aksana mengungkap sebab musabab kekecewaannya serta godaan untuk membalas kelakuan suaminya.

Setelah Ke Seberang Dermaga kita akan digedor kerinduan seorang emak untuk naik haji. Zein, putra si emak, mengenal kerinduan ibunya yang akan kian mengental di mata perempuan yang melahirkannya, setiap musim haji tiba. Pembuat lukisan kaligrafi ini pun bertekad mengantar ibunya ke Tanah Suci, sekalipun dia harus melakukan tindakan criminal. Cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia ini sudah pernah diterbitkan dalam kumpulan karya sang penulis berjudul sama dan difilmkan. Karena sudah menyaksikan filmnya terlebih dahulu, cerpen ini nyaris kehilangan sentuhannya yang manis.

Emak Ingin Naik Haji diikuti sebuah kisah bertajuk Pagi di Taman. Karya menyentuh Avianti Armand, arsitek peraih penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2009, mengambil seting luar negeri dan bertutur tentang persahabatan dua lelaki tua, Sam dan Dom. Yang satu ditinggal mati istrinya, lainnya ditinggal pergi istrinya karena pria lain. Meskipun memiliki seorang anak perempuan, Dom tidak mudah menuntaskan kerinduannya bertemu anak itu. Dalam kesepian hidup di masa tua, bersama Sam, Dom meraih kesenangan dengan mengolok-olok sup bikinan Mathilda Mendez yang berbau sangit. Akan tetapi, “Sup Mathilda adalah salah satu hal yang membuat Dom dan Sam semakin merasa senasib sependeritaan” (hlm. 63). Tidak mentereng, tetapi saya suka cerpen karya penulis kumcer Negeri Para Peri (2009) yang juga telah menghasilkan kumpulan puisi berlatar belakang Kitab Perjanjian Lama –Perempuan Yang Dihapus Namanya- ini.

Eka Kurniawan, pengumpul dan juru tagih cerpen, tidak menyumbangkan cerpen seperti rekannya, Clara Ng. Perempuan penulis puluhan buku ini menyertakan cerpennya, Misalkan Ini Adalah Dongeng. Bertema pelecehan seksual yang menimpa anak-anak, Clara berkisah tentang Navis, bocah korban kekerasan seksual. Yang memiriskan, Navis adalah bocah autis, dan pelaku kekerasan seksual adalah psikolog, yang seharusnya menolong anak itu (hlm. 72).

Kisah yang membuat perasaan tidak nyaman ini diikuti oleh kisah menggelikan (namun tragis) berjudul Mencari Herman karya Dewi Lestari. Cerpen ini merupakan karya lawas Dee dan pernah menjadi bagian antologi tulisannya, Filosofi Kopi (2006). Gara-gara terpesona Herman Felany, seorang aktor, sejak usia 13 tahun Hera terobsesi laki-laki bernama Herman. Sangat panjang perjalanan obsesi Hera sebelum berakhir saat ia bertemu lelaki bernama Herman Suherman. Dee memang telah membuka dengan jenaka: ‘Seharusnya ada pepatah bijak yang berbunyi: “Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan”’ (hlm. 76).

Sehabis Mencari Herman, Dewi Ria Utari, penulis kumcer Kekasih Marionette dan novel remaja The Swan (2009) menggiring kita kepada Ingatan. Menggunakan seting Amerika, sang penulis melarung kisah “Dua jiwa dalam satu tubuh yang tak pernah terpisahkan” (hlm. 91) yang mencetuskan sebuah insiden kriminal. Cerpen ini menarik disimak kendati temanya tidak mutakhir lagi. Pengarang pun pernah mengungkap tema sejenis dalam cerpen Sinai (Kekasih Marionette, 2009).

Ingatan akan peristiwa menyedihkan ternyata tetap tumbuh dalam diri Opung yang linglung karena jatuh di kamar mandi (tentu saja bukan jatuh dari kamar mandi seperti yang ditulis sang pengarang). Otaknya boleh dibelit kabut kebingungan akan keluarganya yang masih hidup, tetapi tidak dengan Ary, putra bungsunya yang diculik 13 tahun sebelumnya. Opung yang linglung adalah karakter cerpen Kamis Ke-200 karya Happy Salma, aktris yang telah menghasilkan 2 kumcer: Pulang (2006) dan Telaga Fatamorgana (2008). Happy Salma dalam cerpennya yang ringkas jenaka mencoba mengajak pembaca untuk mengingat tragedi yang tidak pernah tuntas di negeri ini.

Icha Rahmanti yang dikenal melalui novel Cintapuccino (2004) dan Beauty Case (2005)  menyumbangkan cerpen berjudul Sambal Dadak. Ia menceritakan usaha seorang perempuan membuat sambal seperti bikinan ibunya. Sambil mengulek, pikirannya melanglang ke perjalanan kehidupannya, sejak timbulnya kecanduannya akan sambal, pertengkarannya dengan ibunya yang khas remaja, hingga pada realitas kehidupannya. Lulusan S2 Belanda, namun bukannya kerja kantoran malah menjadi istri yang berkewajiban memberikan kebahagiaan bagi suaminya. 

Cerpen Icha Rahmanti disusul dengan tiga cerpen beraroma mistis karya tiga pria. Indra Herlambang, penulis buku Kicau Kacau (2011) dengan cerpen Pagar Soka; M. Aan Mansyur, penulis puisi dan novel, dengan cerpen Di Tempatmu Berbaring Sekarang; Putu Fajar Arcana, wartawan Kompas dengan Perempuan Yang Berumah di Rumpun Bambu. Indra Herlambang mendedahkan usaha konyol seorang perempuan untuk merintangi pernikahan seorang kakek dengan seorang perempuan yang adalah dukun sakti. M. Aan Mansyur mengungkapkan kisah cinta segitiga mengharubiru yang disaksikan sebatang pohon keramat. Sedangkan Putu Fajar Arcana mendongengkan serumpun bambu yang menjadi asal suara tangisan perempuan dan berteka-teki hingga akhir untuk mempertanyakan: benarkah ibu dari narator cerpen ini peri yang menghuni rumpun bambu tersebut?

Setelah melewati 12 cerpen, dari Datuk karya A. Fuadi, akhirnya pembaca tiba di cerpen terakhir, Sakura Emas karya Sitta Karina, seorang penulis cerita remaja. Sakura Emas berkisah tentang Kania Shiro, gadis Indonesia yang bersekolah di Higa International School, Osaka, setelah ibunya menikahi pria Jepang. Ayah tirinya yang ia sebut Papa ingin dirinya menjadi pionir, yang membuatnya senasib dengan Kei Kaminari. Kei adalah cowok Jepang (bukan gadis Jepang seperti tercantum pada sampul belakang buku; baca hlm. 149) yang memiliki kemampuan menyusup dalam alam mimpi orang lain, tetapi tidak mimpi Kania. Ketika Kei berupaya mendobrak masuk mimpi Kania, ia melihat sesuatu yang membuatnya mampu memahami rumitnya kepribadian gadis itu.

Di penghujung perjalanan Dari Datuk Ke Sakura Emas tentu saja kita akan memiliki kesimpulan sendiri-sendiri. Bagi saya tidak semua cerpen yang ada merupakan karya unggulan para penyumbang dalam antologi ini. Tetapi mengusung kekhasan mereka walaupun masih berputar-putar pada tema lama, para penulis telah berupaya untuk melibatkan diri dalam proyek yang patut diapresiasi. Dan, karena keluhuran motivasi mereka, maka belilah buku ini untuk mendukung usaha mereka.  

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan