20 June 2014

Surat Untuk Ruth





Judul Buku: Surat Untuk Ruth
Pengarang: Bernard Batubara
Editor: Siska Yuanita
Tebal: 168 halaman; 20 cm
Cetakan: 1, April 2014
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama





Tidak ada korelasi  positif antara durasi sebuah pertemuan dengan mudah-tidaknya melupakan atau meninggalkan kenangan dan ingatan yang tersisa ketika pertemuan tersebut berakhir. Dua orang yang memiliki hubungan selama bertahun-tahun bisa dengan mudah melupakan kenangan hanya dalam waktu satu-dua minggu. Sebaliknya, sepasang manusia yang baru menjalani hubuangan selama dua-tiga bulan, bisa saja memiliki kenangan dan perasaan yang begitu dalam, sehingga melupakan hubungan tersebut adalah mustahil (hlm. 138-139).


Mereka berkenalan di dek kapal feri yang menyeberangi Selat Bali, dari Banyuwangi ke Jembrana. Saat itu Are sedang memotret senja dari pinggir dek kapal, dan melihat Ruth yang hendak melukis senja dalam kanvas (tapi kemudian tidak jadi). Are pergi ke Bali setelah dicampakkan kekasihnya dan menghabiskan cuti untuk urusan komunitas fotografi di Bali. Sedangkan Ruth, perempuan tanpa kekasih setelah putus dengan laki-laki yang menjalin hubungan dengannya selama tiga tahun, pergi ke Bali untuk liburan dengan ibunya.

Momen perkenalan itu tidak menjadi pertemuan terakhir mereka. Are dan Ruth bertemu kembali di sebuah kedai kopi di sudut Legian di mana Ruth diperkenalkan Are dengan Bli Nugraha -temannya dalam komunitas fotografi (LANSKAP) di Bali. Selanjutnya mereka menghabiskan waktu di Kopi Kultur di Sunset Road dan Ruth berkenalan dengan teman Are yang lain dalam LANSKAP, Ayudita. Bli Nugraha dan Ayudita saling jatuh cinta tapi tidak bisa melanjutkan hubungan karena dijurangi perbedaan kasta.  Pertemuan Are dan Ruth di Bali berakhir dengan kunjungan ke Pantai Suluban yang dikenal orang dengan nama Blue Point.

Saat diminta bosnya di kantor untuk pergi ke Malang, Are mengajak Ruth bertemu lagi dan bersama-sama dengannya pergi ke kota apel itu. Di sanalah, Ruth menceritakan kepada Are mengenai hubungannya dengan Abimanyu, laki-laki yang lebih dahulu dari Are memasuki hidupnya. Ruth telah mengakhiri hubungan mereka, tapi  Abimanyu tidak. Sehingga Ruth masih bimbang memproklamasikan Abimanyu sebagai mantan kekasih. Meskipun begitu, Ruth mengiyakan ajakan Are untuk kembali ke Bali, bersama-sama.

Bali menjadi tempat digoreskannya sejarah perjalanan kita, sejarah cinta maupun luka. Keduanya memiliki titik awal di sana, di Bali (hlm. 11). Dalam keheningan Ubud, Ruth mengungkapkan kalau hubungan mereka tidak akan ke mana-mana. Walaupun Are mencintainya, Ruth tidak bisa meneruskan hubungan mereka. Walaupun Ruth akhirnya bisa mengungkapkan rasa sayangnya kepada Are, ia telah setuju untuk menikah dengan Abimanyu, laki-laki pilihan ibunya.

Aku tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, Ruth. Kecuali, mungkin, diriku sendiri.

Mengapa? Karena, tentu saja, aku harus menyalahkan diriku sendiri yang tidak membuat persiapan apa pun untuk semua ini. Padahal, aku sudah mendapatkan firasat bahwa hal ini akan terjadi. Tapi, tentu saja aku akan jadi orang yang bodoh kalau belum apa-apa sudah menyiapkan diri untuk berpisah dengan orang yang kucintai. Lagi pula, siapa yang merasa siap dengan perpisahan? Jika ada seseorang yang berkata kepadamu bahwa dia siap untuk berpisah dengan orang yang dia cintai, maka aku akan berkata kepadanya bahwa aku adalah anak kandung presiden Amerika. (hlm. 109-110).

Surat Untuk Ruth -buku keenam Bernard Batubara- berangkat dari cerpen bertajuk Milana (judul aslinya adalah Senja di Jembrana) yang dimuat dalam kumpulan cerpen tunggal perdananya, Milana (Gramedia, 2013). Boleh dibilang, Surat Untuk Ruth adalah prekuel dari kisah dalam cerpen tersebut. Jadi bagi yang sudah pernah membaca cerpen Milana, otomatis sudah mengetahui apa yang terjadi di penghujung Surat Untuk Ruth. Kecuali, tentu saja kejutan yang diungkap Bernard tepat di halaman terakhir novel ini.

Lalu mengapa judulnya Surat Untuk Ruth bukannya Surat Untuk Milana? Milana bernama lengkap Ruthefia Milana dan Are yang bernama lengkap Areno Adamar lebih suka memanggilnya dengan nama Ruth dan bukan Milana. Saya pernah membaca di blog Bernard kalau novel yang ditulisnya ini malah ia beri judul Perempuan Victorinox. Perempuan Victorinox adalah julukan Are kepada Ruth meminjam nama pisau yang ia hadiahkan untuk gadis itu.

Tema utama novel ini adalah cinta dan patah hati. Bukanlah tema yang baru, sudah sangat generik, dan terkadang membosankan dibaca. Tapi di tangan Bernard, cinta dan patah hati menjadi indah lantaran ditulis dalam nuansa sastrawi. Kita bisa mendapatkan kalimat-kalimat yang diuntai dengan indah selama pembacaan. Memang Bernard menggunakan bahasa Indonesia baku tapi masih terasa luwes sehingga tetap enak dibaca.

Karakterisasi sepasang pencinta yang sukar mewujudkan cintanya dikemas dengan baik, hanya saja bukan mereka yang menarik perhatian saya. Bukan juga Bli Nugraha yang bisa memandang perpisahannya dengan Ayudita sebagai realita yang mesti diterima dengan lapang dada. Calon suami Ruth dan saingan Are mendapatkan Ruth yang membuat saya tertarik karena cintanya kepada Ruth yang tidak ada batasnya. Benarkah ia pantas disebut bebal?

"Menurutmu, kenapa ada orang yang bersikeras mencintai orang yang tidak mencintainya?"

Aku berpikir sejenak.

"Mungkin karena orang itu bebal saja. Untuk apa memberikan hati kepada orang yang tidak menginginkannya?" (hlm. 98).

Ada beberapa hal yang mengundang tanya selama pembacaan.

Pada halaman 21 Bernard menulis: Kamu, perempuan yang berhasil menggoyahkan keyakinanku sebelumnya bahwa cinta adalah mitos belaka. Jadi, sebenarnya yang menganggap cinta adalah mitos belaka itu Are. Tapi di halaman 27, malah Ruth yang mengatakan: Menurutku, cinta itu mitos.

Pada halaman 33 Bernard mengatakan: Bli Nugraha lebih senang memanggilku Damar dari Adamar, ketimbang Are dari Areno.  Berpindah ke halaman 67, Bli Nugraha menyapa Are: Halo, Are. Ini Nugra, pakai nomor lain. Lalu, pada halaman yang sama, anehnya, Nugra bertanya: Eh, Damar, kamu baik-baik saja, kan?

Perbedaan umur Abimanyu dan Ruth tidak konsisten. Pada halaman 72, melalui Are, Bernard mengungkapkan bahwa Abimanyu ... cuma setahun di bawah Ayudita, yang ternyata adalah stafnya. Ayudita itu dua puluh empat tahun. Jadi,  artinya Abimanyu berumur 23 tahun. Pada halaman 75, saat Are menanyakan umurnya, Ruth mengatakan ia berumur 23 tahun. Tapi pada halaman 123 ketika Ruth menceritakan tentang pertemuan pertamanya dengan Abimanyu di Bali, Abimanyu berumur 8 tahun dan Ruth 5 tahun (jadi mereka berselisih sekitar 3 tahun dan Abimanyu lebih tua dari Ruth). 

Surat Untuk Ruth ditulis menggunakan teknik epistolari. Bernard memakai surat untuk menggulirkan kisah cinta dan patah hati ini, surat-surat Are yang ditujukan pada Ruth. Karenanya, aneh rasanya membaca halaman 133-137 yang merupakan cerita Ayudita kepada Are mengenai pertemuannya dengan Ruth di  Surabaya. Apakah perlu Are menulis dalam suratnya kepada Ruth adegan pertemuan itu? 

Surat-surat Are yang  semula tidak mencantumkan tanggal,  pada dua bab terakhir mendadak sudah mencantumkan tanggal. Jadi, surat-surat sebelumnya itu kapan ditulisnya? Kapan juga Ruth menerima surat-surat Are pada sekitar satu minggu sebelum pernikahannya dengan Abimanyu? (keputusan Are mengirimkan surat/memoar yang ditulisnya kepada Ruth baru dikatakan Are dalam surat bertanggal 19 Oktober 2012). Awalnya, saya mengira, yang dikirimkan Are tidak termasuk dua bab terakhir, tapi membaca isi surat Ruth, ternyata Ruth membuat daftar juga, meniru yang dilakukan Are. Hal ini menunjukkan kalau Ruth menerima surat bertanggal 15, 17 dan 22 Oktober 2012. 

Menilik daftar yang disusun Ruth, isinya sebetulnya tidak konsisten dengan apa yang disampaikan Are. Nomor 22 dalam daftar itu bukankah seharusnya tidak disampaikan Ruth? Bukan Are, tapi Ruth-lah yang tidak ingin lagi bertemu.

Kemudian, yang paling aneh dan absurd adalah isi surat  bertanggal 26 Oktober 2012 yang merupakan bagian penutup novel ini. Mengapa cerita dalam surat itu masih ditulis sebagai surat Are? Tidakkah lebih masuk jika -misalnya- cerita dalam surat itu disampaikan menggunakan sudut pandang orang ketiga saja? Kesan yang saya tangkap, Bernard kebingungan menyelesaikan novelnya. 

Dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama pembacaan ini, Surat Untuk Ruth menjadi tidak cukup memuaskan bagi saya.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan