12 February 2012

Bintang Bunting



Judul Buku: Bintang Bunting
Penulis: Valiant Budi

Penyunting: Mumu Aloha
Tebal: xvi +324 hlm; 13 X 19 cm

Cetakan: 1, 2008
Penerbit: GagasMedia

 



Valiant Budi Yogi menjadi salah satu nominator Penulis Muda Berbakat pada ajang Khatulistiwa Literary Award 2007 berkat novel perdananya yang bertajuk Joker: Ada Lelucon di Setiap Duka (GagasMedia, 2007). Kisah tentang seorang pemuda dengan kepribadian ganda seorang perempuan ini memang terbilang sangat menarik. Valiant Budi berhasil menggiring pembacanya ke dalam pusaran kisah yang nyaris tak terduga dalam teknik penceritaan yang mengalir cepat bak adegan-adegan film. 

Sekarang, masih dengan penerbit yang sama, Valiant Budi menerbitkan novel yang diberi judul Bintang Bunting. "Kalo kamu pikir Bintang Bunting menceritakan seorang gadis cilik bernama Bintang dan hamil di luar nikah, maaf..., kamu salah," begitu pernyataan Valiant (hlm. Ix). Dan memang, Bintang Bunting bukanlah kisah tentang gadis kecil bernama Bintang yang bunting atau seorang bintang (film, sinetron) yang bunting. 

Bintang Bunting adalah hikayat seorang perempuan muda bernama Audine. Dan Audine tidak bunting (maksudnya hamil) meskipun dia sudah bersuami. Suaminya, Adam, bekerja di sebuah agensi periklanan dan kerja sampingan sebagai seorang pemeran 'sinetron' reka ulang, tayangan reka ulang peristiwa kriminal. Mereka jatuh cinta bukan pada pandangan pertama tetapi pada aroma pertama. Saat itu, Audine hanya mengenakan handuk, sedangkan Adam hanya memakai celana dalam. Ceritanya, mereka sama-sama baru saja selesai berenang. Aroma menguar –namanya feromon, dan keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan serius. 

Setelah menikah dengan Adam, Audine yang pada masa kecilnya memiliki kebiasaan berjalan dalam tidur bingung membedakan mimpi dan kenyataan. Tentu saja, Adam terganggu dengan kebiasaan Audine. Suatu malam, Audine tiba-tiba meninggalkan apartemen, bertelanjang kaki sambil menenteng sepatu. Baru sesampainya di rumah Mada, seorang peramal,  Audine menyadari bahwa pagi masih lama tiba. 

Adam memang pusing dengan apa yang terjadi pada Audine. Tetapi Audine sendiri merasa tersiksa. Seingatnya, Adam yang sedang bertugas ke Manado baru saja menelepon dan menyebutkan jika pesawatnya delay karena cuaca buruk. Eh, tak berapa lama, suaminya telah ada di rumah, lengkap dengan piyama cokelat muda. Menurut Adam, dia sudah kembali malam sebelumnya, dan Audine yang membukakan pintu untuknya. Nah, kacau kan?

Mada menyarankan Audine untuk memperbaiki hubungannya dengan Adam. Dia berpendapat, hubungan Audine dan Adam sedang bermasalah karena belakangan mimpi-mimpi Audine selalu melibatkan Adam. Mada mengingatkan Audine untuk berhati-hati agar perkawinannya tidak berakhir seperti kariernya 7 bulan berselang. Bahkan, setelah membaca telapak tangan Audine, Mada menyuruh Audine untuk menghindari daerah Selatan, tempat keramaian dengan burung elang besar dan bercahaya (belakangan Audine tahu yang dimaksud Mada adalah Golden Eagle Hotel). 

Audine tentu saja percaya dengan apa yang dikatakan Mada. Mada muncul secara tiba-tiba dalam kehidupan Audine. Sekitar 13 bulan silam, Audine sedang duduk-duduk di sebuah kafe ketika tanpa diundang, Mada sudah duduk manis di depannya. Dengan tangkas, Mada membeberkan isi mimpi dan perilaku Audine. Jadi, siapa yang tidak percaya jika Mada mengaku dirinya sebagai seorang peramal? 

Selain Mada, Audine sering curhat banyak hal pada Raeli, seorang pemilik salon yang takut mati. Raeli tahu persis betapa bingungnya Audine memisahkan mimpi dan kenyataan. Dan saat ngobrol dengan dirinyalah Audine mendapat ide membedakan mimpi dan kenyataan. Sangat mudah, cukup menyediakan kertas dan pulpen. Audine akan memakai penanda untuk kejadian nyata, mencoret garis hingga membentuk simbol. Yang kemudian membentuk simbol bintang. 

Suatu hari, ketika sedang tidak berada di apartemen, Mada menelepon Audine. Kata Mada, seseorang yang tidak Audine harapkan akan menemui Audine. Hal ini membuat Mada benar-benar merasa tak enak dan menyarankan Audine untuk datang ke rumahnya. Ketika pulang ke rumah untuk mengambil pakaian sebelum ke rumah Mada, Adam ternyata telah pulang kerja. Adam sedang berada di atas ranjang, ML dengan seorang perempuan lain! Lalu, dalam keadaan histeris, setelah sempat menggores sebuah garis di atas kertas, sebuah benda menimpa kepala Audine dan membuatnya pingsan. Ketika sadar, Adam mengatakan jika dia menemukan Audine dalam keadaan pingsan, pas pulang kerja. Audine tidak percaya, meski kemudian sadar, 'bintang'-nya kehilangan garis yang telah dicoretkannya.

Audine mesti melakukan sesuatu. Karena mimpi-mimpinya sering membuat bencana, dia memutuskan untuk tetap terjaga. Tetapi, lagi-lagi masalah datang, terjadi pembunuhan, dan Audine curiga dirinya telah membunuh. Dalam kungkungan depresi, Audine memutuskan berlibur. Maka, ia pergi ke Pulau Seribu. Tetapi, Mada memberi tahunya jika Pulau Seribu bukan tempat yang aman bagi Audine. Akhirnya, Audine memutuskan pergi ke Turki, tempat Adam melamarnya dulu. 

Sayangnya, sekembalinya dari Turki, masalah tidak juga hilang. Beberapa kejadian menimpanya, benaknya meraba berbagai kejanggalan, dan ia menemukan garis-garis yang membentuk bintang yang dibuatnya mengalami perubahan. Gambar bintangnya mendadak bunting!

Sebenarnya, apakah yang terjadi pada Audine? Benarkah Audine sungguh-sungguh tidak bisa membedakan mimpi dan kenyataan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab setelah pembaca usai meniti plot yang terentang dari awal hingga akhir novel kedua Valiant Budi ini. 

Sekali lagi, seperti yang dilakukannya dalam Joker, Valiant menunjukkan dirinya sebagai penulis yang piawai memadukan percintaan, saspens, dan komedi (dalam kadar secukupnya) untuk menghasilkan sebuah novel kontemporer. Cerita berpilin yang disodorkan terbilang menarik, mengayun cepat dalam plot yang menyediakan cukup tikungan untuk menciptakan rasa penasaran pembaca. 

Untuk mengelaborasi kisah dalam novel ini, Valiant menggunakan gaya penulisan yang asyik dengan bahasa lincah dan bumbu pengetahuan populer yang mungkin akrab bagi pembaca kosmopolitan. Keseluruhannya memikat, menghadirkan sebuah novel mutakhir yang tidak basi. 

Di sela-sela plot, kita bisa membaca potongan-potongan cerita/info yang nyaris semuanya lepas dari alur dan konflik novel. Jika disimak dengan teliti, ternyata itu adalah potongan-potongan acara televisi: berita, iklan, acara kriminal, dll. Meski beberapa di antaranya melibatkan hasil pekerjaan Adam (yang ternyata tidak cuma pekerja periklanan dan pemain 'sinetron' reka ulang), potongan-potongan acara ini  tidak mempengaruhi isi novel. Dengan kata lain, jika dihilangkan, novel tidak kehilangan greget. Gaya seperti ini mungkin hanya cara Valiant untuk menghadirkan novelnya sedikit berbeda dengan kebanyakan novel. 

Khusus untuk Raeli, pemilik salon yang kenal baik dengan Audine dan Adam, Valiant memberikan porsi penceritaan yang cukup banyak. Kisah Raeli mengatasi ketakutan akan kematian berkembang menjadi sebuah plot sendiri, yang sayangnya, juga, tidak memberi kontribusi berarti bagi novel. Untunglah, Valiant membentangkan kisah Raeli ini dengan menarik, sehingga keberadaannya melengkapi keasyikan novel. 

Dalam menyingkapkan penyebab kekacauan hidup Audine, Valiant tampaknya agak tergesa. Padahal, dengan sedikit dikekang, efeknya akan lebih menggedor. Ya, paling tidak, Valiant seharusnya sedikit sabar memberi tahu siapa sebenarnya Mada. 

Sedikit spoiler, Valiant juga melewatkan penjelasan yang akurat mengenai motivasi tindakan si pengacau kehidupan Audine. Apakah hanya sekedar cinta atau juga karena harta (Audine adalah seorang kaya)? Atau hanya sekedar untuk main-main? Kalau sekedar main-main, untuk apa cape-cape baca novel ini?

Tetapi, Valiant tetap memiliki kecakapan untuk tidak membuat novelnya terpuruk menjadi tidak menarik. Setelah pengungkapan yang tergesa, Valiant masih menyisakan kejutan yang tak terduga di penghujung novel. Tidak semua yang terkesan sebagai lanturan, tidak punya kontribusi terhadap bangunan konflik novel. 

Bagi saya, Bintang Bunting adalah sebuah novel yang wajib dibaca. Sebagai penyuka film, terutama dengan konflik berbelit, saya melihat novel ini seolah-olah melompat keluar dari kerumunan film-film Holywood. Barangkali, penonton setia film-film Holywood akan segera merasa dejavu dengan model cerita dalam novel ini. Namun, tentu saja Bintang Bunting tetap merupakan karya asli Valiant Budi. 

Tidak selalu saya bisa membaca novel yang asyik. Bintang Bunting memberikan saya kenikmatan membaca –meski tidak sampai 'orgasme'. Begitu mulai, saya ingin segera menuntaskan seluruh novel, secepat-cepatnya. Saya berharap, dari penulis yang sama, akan terus muncul novel-novel baru dengan tema berbeda yang enak dibaca. Dengan saran, tentu saja, terus belajar untuk merancungkan teknik penulisan dan bertutur. 

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan