23 February 2012

Kekasih Marionette


Judul Buku: Kekasih Marionette
Pengarang: Dewi Ria Utari
Tebal: 144 hlm

Cetakan: 1, Juli 2009
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



 



Kumpulan cerita pendek Kekasih Marionette adalah buku pertama Francisca Dewi Ria Utari yang berisi 13 cerpen yang telah dimuat di berbagai media massa sejak 2003, ketika cerpennya, Kekasih, dimuat di majalah Djakarta. Menurut pengakuannya, setelah cerita pendeknya yang pertama dimuat dalam rubrik cerpen di majalah tersebut, muncullah keberanian dan kepercayaan diri untuk menulis lebih banyak lagi.

Selain sebagai wartawan dan penulis, Dewi Ria Utari kerap terlibat dalam sejumlah program  tari sebagai pengamat dan kurator, itulah sebabnya sewaktu membaca cerpen-cerpennya kita bisa menemukan karakter-karakter yang berkecimpung dalam dunia tari, juga idiom-idiom yang bersumber dari dunia yang sama.
 

*

Untuk membenarkan tindakan tidak patut yang telanjur dilakukan, seorang manusia seringkali mengais-ngais apa saja untuk dijadikan pembenaran tindakannya, inilah yang terbaca dalam cerpen pertama dalam kumcer ini, Kekasih. Rei, seorang penulis, bertemu dan terlibat percintaan dengan seorang fotografer ketika sedang berada di luar negeri dan jauh dari kekasihnya. Setelah tidur dengan pria yang mengaku akan lebih bergairah jika Rei menjalin hubungan dengan orang lain selain dirinya ini, Rei memutuskan keinginan pria ini sebagai gaya hidup ketika kembali ke tanah air. Sebagai kambing hitamnya adalah hubungannya dengan kekasihnya yang terhalang perbedaan agama.

Kay seorang penari dalam cerpen Malam Untukmu juga memiliki kambing hitam untuk apa yang akan ia lakukan pada Nat, pacar ketiganya. Kambing hitam Kay adalah angka tiga. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dilahirkan pada tanggal tiga bulan tiga dengan tahun di mana jika dua angka terakhir dikurangi akan menghasilkan angka tiga.  Kay percaya angka tiga yang mengepung hidupnya memiliki suatu maksud. Apalagi dalam Injil, angka tiga terlukis dalam beberapa peristiwa penting. Akibatnya, Kay merasa dirinya manusia yang diberkati dan berkewajiban untuk menjaga keperawanannya. Sikap Kay yang membingungkan dalam hal seks, membuat Nat kehilangan minat dan bermaksud meninggalkannya. Nat tentu saja tidak seperti Kay, sehingga ia tidak menghitung-hitung jika malam terakhirnya bersama Kay adalah malam ketiga puluh tiga.

Marionette yang dijadikan judul cerpen ketiga dalam koleksi ini adalah boneka kayu yang digerakkan oleh tali. Ungkapan marionette mengacu pada seseorang yang hidupnya diatur orang lain, tidak dapat menjadi tuan atas dirinya sendiri. Kehidupan Nadia bagaikan marionette. Ia ingin menjadi penari balet tetapi tidak disepakati orangtuanya. Karenanya, bukannya sekolah balet, Nadia belajar kedokteran. Dalam percintaan, Nadia pun tidak bisa menentukan hidupnya sendiri. Persis seperti Marionette, tarian yang diciptakannya untuk kekasihnya, sebagai representasi kehidupannya yang tak pernah diketahui banyak orang.

Manusia tidak gampang menerima orang lain yang memiliki kehidupan yang tidak sama dengannya. Dewi Ria Utari melukiskan kondisi ini dalam cerpen berjudul Rumah Hujan, yang ditulis dengan nuansa surealisme seperti Marionette. Narpati dan budenya adalah gambaran manusia-manusia dengan kehidupan berbeda. Kehadiran mereka di tengah masyarakat meresahkan, sehingga mencetuskan aksi anarkis.

Hari Kelima adalah satu-satunya cerpen percintaan remaja dalam koleksi ini, yang memang ditulis untuk majalah remaja, Spice. Sebagaimana beberapa cerpen lain dalam kumcer ini, Hari Kelima juga diramu sedemikian rupa sehingga tetap memberikan kejutan di penghujung. Peru, seorang gadis remaja mandiri, bekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi dan menjadi penampung cerita cinta rekan sekampus bernama Karina, yang cantik dan kaya. Lima hari ia mendengar kemelut cinta Karina hingga akhirnya sebuah solusi muncul, yang merupakan kemenangan bagi kehidupan cinta Peru sendiri.

Seperti judulnya, Klise bermuatan cerita klise yang mengandalkan unsur kebetulan sebagai modal utama. Unsur kebetulan ini meracik sebuah dunia sempit dengan tiga penghuni utama: Sara, Handi, dan Lani. Secara kebetulan bak drama Holywood, Sara bertemu Handi, seorang lelaki menarik beranak satu, Kiara. Handi sedang dalam proses perceraian dengan istrinya, Lani. Kehadiran Sara, bagi Handi, berpotensi bagus untuk menyilih perempuan yang akan segera menjadi bekas istrinya, namun ternyata Sara telah menetapkan pilihan sendiri.

Dalam kepekatan surealisme, cerpen Aksara hadir memesona. Vidya, seorang penari dan koreografer yang dikenal dengan karya yang hanya memamerkan kemolekan tubuh, akan tampil menari secara telanjang di sebuah pementasan tari di Dublin. Celakanya, di sekujur tubuhnya bermunculan tulisan-tulisan yang bisa mengganggu performa telanjangnya. Dewi Ria Utari menggunakan salah satu dewa terkenal dalam pewayangan sebagai sosok yang menandai kepemilikannya atas tubuh Vidya. Pamungkas yang disajikannya terasa sangat imajinatif.

Gamelan adalah cerpen yang paling mengharukan dalam koleksi ini. Setelah istrinya meninggal,  seorang pria memutuskan tidak ada lagi yang bisa memainkan gamelan di rumahnya. Ia bahkan ingin menjual gamelan peninggalan istrinya, kendati putri semata wayangnya ingin memainkan alat musik itu. Secara diam-diam, tanpa sepengetahuan pria itu, seseorang mendatangi putrinya dan mengajarkannya bermain gamelan dan menari. Pengarang mengalirkan cerpen ini dengan sangat terjaga, naratornya seolah pengunjung yang tidak terkait dengan keluarga yang ia kunjungi.

Aku ingin bisa bermimpi lagi. Ada yang mencuri mimpiku. Aku baru menyadarinya setelah pertemuan kita. Sampai di rumah, aku ingin mengingatmu dalam mimpiku. Tapi aku tahu, aku tidak memiliki mimpi. Terakhir kali aku memilikinya saat aku berusia sepuluh tahun. Setelah itu aku tak pernah bisa bermimpi,” kata Dresden dalam cerpen Mimpi Untuk Dresden. Melihat seorang gadis kecil memandang kelopak-kelopak bunga yang berkejaran  menuju bulan adalah mimpi terakhir Dresden, lelaki pembuat tato dan pelukis tubuh. Dresden tidak pernah menyangka, tentu saja, ia akan bertemu perempuan dewasa yang dulunya gadis kecil yang pernah melihat kelopak-kelopak bunga terbang menuju bulan

Nama Sinai telah menjadi kutukan bagi perempuan dalam cerpen bertajuk Sinai. Ia dinamakan Sinai seperti gunung suci tempat Nabi Musa mendapatkan 10 perintah Allah sebagaimana tertulis dalam Injil. Ayahnya begitu fanatik menjadikan Sinai sesuci namanya. Untuk itu, ayahnya menerapkan jam malam yang mengharuskan Sinai berdoa dan membaca Injil setiap jam enam sore. Menurut ayahnya, pergantian waktu siang ke malam menandai dimulainya pencobaan bagi manusia untuk lebih mempersiapkan diri menghadapi kegelapan. Prinsip ayahnya tidak terbantahkan hingga ia meninggal lalu Sinai pergi ke Manhattan dan menjadi pengunjung klab malam. Sinai telah jatuh dalam kesesatan, dan menciptakan kegelisahan dalam diri narator, yang kemudian memutuskan untuk melakukan pembasuhan dosa. Siapa sebenarnya si narator yang merasa bertanggung jawab atas hidup Sinai?

Pengarang tidak menyatakan, tetapi Merah Pekat adalah dongeng mutakhir tentang vampir. Kenangan akan kakek dan rumah benteng di atas bukit di belakang rumah kakeknya membuat Yasmin pulang dan bertemu kembali dengan Dante, bocah lelaki dari rumah benteng yang pernah memberikannya setangkai mawar merah pekat. Dante tidak berubah, masih sama dengan bocah yang ditemuinya 20 tahun silam. Hanya saja, tidak seperti dulu, pintu rumah benteng terbuka lebar, memberi pilihan kehidupan bagi Yasmin.

Walaupun bernuansa dongeng, cerpen berjudul Perbatasan berbeda dengan Merah Pekat. Cerpen ini mendedahkan situasi kacau balau yang ditimbulkan oleh kesewenang-wenangan terhadap kemanusiaan. Perempuan tidak boleh keluar malam, bergandeng tangan adalah tindakan melanggar hukum, perempuan atau lelaki tidak boleh tinggal bersama teman sesama gender. Tidak bisa tunduk pada berbagai aturan ini, banyak orang melarikan diri ke perbatasan, untuk menghirup udara kebebasan. Dua anak desa di luar perbatasan geram dengan situasi tersebut dan memutuskan pergi ke perbatasan, hanya untuk terseret dalam kekacauan yang merampas kemerdekaan mereka.

Perjuangan seorang ibu muda yang terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga digambarkan secara memiriskan dalam Topeng Nalar. Apa yang ia lakukan demi mengganti tugas laki-laki dalam keluarganya, membuatnya menjauh dari kedua anaknya, Nalar dan Danu. Ketika kehidupan semakin sulit, ia benar-benar kehilangan anak-anaknya.
 

*

Kumpulan cerpen Kekasih Marionette ini menghadirkan 13 cerpen variatif, tidak mandek dalam satu tema dan satu nuansa, meskipun tidak mengangsurkan sesuatu yang benar-benar baru. Dengan beragam gagasan, pengarang berkiprah di dunia realis, surealis, bahkan dengan mahir mengawinkannya demi menetaskan cerita yang menuntut pemikiran dan imajinasi pembaca. Harus diakui, tidak semua cerpen di sini merupakan karya unggulan yang memberikan pesona memabukkan, tetapi setiap keberanian dan kepercayaan pengarang untuk berkarya, tetap patut diapresiasi.

Ditunggu kumpulan cerpen -atau bahkan novel- selanjutnya!

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan