12 February 2012

The Thirteenth Tale

 

Judul : The Thirteenth Tale
Penulis: Diane Setterfield (2006)
Penerjemah: Chandra Novwidya Murtiana
Tebal: 608 hlm; 13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, November 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




The Thirteenth Tale (Dongeng Ketigabelas) adalah karya Diane Setterfield, penulis perempuan asal Inggris. Novel berseting Inggris ini diterbitkan pertama kali pada bulan September 2006 dan seminggu kemudian mencapai peringkat satu bestseller New York Times. 
 
Puluhan tahun sebelum masa kini novel, seorang pemuda bersetelan cokelat, mengaku sebagai wartawan Banbury Herald datang mewawancarai Vida Winter, penulis Inggris yang paling dicintai. Ia telah menulis banyak novel yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pada perjumpaannya dengan si pemuda, yang sangat membekas dalam benak Miss Winter adalah ucapan, "Miss Winter, ceritakan yang sesungguhnya". Permintaan ini datang mengusik lagi ketika Miss Winter sadar jaraknya dengan ajal kian tipis. Ia memutuskan mengungkapkan 'cerita yang sesungguhnya", kisah hidupnya, kebenaran yang telah menjadi sumber kepenasaranan banyak orang.

Untuk menuliskan kebenarannya, Miss Winter tidak sanggup melakukan sendiri. Maka, ia mengundang Margaret Lea, putri pemilik sebuah toko buku antik di Cambridge untuk menjadi biografer kisah hidupnya yang misterius. Margaret telah menulis beberapa studi biografi beberapa penulis tidak penting berdasarkan riset arsip di toko buku ayahnya. Salah satu esai tentang tiga bersaudara yang ditulisnya membuat Miss Winter memilihnya. 
 
Tentu saja Margaret tahu siapa Vida Winter. Ayahnya adalah salah satu penggemar karya perempuan bermata hijau dan berambut tembaga ini. Tetapi Margaret bukan penikmat fiksi kontemporer, dan seumur-umur belum pernah membaca karya Miss Winter. Saat mencoba berkenalan dengan karya perempuan itu, Margaret menemukan buku Miss Winter yang dikoleksi ayahnya, "Tiga Belas Dongeng Perubahan dan Keputusasaan". Buku ini adalah salah satu yang selamat ketika edisi ini ditarik dari pasaran. Karena, setelahnya, buku yang sama diterbitkan dengan judul "Dongeng-Dongeng Perubahan dan Keputusasaan".

Margaret sempat ragu untuk menerima undangan Miss Winter. Ia menulis biografi orang yang telah mati, bukan yang masih hidup seperti Vida Winter. Namun, setelah membaca buku-buku Vida Winter, Margaret terpikat dan memutuskan menerima pekerjaan itu. Ia pergi dan tinggal di Yorkshire, di rumah sang pengarang. Meski sepakat dengan syarat yang diajukan pihak Miss Winter, saat wawancara dimulai guna menggali kenangan Miss Winter, Margaret tidak sepenuhnya percaya kebenaran cerita yang ia dengar. Miss Winter adalah seorang penulis dan bisa saja ia membangun kisah menurut risetnya sendiri sebagaimana proses kreatifnya sebagai pengarang. Margaret mencari berbagai sumber mengenai Miss Winter dan menemukan jika Miss Winter memang tidak berdusta. Sebagai biografer, tugasnyalah untuk bisa menangkap dengan jeli semua yang dituturkan Miss Winter. Sebab sambil bercerita, Miss Winter dengan cerdik menguji kecerdasan dan kepekaan Margaret. 
 
Maka, mengalirlah kisah panjang ihwal kehidupan sebuah keluarga aristokrat yang aneh dan rapuh di Angelfield House, Oxfordshire. Kisah mereka berawal dari suami istri George dan Mathilde Angelfield. Sembilan tahun setelah Charlie, anak sulung mereka lahir, Mathilde melahirkan anak perempuan, Isabelle, yang membuatnya kehilangan nyawa. Duka George membuatnya menarik diri dari kehidupan normal. Meski kehadiran Isabelle sempat mengusiknya, ia tidak sepenuhnya bangkit dari kesedihan karena ditinggalkan istri. George meninggal setelah Isabelle meninggalkan rumah dan menikah dengan Roland March. Hanya, sepeninggal Roland, Isabelle kembali ke rumah membawa sepasang anak perempuan kembar, Adeline dan Emmeline. Sayang, seperti ayahnya, anak kembarnya tidak melahirkan perasaan orang tua dalam diri Isabelle. Si kembar pun tumbuh liar tanpa kendali dan kasih sayang orang tua. Kenakalan mereka susul-menyusul dengan salah satu dari si kembar sebagai pemeran utama. 
 
Sebuah kejadian di rumah Angelfield mengukuhkan diagnosis dokter Maudsley untuk membawa Isabelle ke rumah sakit jiwa. Lantas Charlie mengulang tradisi mengurung diri ayahnya. Di tengah situasi tak terkendali, Hester Barrow datang ke Angelfield. Ia datang untuk mengajar si kembar yang tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah. Tidak cukup sekedar menjadi guru si kembar, bersama dokter Maudsley, Hester menjelma peneliti yang memosisikan si kembar sebagai subyek eksperimen. Hester tidak berhasil, dan ia menghilang dari Angelfield.

Kematian demi kematian mendatangi rumah Angelfield. Satu demi satu orang dewasa di dalamnya meninggal. Lalu Ambrose Proctor, tukang kebun, menyeruak masuk dalam hidup si kembar. Tanpa disadarinya, Ambrose menciptakan masalah. Masalah yang berbuntut panjang pada terbakarnya Angelfield House dengan puing-puing yang terlontar hingga ke masa depan. 
 
Puing-puing masalah itu masih tersisa di Angelfield. Margaret pergi ke sana dan menemukan sisa-sisa rumah keluarga Angelfield. Di sana juga ia bertemu dengan Aurelius Love, seorang tukang kue bertubuh 'raksasa' dan seorang perempuan bernama Karen dengan dua anaknya, Tom dan Emma. Lambat laun semua keping cerita bertaut, menjawab semua misteri yang diikat satu simpul: Angelfield. 
 
Simultan dengan itu, bayang-bayang yang menghantui Margaret, masa lalu yang disembunyikan orangtuanya dari dirinya, tersingkap. Margaret, sebagai narator novel, yang menceritakan kisah hidupnya dan menuturkan kembali kisah hidup Miss Winter akan membeberkan dengan tuntas, demi pembebasan dirinya sendiri. 
 
Membaca judul The Thirteenth Tale (Dongeng Ketiga Belas) dengan sampul depan edisi Indonesia yang seperti sampul buku dongeng, saya sempat mengira buku ini sebagai antologi tiga belas dongeng dengan akhir yang mengejutkan. Tetapi dugaan saya keliru. Novel ini adalah fiksi kontemporer untuk pembaca dewasa. Dan, meskipun ada ungkapan 'hantu' di dalamnya, sama sekali tidak ada unsur fantasi. 'Hantu' di sini hanya sekedar menggambarkan masalah psikologis karakter-karakter tertentu. Judul ini mengacu pada kisah ketiga belas yang tidak bisa diselesaikan Miss Winter. Judul yang sangat pas untuk karya debutan perempuan kelahiran Reading (Inggris) 22 Agustus 1964 yang saat ini tinggal di North Yorkshire. 

Novel bergaya gotik ini beralur terbilang lambat. Hanya kelambatannya bukan berarti sarat lanturan. Penulis perlu menggemulaikan alur untuk mengedor rasa ingin tahu pembaca, membuat pembaca penasaran bertanya-tanya sambil menikmati keindahan dan kemisteriusan muatan yang digelontornya. Karena pada pamungkasnya, dengan mahir penulis menghantam pembaca dengan memanfaatkan berbagai kejutan yang dipersiapkan secara baik dan tuntas. Pembaca mesti sabar dan cermat mengikuti ayunan plotnya agar benar-benar dapat menikmatinya. 
 
Satu yang bikin saya gatal adalah kepiawaian Vida Winter sebagai penulis. Bagaimana caranya ia bisa menjadi pengarang ternama? Apakah ia sempat mengenyam pendidikan yang menyanggupkannya menulis buku-buku yang disukai pembaca? Atau, apakah ia memang memiliki bakat alami? Pertanyaan ini mungkin tidak penting bagi Diane Setterfield (atau pembaca lain), tetapi tetap menggoda untuk saya lontarkan mengingat novel ini mengungkap riwayat hidup Vida Winter. 
 
Akhirnya, inilah sebuah novel bergizi ihwal manusia bermental serapuh sayap kupu-kupu, hasrat mencintai dan dicintai, kematian, bunuh diri, inses, dan permasalahan pelik anak kembar. Semuanya saling kelindan memproduksikan novel saspens misterius yang menggoda. Saya rekomendasikan novel ini untuk pembaca yang gemar fiksi kontemporer yang mengedepankan misteri kehidupan sebagai daya tarik (seperti saya). Kalimat di bawah ini, yang katanya dinukil dari "Dongeng-Dongeng Perubahan dan Keputusasaan" karya Vida Winter mungkin akan membuat Anda penasaran.

"Semua anak memitoskan kelahirannya sendiri. Itu karakteristik umum. Kau ingin mengenal seseorang? Hati, pikiran, dan jiwanya? Tanyakan padanya tentang saat dia lahir. Yang akan kaudapatkan bukanlah kebenaran: kau akan mendapatkan sebuah dongeng. Dan tak ada hal yang lebih menggugah selain dongeng". (hlm. 9/ 49).

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan