12 February 2012

Life On the Refrigerator Door


 
Judul Buku: Life On the Refrigerator Door
Penulis: Alice Kuipers
Penerjemah : Rosi L. Simamora
Tebal : 240 hlm; 13, 5 X 20 cm
Cetakan: 1, November 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Saat aku memandangmu
Aku tahu aku ingin jadi sepertimu
Kuat dan berani
Cantik dan bebas
Claire
P. S. I Love you
(hlm. 162)




 
Sebuah karya fiksi bisa saja bertemakan hal-hal yang sederhana dan sudah sering digarap oleh banyak pengarang. Untuk itu, penulis mesti mencari cara agar karyanya tidak terpuruk menjadi karya basi yang membosankan dibaca. Salah satu cara adalah dengan menuliskan karyanya menggunakan media penceritaan yang unik. Sebut saja Meg Cabot (The Guy Next Door, Boys Meet Girls) yang menulis menggunakan e-mail. Atau Sonya Sones (One of Those Hideous books Where the Mother Dies) yang menggunakan puisi. 

Alice Kuipers menggunakan pesan-pesan yang ditulis pada kertas yang disematkan di pintu kulkas untuk menggelar isi novel berjudul Life on the Refrigerator Door (Kehidupan di Pintu Kulkas).
 
Untuk mengalirkan ceritanya, penulis yang adalah istri Yann Martel -penulis novel Life of Pi- membaginya ke dalam 5 bagian: Januari (Saat aku memandangmu), Maret (Aku tahu aku ingin jadi sepertimu), Juni (Kuat dan Berani), September (Cantik dan Bebas), dan P.S ( I Love you). Masing-masing judul bab merupakan bagian pesan yang ditulis Claire (hlm. 162). Sebagian besar pesan dalam novel adalah tulisan yang singkat sehingga terkesan enteng dan tidak melelahkan dibaca. Bahkan, sekali duduk Anda bisa menuntaskan novel ini. 
 
Kuipers menghidupkan seorang gadis remaja bernama Claire yang sedang senang-senangnya bergaul dan membina hubungan dengan remaja lelaki. Ketika cerita dimulai, Claire berusia 15 tahun dan saat cerita berakhir ia hampir berusia 17 tahun. Claire sering tidak berada di rumah karena harus bersekolah, bergaul dengan teman, babysit untuk mendapatkan sedikit uang, dan pacaran. 
 
Ibu Claire sendiri, Mom, seorang dokter. Ia sangat mencintai pekerjaannya membantu perempuan-perempuan bersalin. Dan saking sibuknya, ia pun jarang berada di rumah.

Claire dan Mom tinggal serumah (Mom telah bercerai dengan Dad) tetapi sangat jarang bisa bersua dan berkomunikasi. Jika kebetulan sama-sama berada di rumah, waktunya singkat sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi secara langsung dengan santai, layaknya orangtua dan anak-anak. Bahkan, untuk mendapatkan uang saku dari ibunya, Claire tidak pernah menerima langsung dari tangan sang ibu. Kadang mereka bersitegang, dan hanya bisa menyelesaikan masalah melalui pesan-pesan di atas kertas di pintu kulkas. Boleh dikata, hampir semua komunikasi di antara mereka terjadi hanya melalui pesan-pesan tersebut. 
 
Keadaan miris seperti ini seolah-olah akan berlangsung selamanya. Meski Claire mengetahui ibunya tidak akan selamanya berada di sisinya, ia tidak sanggup menggiring komunikasi dengan ibunya ke aras yang berkualitas. Sampai suatu hari, Claire tidak mendapatkan lagi pesan ibunya di pintu kulkas. Ada apa dengan ibu Claire?

Apa yang terjadi di antara Claire dan Mom bukanlah hal yang aneh saat ini. Kehidupan modern yang sarat aktivitas dan menyita waktu sering merenggangkan ikatan batin orangtua dan anak-anak. Sebab, tidak ada cukup waktu untuk bicara, tidak ada cukup waktu untuk bertemu, dalam suasana mesra. Telepon genggam (HP) sering menjadi sarana tetapi tidak seefektif komunikasi yang langsung, muka dengan muka, mata dengan mata, dan hati dengan hati. 
 
Dengan novelnya yang sederhana tetapi sungguh menyentuh hati ini, penulis yang sekarang tinggal bersama suaminya di Saskatoon (Kanada), mau mengingatkan kita akan pentingnya komunikasi yang baik, yang kerap, yang berlangsung muka dengan muka, yang mesra, untuk mengukuhkan hubungan orangtua dan anak. Karena bisa saja sesuatu terjadi, kematian misalnya, dan kita tidak punya kuasa mengembalikan masa-masa yang telah lewat, masa-masa bersama berkualitas dengan orang yang sesungguhnya kita sayangi, masa-masa yang mungkin akhirnya akan kita sesali karena tidak bisa diulang kembali.

Maka, simaklah puisi karya Claire, berisi kerinduannya yang dalam akan kebersamaan dengan bundanya, yang saya kutipkan buat Anda di bawah ini.


Saat jalan menikung
Kita akan menyusurinya bersama
Membelok
Berpegangan
Satu sama lain, seperti ibu
Kepada anak perempuan
Kepada ibu
(hlm. 198)

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan