Judul Buku: Extremely Loud & Incredibly Close
Pengarang: Jonathan  Safran Foer (2005)
Penerjemah: Antie  Nugrahani
Tebal: 430 halaman
Cetakan: 1,  Maret 2010
Penerbit: Mahda Books
"Aku menyesal karena butuh sebuah kehidupan untuk mempelajari cara menjalani hidup, Oskar. Karena jika aku bisa menjalani kehidupanku lagi, aku akan melakukan berbagai hal dengan cara berbeda." (Grandma kepada Oskar, hlm. 224)
Sebelas September 2001, menara kembar World Trace Center ambruk sebagai hasil aksi terorisme. Thomas Schell, seorang lelaki yang menjalankan bisnis perhiasan keluarga sedang mengadakan rapat di sana saat itu. Tentu saja ia tewas, jasadnya tidak ditemukan, tetapi istrinya memakamkan peti kosong untuk mengenangnya.
Lebih
 dari setahun  setelah ayahnya lenyap di Ground Zero, Oskar, putra 
semata wayang Thomas Schell  –penemu, perancang perhiasan, pemain 
tamborin, dan pemuja ahli astrofisika  Stephen Hawking- menemukan sebuah
 kunci di sebuah amplop dalam vas biru yang  indah di lemari ayahnya. 
Menurut pekerja di sebuah toko kunci, kunci itu  bukanlah kunci untuk 
membuka pintu melainkan untuk membuka sejenis kotak  deposit. Menjadi 
tugas Oskar untuk mencari lubang yang cocok bagi kunci itu.  Padahal, di
 kelima sektor New York terdapat sekitar 162 juta lubang kunci. Dari  
sebuah toko perlengkapan seni rupa, Oskar mengetahui bahwa kata "black" 
yang  tertulis pada amplop tempat kunci tersimpan menunjukkan nama 
orang. Anehnya, di  toko yang sama ia menemukan fakta bahwa setelah 
ayahnya meninggal ada yang  mengunjungi toko perlengkapan seni rupa 
menggunakan nama ayahnya. 
Riset
 Oskar  menghasilkan 472 orang bernama Black di New York. Untuk 
menghemat separuh waktu  yang akan ia pakai menyelidiki semua nama itu, 
ia memutuskan meninggalkan  kursus bahasa Prancisnya. Sesudah itu, 
perburuan lubang kunci pun dimulai  sebagai raison d'être-nya
 yang paling  utama. Salah satu Black ternyata berada satu apartemen 
dengan Oskar, hanya  menempati lantai yang berbeda, Mr. Black. Selama 
enam setengah bulan, Mr. Black  akan membantu pencarian yang dilakukan 
Oskar hingga ia merasa tugasnya sudah  selesai. 
Delapan
 bulan  pencarian Oskar tidak memberikan hasil, tidak ada yang punya 
informasi tentang  kunci ayahnya. Setiap kegagalan mencetuskan kemarahan
 yang dilampiaskannya dengan  mememarkan dirinya. Setiap tiba di jalan 
buntu ia merasakan sepatu botnya  bertambah berat. Ia bahkan baru tiba 
pada Black yang nama depannya dimulai dari  huruf P.
Namun
 pada puncak  kegelisahannya, Oskar menemukan sebuah pesan dalam pesawat
 telepon yang berasal  dari delapan bulan silam. Pesan itu akan 
memastikan jika pencariannya tengah  menuju akhir. Sudah ada orang yang 
menunggu kunci itu selama dua tahun dengan  putus asa.  Oskar tidak menyangka, dalam  tempo satu hari, ia mesti merasakan dua kekecewaan yang mendalam. Pertama,  katanya, "Pencarianku adalah drama yang  ditulis oleh Mom, dan dia sudah mengetahui akhirnya waktu aku masih di awal."  (hlm. 357). Kedua, ujarnya, "Mencari  lubang kunci itu membuatku tetap dekat dengan Dad sedikit lebih lama." (hlm.  373). 
Diam-diam,
 Oskar  menyimpan rahasia yang tidak pernah ia ungkapkan kepada siapa 
pun; Mom atau  Grandma, atau si penyewa di apartemen Grandma, yang 
menolongnya melakukan  pencarian setelah Mr. Black pergi. Tentang 
ketakutan dan kebingungannya saat dipulangkan  dari sekolah sebelum 
waktunya pada 11 September 2001, setelah menara pertama  tumbang 
dihantam pesawat terbang. Tentang ketidakmampuannya menghadapi dering  
telepon yang berakhir tepat ketika menara kembar World Trade Center 
amblas seutuhnya. 
Alih-alih,
 tidak hanya  Oskar yang menyimpan rahasia. Mom punya rahasia yang tidak
 pernah ia ceritakan  pada Oskar terkait dengan hari meninggalnya Dad. 
Grandma memiliki rahasia dari  masa lalu dan masa kini yang tidak ingin 
dibaginya kepada Oskar. Si penyewa di  apartemen Grandma juga punya 
rahasia yang mesti ia tindas demi janjinya kepada  perempuan yang 
mencintainya. Bahkan Dad yang telah meninggal memendam rahasia  yang 
tertunda pengungkapannya sampai dua tahun setelah kepergiannya. Mereka  
semua tidak menemukan cara paling cemerlang untuk berbagi selekasnya. 
Di sela-sela cerita  yang disampaikan Oskar, pengarang yang adalah suami Nicole Krauss -pengarang The History of Love,
 menyisipkan kisah yang dipungut dari buku  harian seorang lelaki tua 
yang juga bernama Thomas. Ia menujukan  tulisan-tulisannya kepada 
anaknya dengan judul "Mengapa Aku Tidak Ada di Sana  Bersamamu". Di 
dalam tulisannya, Thomas yang bukan ayah Oskar, menceritakan  kisah 
cintanya dengan dua perempuan bersaudara dari keluarga Schimdt, yang  
dimulai di Dresden, Jerman hingga New York, Amerika Serikat. 
Tulisan-tulisan  ini ditulis dalam alinea yang sangat panjang lebar dan 
hanya sedikit ditingkahi  percakapan si penulis yang bisu dengan 
orang-orang tertentu. Sebagaimana cara  Oskar menampung dialog antara 
dua orang dalam satu alinea, demikian pula yang  dilakukan Thomas, 
dengan cara yang jauh lebih parah. Bahkan pada tulisan  terakhirnya 
kalimat demi kalimat saling timpa sampai menghasilkan tiga setengah  
halaman yang tidak bisa dibaca (hlm. 345-348). Si penulis memang sedang 
 kehabisan halaman kosong dalam bukunya ketika menulis. Ada lagi satu 
tulisan  berantakan yang ditandai dengan banyak tinta merah untuk 
menyatakan kesalahan.  Harus sabar membacanya, dan memang harus dibaca, 
karena sengaja disajikan  dengan cara seperti itu. Kemudian, ada lagi 
lebih dari dua halaman yang  menyajikan banyak angka, yang begitu tahu 
maksudnya, tidak apa-apa segera  dilewatkan saja sebelum merasa pening. 
Salah satu bagian dari tulisan ini  terjadi di seputar peristiwa 11 
September 2001 dan akan berkelindan dengan  kehidupan Oskar. 
Bagian
 lain yang  menyela cerita Oskar adalah tulisan-tulisan Grandma yang 
bertajuk  "Perasaan-perasaanku". Grandma menceritakan kehidupan 
keluarganya yang sentosa  hingga pengeboman tempat tinggalnya yang 
menyebabkan ia kehilangan keluarganya.  Grandma meninggalkan kampung 
halamannya dan pergi ke New York. Di sana ia bertemu seorang lelaki yang
 bercita-cita menjadi pematung. Mereka  menikah, Grandma mengandung 
Thomas, ayah Oskar, tetapi Grandpa-nya Oskar pergi  meninggalkan 
Grandma. Setelah mengalami kehilangan cinta pada periode lain  dalam 
hidupnya, Grandpa menolak mencintai apa pun karena takut kehilangan 
lagi.  
Secara keseluruhan Extremely Loud & Incredibly Close adalah
  sebuah novel ajaib yang memikat untuk dibaca. Awalnya mungkin akan 
terasa  berat, tetapi begitu pembaca menemukan unsur-unsur krusial yang 
saling  berkelindan dari halaman ke halaman, menuntaskan novel ini 
menjadi aktivitas  yang sangat mendebarkan. Isinya sangat menyentuh, 
pada banyak tempat terasa mengenaskan , pada tempat yang lain akan 
menghangatkan hati dengan kesadaran penuh  akan keindahan rasa sayang 
yang dinyatakan dan kepedihan cinta yang tidak  pernah diungkapkan. 
Dari
 segi gaya  penceritaan, novel yang menyeruak dari belantara kisah 
seputar 11 September ini  tidak sepenuhnya konvensional. Teknik yang 
digunakan pengarang sebetulnya bukan  hal yang baru pula, tetapi 
hasilnya tetap terasa orisinil dan sarat oleh  kekayaan imajinasi. Bila 
dilihat dari keterhubungan satu bagian dengan bagian  yang lain yang 
begitu padu, jelaslah jika sebelum menuangkan dalam bentuk  tulisan, 
sang pengarang telah lebih dahulu memperhitungkan penempatan yang  tepat
 bagi setiap petunjuk untuk menggelorakan ceritanya.
Lalu, apa maksud judul  unik yang diterjemahkan sebagai Benar-benar  Nyaring  & Sungguh-sungguh Dekat
  ini? Temukan sendiri dalam novel yang edisi Indonesianya merupakan   terjemahan Antie Nugrahani, salah satu penerjemah yang telah 
berkali-kali  menghasilkan karya terjemahan yang gemilang. Sementara 
membaca edisi Indonesia  terbitan Mahda Books, saya yakin, Anda akan 
membayangkan kerepotan si  penerjemah ketika menangani karya Jonathan 
Safran Foer ini. Untunglah hasilnya  setimpal, sebab edisi Indonesianya 
memang tidak sulit untuk dinikmati.
Jonathan Safran Foer dan Nicole Krauss



1 comments:
Post a Comment