12 February 2012

Body of Lies


Judul: Body of Lies
Penulis: David Ignatius
Tebal: 547 halaman
Cetakan: 1, November 2008
Penerbit: Rajut Publishing





Operasi Mincemeat adalah operasi tipuan yang dilakukan Inggris untuk menghadapi Jerman pada Perang Dunia II. Dilaksanakan pada tahun 1943, operasi ini berhasil mengecundangi Nazi Jerman, tanpa mereka sadari. Sesosok mayat dipersiapkan pada awal operasi, diberi nama Mayor William Martin dari Angkatan Laut Kerajaan. Mayat itu dibuang dan ditemukan di sebuah pantai di Spanyol. Dokumen yang disertakan pada mayat sampai ke tangan Nazi Jerman.  Isinya menyebutkan tentang rencana invasi Inggris ke Eropa melalui Yunani; bukannya Sicilia. Pihak Jerman memakan kebohongan ini dan berhasil ditipu mentah-mentah. Tentang Operasi Mincemeat dapat ditemukan dalam memoar bertajuk The Man Who Never Was yang diterbitkan pertama kali tahun 1954 dan sudah difilmkan. Penulisnya adalah Ewan Montagu, salah satu pelaku dalam operasi sukses itu.

Pencarian dan penyiapan mayat untuk operasi yang diadaptasi dari Operasi Mincemeat menjadi prolog (Pintu Masuk) novel Body of Lies karya David Robert Ignatius, seorang kolumnis The Washington Post. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2007 dan sebelum hak adaptasi filmnya dibeli Warner Bros, ia berjudul Penetration. Film berdasarkan novel ini telah beredar Oktober 2008, disutradarai Ridley Scott dengan bintang-bintang seperti Leonardo DiCaprio dan Russell Crowe.

Sesungguhnya, novel ini berawal pada meledaknya dua bom dengan selang waktu sebulan di Rotterdam dan Milan. Karim al-Shams, lelaki asal Hama, Suriah, dipastikan menjadi perencana operasi pengeboman di Eropa. Spesialis bom mobil ini adalah seorang anggota Al Qaeda yang menamakan dirinya Suleiman Yang Agung.

Hani Salaam, kepala Badan Inteligen Yordania (GID), mengajak Roger Ferris, agen CIA dari Divisi Timur Dekat (NED) di Amman, pergi ke Berlin. Hani Salaam ingin menunjukkan kepada lelaki pincang ini metode yang mereka pakai dalam operasi inteligen. Kendati petinggi NED keberatan, Ferris merasa penting untuk ikut operasi Berlin. Sasaran operasi GID di Berlin adalah seorang anggota Al Qaeda bernama Mustafa Karami yang diharapkan akan membantu membongkar pelaku pengeboman Eropa.

Sebelum bekerja di Yordania, Roger Ferris bertugas di Irak. Di sanalah untuk pertama kali ia mendengar tentang Suleiman dari Nizar, seorang anggota Al Qaeda, yang ingin berkelit dari keharusan memartirkan diri dalam pengeboman Eropa. Nizar terbunuh, sedangkan Ferris meninggalkan Irak karena terluka akibat terkena senjata RPG.

Seketika Ferris sadar, ia dan Hani Salaam mengejar orang yang sama, Suleiman Yang Agung. Maka, lewat Ed Hoffman, kepala NED, CIA menawarkan operasi gabungan. Tapi Salaam menolak. Penolakan lelaki Yordania yang flamboyan ini berujung pada tewasnya Mustafa Karami. Salaam pun menyalahkan CIA.

Begitu tahu Karami tewas, Ferris berangkat ke Washington. Dalam perjalanan yang diseling berita peledakan bom di Frankfurt, Ferris membaca buku bertajuk The Man Who Never Was. Lahirlah ide di benak Ferris guna menuntaskan tugasnya membekuk Suleiman. Ed Hoffman, sang bos, setuju dengan ide Operasi Mincemeat. Maka, ia membentuk CIA versinya sendiri, Mincemeat Park, lengkap dengan dukungan orang-orang genius untuk mewujudkan sebuah operasi kontraterorisme yang sangat rahasia.

Sebuah plot dirancang dengan segala detailnya. Mereka akan berbohong seakan-akan CIA berhasil menembus selaput jaringan Al Qaeda. Membuat Suleiman percaya di tubuh organisasinya telah bercokol seorang agen CIA. Bahkan selanjutnya, mereka akan berpura-pursa telah sukses merekrut Suleiman.  Benih-benih keraguan akan disemai dalam organisasi Al Qaeda. Dan pada gilirannya, Suleiman akan dihancurkan dengan cara membuat integritasnya disangsikan oleh rekan-rekannya. Diyakini, kehancuran Suleiman akan disusul kehancuran jaringan Al Qaeda.

Jelas sudah apa yang dibutuhkan operasi ini. Sesosok mayat dengan spesifikasi cemerlang sebagai petugas lapangan CIA, dokumen palsu, dan sejumlah muslihat. Memanfaatkan mayat seorang lelaki asal Chicago, Harry Meeker, agen yang tidak pernah eksis diciptakan. Omar Sadiki, seorang arsitektur Yordania, diisbatkan sebagai anggota sempalan Al Qaeda yang melakukan operasi gaya baru. Untuk menegaskan peranan Sadiki, pangkalan udara Incirlik (selatan Turki) akan diledakkan. Lalu, Harry Meeker pergi membawa pesan untuk Suleiman melalui Azzam, tokoh suku Pashtun yang pernah bekerja dengan Suleiman di Afghanistan. Perencana pengeboman Eropa ini hendak diminta untuk membantu mengatasi sempalan Al Qaeda yang sejatinya tak pernah eksis. Tujuan operasi adalah memunculkan kesimpulan di kalangan Al Qaeda jika Suleiman adalah konspirator CIA. Seperti nasib Mustafa Karami, Suleiman akan didakwa sebagai pengkhianat Al Qaeda.

Tapi, begitu operasi dilaksanakan, Ed Hoffman merasakan ada sesuatu yang keliru. Demikian juga tatkala Ferris kembali ke Yordania. Ia menemukan Alice Melville, selingkuhannya, hilang. Otomatis Al Qaeda diduga telah menculik Alice dan memboyongnya ke Hama, Suriah, tempat asal Suleiman. Sang agen CIA seolah-olah malih menjadi seorang keroco yang tidak tahu apa-apa. Sebab, sesampainya di sana, ia sadar, ia telah menjadi agen virtual dalam operasi lihai yang diarahkan oleh seorang pentolan inteligen lain. Latar belakang Ferris yang memiliki seorang kakek Islam asal Lebanon menjadi alat untuk mengecundangi CIA dalam operasi inteligen di Timur Tengah. 

Menggunakan Operasi Mincemeat sebagai tempat berangkat sebuah karya bukanlah ide yang orisinal. Dalam arti, sudah ada penulis lain yang menggunakan ide ini. Tetapi menurut saya, penggunaan model Operasi Mincemeat sebagai elemen utama novel ini terbilang cukup brilian. Siapapun yang belum dan sudah tahu tentang operasi ini tidak akan segera digiring pada pemahaman pemanfaatannya dalam novel. Prolog yang digelontor Ignatius akan membuat pembaca bertanya-tanya apa sebenarnya yang sedang terjadi. Memang tidak lama kemudian, kita akan diberitahu jika prolog itu merupakan pintu masuk bagi replika Operasi Mincemeat, tetapi pembaca dipaksa terus membaca untuk merangkaikan semuanya dalam satu simpulan. Begitu juga untuk sasaran operasi dalam novel ini. Mereka tidak tahu jenis operasi kontraterorisme apa yang dilakukan pihak CIA. Pihak yang di penghujung novel mengecundangi CIA dengan cara memanipulasi Roger Ferris, juga bisa dipastikan tidak tahu jika Operasi Mincemeat ala CIA sedang dijalankan. Mungkin inilah yang menjadi nilai plus dalam novel lelaki kelahiran 26 Mei 1950 ini.

Selain itu, lewat novel ini, Ignatius yang katanya dikagumi agen-agen CIA 'karena memahami konspirasi mereka melebihi penulis manapun', bermaksud menumbangkan supremasi CIA dalam pentas dunia inteligen. Dalam novel ini, CIA benar-benar dimanipulasi. Senjata makan tuan bagi mereka yang suka memanipulasi pihak lain. Tanpa mengeluarkan biaya untuk menggenjot operasi spionase, pihak lain memetik keuntungan dari operasi CIA.

Selebihnya, cerita yang disemai Ignatius bukan hal anyar lagi. Kita bisa menemukan ide yang sama dalam berbagai novel dan film produksi Holywood. Oleh sebab itu, kisah heroisme seorang lelaki untuk menyelamatkan seorang perempuan di 'sarang penyamun' menjelang novel berakhir, bisa dikatakan sangat klise. Sekalipun pada akhirnya kita mengetahui 'penculikan' Alice hanya sekedar muslihat belaka.

Walaupun novel ini dikategorikan sebagai novel thriller (spionase) kita tidak akan disuguhi rangkaian adegan menegangkan yang susul-menyusul seolah tak mau bersudah di sekujur novel. Karakter hero, Roger Ferris, tidak akan terus digiring ke medan-medan eksplosif yang berpotensi membuat pembaca tercekat. David Ignatius memang bukan pengarang sejenis –katakanlah- James Rollins atau, yang lebih baru, Andy McDermott, yang gemar memanfaatkan adegan saspens gila-gilaan nyaris di sekujur novel thriller mereka. Mungkin ada yang akan mengatakan tidak adil membandingkan Ignatius dengan kedua pengarang itu karena kisah dan latar belakang protagonis yang digunakan berbeda. Tetapi, tetap, mereka punya satu kesamaan: mereka hadir dalam novel thriller!

Meskipun begitu, saya tidak bisa tidak menyukai Body of Lies. Sebagai sebuah thriller, selain ia memberi tambahan pengetahuan, novel ini juga menjadi latihan asah otak. Lebih khusus lagi, yang berkenaan dengan permainan inteligen.  Sebuah kontribusi baru dari apa yang sudah diberikan oleh novel-novel thriller lain yang ditulis tidak dengan maksud mengada-ada.

Untuk edisi Indonesia, dari segi penerjemahan, hasilnya cukup bisa diikuti, mesti –entah kenapa- kita tidak diberi tahu siapa penerjemahnya. Dari segi kemasan buku, kalau tidak tahu sebelumnya, Anda mungkin akan mengira Body of Lies adalah sebuah nonfiksi, dan bukan sebuah novel. Apalagi tidak ada pemberitahuan di sampul buku tentang jenis buku. Tulisan pada sampul belakang (yang bukan sinopsis) nyaris semuanya tidak mencerminkan isi novel. Dalam novel, tidak ada Amsterdam yang meledak (dalam versi film memang ada). Tidak ada investasi AS di Dubai yang luluh lantak, London yang menyalahkan Gedung Putih, dan sebagainya, dan sebagainya. Kalimat tambahan di bawah judul pun terkesan bombastis: Runtuhnya Kedigdayaan CIA di Timur Tengah. Benarkah hanya dengan dimanipulasinya CIA oleh pihak lain dalam 'Operasi Mincemeat' –operasi gelap tanpa sepengetahuan presiden-  ini sudah bisa dikatakan sebagai keruntuhan kedigdayaan mereka? 

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan