11 February 2012

The Penderwicks




Judul: The Penderwicks
Penulis: Jeanne Birdsall (2005)
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Tebal: 292 hlm; 13,5 X 20 cm

Cetakan: 1, Maret 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama






The Penderwicks: A Summer Tale of Four Sisters, Two Rabbits, and a Very Interesting Boy (Keluarga Penderwick Kisah Musim Panas Empat Kakak-beradik Perempuan, Dua Kelinci, dan Seorang Anak Laki-laki yang Sangat Menarik) adalah judul panjang dari novel anak-anak karya perdana Jeanne Birdsall. Novel yang diterbitkan pertama kali pada Juni 2005 ini telah memenangkan National Book Award untuk Young People's Literature tahun 2005. Setelah sekian lama bekerja sebagai fotografer, impian masa kecil Jeanne Birdsall yang kini bermukim di Northampton, Massachusetts ini untuk menjadi penulis novel akhirnya menjadi nyata.

Novel ini (The Penderwicks) merupakan kenang-kenangan dari 4 kakak-beradik perempuan pada sebuah musim panas di masa kecil mereka. Bertahun-tahun telah berlalu, mereka telah dewasa, tetapi pengalaman musim panas ini ternyata tidak dapat mereka lupakan. Ketika itu Rosalind baru berusia 12 tahun, Skye 11 tahun, Jane 10 tahun, dan Batty 4 tahun. Pada waktu kisah dimulai, mereka berada di mobil bersama sang ayah, Martin Penderwick, seorang profesor Botani yang doyan berbicara dengan bahasa Latin, dalam perjalanan menuju Arundel, di Berkshire Mountain. Ikut bersama mereka, seekor anjing besar, kikuk, dan manis bernama Hound. Tentu saja, Elizabeth Penderwick, ibu anak-anak, tidak ikut. Sang ibu meninggal 2 minggu setelah kelahiran Batty. Penulis novel memberi alasan yang menimbulkan pertanyaan lewat penuturan Rosalind (hlm. 43), bahwa Elizabeth meninggal karena kanker setelah melahirkan Batty. Artinya, Batty dilahirkan seorang penderita kanker kan? Kenapa tidak ada penjelasan yang memadai soal ini?

Kisah kakak-beradik perempuan akan selalu mengingatkan pada novel klasik berjudul Little Women (1868) karya Louisa May Alcott yang dalam novel ini, kebetulan, disinggung penulis lewat ucapan Jane (hlm. 29). Bisa ditebak jika buku tentang gadis-gadis keluarga March itu telah memengaruhi kelahiran novel ini. Bahkan, karakterisasi anak-anak Penderwick akan mengingatkan karakter beragam seperti yang dimiliki gadis-gadis keluarga March: Meg, Jo, Beth, dan Amy. Tetapi The Penderwicks jelas berbeda dengan Little Women. Hanya, bagi saya, The Penderwicks adalah Little Women kontemporer, dengan rasa dan keasyikan yang baru. 

Karakterisasi yang kuat dan menarik dibubuhkan Jeanne Birdsall ke dalam diri anak-anak Penderwick. Rosalind, si sulung, penengah setiap masalah, bertindak seperti pengganti ibu terhadap saudara-saudaranya, dan mulai digerogoti cinta remaja. Skye, seorang gadis cerdas berdarah panas dan tidak sabaran. Ia digambarkan berbeda secara fisik dengan saudara-saudaranya; berambut pirang lurus dan bermata biru, sementara saudara-saudaranya bermata cokelat dan berambut keriting gelap. Ketika cerita bergulir, diceritakan bagaimana dengan galak  ia menantang orang yang dipandang menghina keluarganya. Jane, seorang tukang khayal yang ingin menjadi penulis kondang. Ia menulis serial jagoan perempuan bernama Sabrina Starr yang menyelamatkan anak burung gereja, kura-kura, dan tikus tanah. Sedangkan Batty, si bungsu adalah anak pemalu yang menjadikan binatang dan keluarganya sebagai target kasih sayang. Ia senang mengenakan sayap kupu-kupu dan tidak pernah bicara dengan orang yang baru dikenalnya sampai ia menemukan kesamaan kegemaran dengan orang itu. 

Dalam perjalanan menuju Arundel, Keluarga Penderwick tersesat. Untunglah mereka bertemu Harry, seorang penjual tomat. Harry menunjukkan jalan menuju Arundel dan mengingatkan tentang Mrs. Tifton, si pemilik Arundel yang congkak dan Skye yang dideteksinya sebagai tukang bikin onar. Ternyata Arundel tempat yang luar biasa. Terdiri atas  Arundel Hall, sebuah mansion megah di tengah taman yang apik, dan Arundel Cottage, sebuah vila berwarna kuning mentega di balik halaman belakangnya. Vila inilah yang disewa Mr. Penderwick untuk dipakai selama liburan. 

Setelah menempati kamar masing-masing, keempat bersaudari Penderwick siap menghabiskan waktu selama 3 minggu di Arundel. Di sini mereka bertemu orang-orang menyenangkan seperti Cagney, tukang kebun Arundel; Mrs. Churchill (Churcie), koki Arundel yang pintar membuat kue jahe; dan tentu saja, Jeffrey Tifton, putra pemilik Arundel, yang menerima kedatangan Keluarga Penderwick dengan antusias. Tetapi, juga orang-orang menyebalkan yaitu Mrs. Tifton (Brenda), ibu Jeffrey yang secongkak sepatu hak tinggi yang dikenakannya dan pacarnya, Dexter Dupree, penerbit majalah mobil yang ingin menghalau Jeffrey secepatnya dari Arundel. Khusus bagi Batty, ada dua ekor kelinci (Yaz dan Carla) yang bisa menjadi tempat curahan kasih sayangnya.

Rosalind dan adik-adiknya sangat menyukai Jeffrey. Mereka iba karena Jeffrey tidak pernah mengenal ayahnya. Ayah Jeffrey pergi sebelum Jeffrey dilahirkan; kepergian yang mengundang gosip. Kakak-beradik Penderwick semakin bersimpati ketika tahu Brenda menghalangi niat Jeffrey untuk masuk sekolah musik. Brenda ingin Jeffrey menjadi prajurit seperti Jenderal Framley, kakek Jeffrey yang sudah mangkat.

Simultan dengan kedatangan Keluarga Penderwick, Brenda Tifton sedang bersiap-siap mengikutkan tamannya dalam kompetisi Klub Berkebun se-Massachusetts. Ia berharap bisa jadi pemenang tahun ini. Bagi Brenda, anak-anak Penderwick hanya akan bikin kacau dan merusak taman kebanggaannya. Menurutnya juga, anak-anak Penderwick memberi pengaruh buruk pada Jeffrey. Ia menunjukkan secara terang-terangan rasa antipatinya kepada anak-anak Penderwick. Sikapnya yang judes menakutkan dan menjengkelkan anak-anak Penderwick. Jane yang penuh khayal menyebutnya Ratu Narnia yang mengubah semuanya menjadi musim dingin. 

Kisah musim panas ini bergulir melewati berbagai peristiwa yang menakutkan Batty ketika Yaz menghilang, menyulut kemarahan Mrs. Tifton atas gangguan anak-anak Penderwick saat kompetisi Klub Berkebun, menyengat kedongkolan Skye atas penghinaan Mrs. Tifton terhadap kehormatan keluarga Penderwick, mematahkan hati Rosalind manakala mengetahui Cagney sudah punya pacar, dan meluluhkan niat Jane untuk menjadi penulis tenar sewaktu karya teranyarnya, 'Sabrina Starr Menyelamatkan Anak Laki-laki', dianggap gagal oleh Dexter. Semuanya mencapai klimaks saat Jeffrey memutuskan minggat dari Arundel Hall.

Apa yang akan terjadi dengan Jeffrey? Apakah liburan musim panas di Arundel ini akan menjadi kenangan yang menyakitkan dalam benak anak-anak Penderwick? Dua pertanyaan ini tentunya akan terjawab pada lembar-lembar terakhir novel setebal 292 halaman ini. 

Secara keseluruhan, The Penderwicks adalah sebuah novel yang indah, dan tentu saja, cocok untuk anak-anak. Penggambaran semua karakter novel yang unik menjadi kekuatan novel ini. Belum lagi kelucuan yang ditimbulkan oleh ulah dan pemikiran anak-anak Penderwick. Selain itu, dari kehidupan anak-anak Penderwick banyak hal yang bisa dipetik hikmahnya seperti berupaya menyelesaikan setiap masalah dengan musyawarah (mereka punya agenda yang mereka sebut Pertemuan Besar Penderwick Bersaudara) bersiteguh menjaga rahasia dan kehormatan keluarga; juga bersimpati dan berempati pada kesusahan orang lain. Seperti testimoni di sampul belakang (School Library Journal), alhasil, setelah membaca buku ini, anak-anak Penderwick akan disayangi oleh para pembaca. 

Bagi orangtua, The Penderwicks memberikan pelajaran berharga bagaimana harus memperlakukan anak-anak. Tentu saja, orangtua yang baik menginginkan masa depan gemilang untuk anak-anak mereka. Tetapi, belum tentu rancangan masa depan seorang anak dari orangtuanya akan sebangun dengan rancangan masa depan anak itu sendiri. Jadi, orangtua perlu juga mendengar keinginan anak mereka untuk tidak membuat mereka jadi pemberontak dan membenci orang tua sendiri. "Karena orangtua hampir selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, tetapi mereka tidak selalu tahu apa yang terbaik," kata Mr. Penderwick (hlm. 233). Selain itu, novel ini juga mendedahkan bagaimana orang tua menghadapi anak-anaknya, memosisikan mereka sebagai sahabat, meminta maaf jika telah mengesalkan mereka, dan memberikan mereka kebebasan yang bertanggung jawab.

Setelah The Penderwicks: A Summer Tale of Four Sisters, Two Rabbits, and a Very Interesting Boy, Jeanne Birdsall menulis sekuel berjudul The Penderwicks on Gardam Street yang diterbitkan pada April 2008. Kita tunggu saja apakah buku ini akan menyusul pendahulunya untuk diterbitkan dalam bahasa Indonesia.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan