14 January 2013

Unforgettable




Judul Buku: Unforgettable
Pengarang: Winna Efendi
Tebal: vii + 176 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: GagasMedia



 

Sejoli itu bertemu di Muse, sebuah kedai wine. Sang perempuan adalah salah satu pemilik Muse, seorang penulis berwajah muram yang telah berhasil menerbitkan buku-buku laris. Ia selalu duduk di dalam Muse, tepatnya di sebuah meja persegi di samping jendela besar, mengetikkan hasil imajinasinya. Sang lelaki adalah seorang pengusaha muda bermata sayu yang setiap malam datang mengunjungi Muse. Selalu muncul lima menit sebelum pukul sembilan dan pulang pada pukul sebelas. Ia mengambil tempat duduk di pojokan sambil pelan-pelan menyesap wine langganannya, Cabernet Sauvignon. Setiap kali lelaki itu datang, sang perempuan seolah-olah kehilangan ide dan tidak bisa menulis.

Lelaki itulah yang berinisiatif memulai pembicaraan di antara mereka dan perempuan beraroma arbei itu menyambutnya, keluar dari kerangkeng introvertnya. Perempuan itu menemukan kegembiraan bertukar cerita dengan seorang lelaki. Maka mereka pun melewatkan waktu hari demi hari, setiap lelaki itu mendatangi Muse, dengan berbincang. Masa lalu, kenangan, cinta dan cinta pertama, musik, mimpi, anggur favorit, kematian, Natal, dan ketakutan-ketakutan menjadi materi perbincangan yang kian mendekatkan mereka.

Mereka memiliki persamaan, juga perbedaan. Sama-sama menggemari anggur, Nirvana dan Kurt Cobain, tapi memiliki cara pandang yang berbeda mengenai masa lalu dan kenangan serta hubungan antara perempuan dan laki-laki. Bagi si perempuan, cintanya tunggal, pertama dan terakhir, dalam wujud pemuda delapan belas tahun bernama Remy.  Sementara bagi si lelaki, cinta tidak bernama dan karenanya ia mempunyai banyak pengalaman dengan perempuan, tapi tidak dengan cinta. Ia sama sekali tidak bisa menerima definisi cinta yang disampaikan si perempuan.

Mencintai seseorang ... mungkin seperti berjalan di atas lapangan es tanpa merasakan dinginnya. Lapisan esnya bisa retak kapan saja, tetapi bagai orang bodoh, kita terus melangkah maju. Terkadang, paranoia menguasai dan membuat kita mengambil beberapa langkah mundur. Cinta adalah faktor yang membuat kita membulatkan tekad dan terus maju, percaya bahwa kita tidak akan jatuh dan tenggelam, walau percaya terlihat seperti risiko terbesar yang akan pernah kita ambil. (hlm. 65).

Lelaki itu punya pendapat sendiri mengenai hubungan perempuan dan laki-laki:

Alangkah baiknya jika hidup dan cinta merupakan sebuah perhitungan risiko, evaluasi untung rugi, persentase kecocokan...saat sebuah angka akan menentukan nilai akhirnya, apakah risiko yang diambil pantas, apakah volatilitasnya terlalu tinggi sehingga lebih baik tidak dilanjutkan. Setidaknya, itu akan membuat semua orang merasa lebih aman. (hlm. 66-67).

Bagaimanapun, perbedaan tidak menciptakan jarak di antara mereka. Mereka malah kian mengenal dan memahami satu sama lain karena berani terbuka mengenai kelemahan dan ketakutan dalam hidup. Dan kendati tidak mencari, mereka merasa telah menemukan sesuatu.

Sayangnya, mendadak lelaki itu berhenti mendatangi Muse, meninggalkan tanya dalam benak sang perempuan. Tidakkah lelaki itu merindukan dirinya? Apakah lelaki itu tidak akan pernah lagi memunculkan wajahnya di Muse? Dan yang terpenting: apakah ia telah jatuh cinta pada lelaki itu? 

Winna Efendi
Perempuan dan lelaki itu adalah karakter utama dalam Unforgettable, novel alit karya Winna Efendi. Anehnya, nama kedua karakter ini tidak diperkenalkan sejak awal. Bukan karena mereka tidak memiliki nama tentunya, tapi disengaja oleh Winna. Seolah-olah hendak menandaskan bahwa sesungguhnya nama tidak lebih penting dari interaksi dan pemahaman di antara mereka. Padahal, kisah dalam Unforgettable tidak hanya terjadi sehari. Ganjil rasanya ada dua orang terlibat perbincangan dari hari ke hari dan tidak pernah mengetahui nama masing-masing. Maka ketika Winna akhirnya mengungkapkan nama mereka di bagian epilog atau bab enam belas, efeknya tidak mencengangkan. 

Tapi hal ini tidak lantas membuat Unforgettable tidak menarik. Dalam durasi yang singkat, Winna berhasil menggulirkan kisahnya dengan indah. Kalimat-kalimatnya terjalin apik memanfaatkan kata-kata yang ekonomis dan selektif. Memiliki kecenderungan puitis tapi tidak hiperbolis sehingga tetap enak dibaca. Meskipun tidak diberi tanda petik, dialog-dialognya tetap masih bisa dipahami. 

Setiap bab, kecuali prolog dan epilog, diberi judul dengan nama wine yang dijual di Muse kemudian diikuti kutipan-kutipan yang mengandung kata "wine" dan "champagne". Winna cukup menguasai topik tentang wine dan berhasil memberikan gambaran yang kuat di benak pembaca mengenai wine yang dicium ataupun disesap para tokoh.  

Saat itu, ia mencium aroma musim semi. Vanilla, juga jeruk nipis yang kental, beradu dengn bau buah peach yang baru matang dan permen toffee yang masih berada di pemanggangan. Aroma yang sangat menyenangkan, seperti berada di kebun buah sekaligus kedai permen pada saat bersamaan. (hlm. 25). 

Wine pertamanya adalah ledakan seribu satu rasa. Dia bahkan tidak mampu menjelaskan komplikasi rasa buah-buahan yang manis, lembut seperti krim, yang diakhiri dengan sentuhan karamel begitu ia menelannya. (hlm. 25). 

Cinta itu seperti segelas Eiswein. Kesan pertama selalu manis -seperti sekeranjang aprikot segar berpadu dengan vanili dan gulali. Meskipun sudah diteguk habis, rasanya tersisa untuk waktu yang sangat lama, baik pahit maupun manisnya. (hlm. 64). 

Banyak penulis menggunakan kata 'akut' secara tidak tepat. Winna melakukannya dalam kalimat "Lelaki itu mengidap insomnia akut" (hlm. 45). Yang benar tentu saja kronis dan bukan akut karena lelaki itu sudah lama mengalami insomnia. 

Bisa disimpulkan, Unforgettable adalah sebuah kisah romantis tentang menemukan cinta dan menghadapi kenyataan yang diakibatkannya. Saya tidak ingin memberi kesimpulan yang gamblang agar tidak mengungkapkan ending novel ini. Yang jelas, atmosfer novel ini mengingatkan saya pada film Before Sunrise (1995) yang kisahnya berpusat pada pertemuan sepasang anak manusia dan percakapan di antara mereka.

  



2 comments:

ErnieFaizal Siti said... Reply Comment

Wah,blog berwajah baru :-)

Jody said... Reply Comment

thanks, Ernie... ini hasil coba2 saja

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan