14 March 2013

Paris

 
Judul Buku: Paris
Pengarang: Prisca Primasari
Tebal: x
+
214 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit; GagasMedia

 




Memanfaatkan Paris sebagai seting utama, Prisca Primasari dalam novelnya yang berjudul Paris menceritakan kisah cinta anak muda asal Indonesia yang menimba ilmu di kota itu.  Aline Ofeli berada di Paris karena kuliah S2 di Sejarah Pantheon-Sorbonne, sesuai dengan keinginan mendiang ayahnya, yang selalu menganggapnya inferior. Ia meninggalkan Indonesia, ibunya, dan mengalami kesulitan beradaptasi di Paris. Sebenarnya ia lebih berbakat menggambar ketimbang belajar sejarah, dan terbukti dengan IP yang tidak pernah bagus. Sambil kuliah, Aline bekerja di Bistro Lombok, restoran makanan Indonesia milik Monsieur Borodin, pria Prancis yang menikahi perempuan Indonesia. Di restoran ini, ia bertemu Putra, pemuda Indonesia yang bekerja sebagai koki. Aline menyukai Putra sejak pertama melihatnya, tapi perasaannya bertepuk sebelah tangan. Putra yang digelarinya Ubur-Ubur tidak menyukainya dan tidak jarang meremehkannya. Yang paling membuat Aline mutung, Putra kemudian memacari Lucie François, gadis Prancis secantik Marion Cottilard, rekan sekerja di Bistro Lombok.

Dalam keadaan patah hati, saat sedang berada di Jardin du Luxembourg, Aline menemukan sebuah porselen yang sudah pecah. Setelah mencoba menyatukan pecahannya, Aline menemukan nama Aeolus Sena dimaktubkan pada porselen itu. Penelusurannya di dunia maya berakhir pada janji untuk bertemu.
 
Anehnya, Sena ingin mereka bertemu di Place de la Bastille -lokasi yang dulunya dijadikan tempat para tahanan menerima hukuman pemenggalan kepala- pada jam 12 malam. Saking penasarannya, Aline setuju dengan janji pertemuan ini. Sayangnya, kendati Aline telah berjibaku melawan rasa takutnya, Sena tidak muncul. Ia baru menampakkan diri pada malam ketiga. Porselen yang ditemukan Aline di Jardin du Luxembourg itu ternyata dibuat oleh Marabel, kakak perempuan Sena yang menikahi pria Prancis.

Aeolus Sena sendiri sudah menetap di Paris selama delapan tahun. Ia pun sudah dua tahun menyelesaikan kuliahnya di jurusan perfilman di Eicar International. Saat ini, bukannya membuat film, Sena mengaku bekerja paruh waktu di tempat reparasi mesik tik. Anehnya, bertahun-tahun menetap di Paris, ia tidak mengindikasikan keakraban dengan kota ini. Tidak kalah anehnya, ia tidak pernah bertemu Marabel yang sama-sama berada di Paris. Mereka hanya berhubungan melalui surel. Setelah bertemu Aline, Sena bersemangat mengunjungi beberapa tempat yang ingin dikunjunginya. Bukan cuma Place de la Bastille, tapi juga Maison Victor Hugo -kediaman pengarang Victor Hugo yang dijadikan museum- dan Cimetière du Père-Lachaise.

Untuk apa yang telah dilakukan Aline, Sena memberikan Aline kesempatan untuk mengajukan tiga permintaan. Diberi kesempatan seperti itu, Aline jadi ingin pulang ke Indonesia, dengan harapan, Sena akan membiayai perjalanannya. Dua tahun bermukim di Paris, tidak pernah bisa membuatnya betah. Tapi bukannya menyanggupi permintaan ini, Sena malah mengarahkan Aline untuk tetap menuntaskan kuliah dan mengundang ibu Aline berkunjung ke Paris dengan biayanya.

Saat berdua akhirnya pergi ke Bistro Lombok, Aline mendapatkan kesempatan mengajukan permintaan kedua. Ia ingin Sena melakukan sesuatu yang akan memisahkan Lucie dan Ubur-Ubur. Meskipun menyanggupi permintaan Aline, Sena merasa perlu mempelajari situasi. Alhasil, ia malah mengecam Aline yang  begitu terobsesi pada Ubur-Ubur. "Pikiran sempit. Nggak percaya diri, tapi sok kuat. Melankolis tidak pada tempatnya. Suka berjibaku pada hal-hal tidak penting," katanya (hlm. 97).

Sebenarnya cerita berpotensi menjadi lebih menarik karena Prisca memunculkan karakter pemuda kedua, Ezra Yoga. Ezra yang bekerja di Musèe de Cluny adalah pemuda Indonesia yang mengambil peminatan yang sama dengan Aline di Pantheon-Sorbonne, setahun di atas Aline. Diam-diam, Ezra mencintai Aline tapi tidak menemukan cara untuk secara langsung menunjukkan kepada gadis itu. Senalah yang menemukan cara paling jitu agar Ezra bisa mengekspresikan perasaannya, dengan kemampuan yang ia miliki. Hal ini dilakukan Sena karena sebenarnya ia memang tidak tertarik pada Aline kendati pernah menciumnya. Sebaliknya, tanpa bisa dikekang, kebersamaan dengan Sena telah memunculkan perasaan cinta di hati Aline. Potensi ini tidak begitu digali oleh Prisca sehingga kehadiran Ezra pun menjadi tidak cukup signifikan.

Selain masalah percintaan dan masalah pribadi Aline, Sena, dan Ezra, Prisca juga menghadirkan permasalahan yang dialami Sêvigne Devereux, sahabat Aline. Sêvigne berbakat membuat vignet tapi tidak dihargai oleh ibunya sehingga nyaris membuatnya putus asa. Menuju ke bagian-bagian akhir novel, Prisca menghadirkan permasalahan lain, yaitu permasalahan yang merundung pasutri Apollinaire dan Nelly Poussin. Semua permasalahan yang dimunculkan Prisca ini mempengaruhi kehidupan karakter utama novel.

Seiring perguliran plot akan muncul pertanyaan demi pertanyaan dalam benak pembaca. Mengapa porselen karya Marabel ditemukan Aline di Jardin du Luxembourg? Apa yang membuat Sena kerap bersikap aneh? Mengapa ia tidak pernah bertemu Marabel, kakaknya, walaupun tinggal sekota? Siapa yang akhirnya menggantikan Ubur-Ubur di hati Aline? Aeolus Sena atau Ezra Yoga?  Jangan lupa, Aline masih menyimpan permintaan terakhir dari tiga permintaan yang disanggupi Sena. Apakah yang akan menjadi permintaan terakhir Aline?

Paris menambah perbendaharaan koleksi novel romantis Indonesia. Tema utamanya tergolong generik, kisah cinta anak-anak muda Indonesia di perantauan. Sebagaimana jamaknya novel romantis, para pencinta ini dipertemukan, berinteraksi, dibubuhi konflik secukupnya, kemudian diberi kesempatan untuk memilih pendamping hidup. Prisca menambahkan konflik yang tidak biasa ke dalam novel ini, menarik tapi sayangnya kurang meyakinkan dan terasa aneh bagi seorang Aeolus Sena yang sudah dewasa. Penuntasan konflik pun terlalu gampang dan tidak menimbulkan sengatan berarti.

Sesuai judulnya, ibukota Prancis itu tetaplah menjadi daya pikat novel ini. Prisca memang tidak lagi mengagung-agungkan Menara Eiffel -yang disebutnya klise, tapi ia tetap memunculkan tempat-tempat yang bisa kita kunjungi saat berada di Paris. Place de la Bastille, Maison de Victor Hugo, Cimetière du Père-Lachaise, Mariage Frères, toko buku Shakespeare and Company, dan Boulangerie Patisserie Beaumarchais. Dengan cukup meyakinkan, Prisca membingkai perjalanan para karakternya melalui tempat-tempat itu.

Hampir semua kisah yang kita baca disajikan dalam bentuk catatan harian, lengkap dengan tanggal dan perasaan Aline -si penulis catatan harian- pada saat ia menulisnya. Setelah kembali ke Indonesia, Aline mengirimkan catatan hariannya kepada Sêvigne Devereux dengan harapan bisa dijadikan vignet atau novel oleh sahabat Prancisnya ini. Aline memiliki bakat menggambar sehingga kemungkinan besar ilustrasi cantik karya Diani Apsari yang bertaburan dalam novel ini dimaksudkan sebagai gambar-gambar buatan Aline. Karena kisah mengenai Aline Ofeli yang kita baca merupakan isi dari catatan hariannya yang dibaca Sêvigne -Prisca memulai dengan kalimat "Sêvigne mulai membuka halaman pertama." (hlm. 3)- semestinya Prisca mengakhiri novel ini dengan mengembalikan ceritanya pada Sêvigne, yang telah menamatkan catatan harian Aline. Tapi anehnya, bukan itu yang dilakukan Prisca.

Paris adalah novel pertama dari proyek kolaborasi GagasMedia dan Bukune, Setiap Tempat Punya Cerita, yang diterbitkan GagasMedia. Seri ini ditujukan untuk memberikan pembaca novel-novel terbitan kedua penerbit ini fiksi dengan pengalaman traveling ke mancanegara. Saat GagasMedia menerbitkan Paris, Bukune menerbitkan Last Minute in Manhattan *) karya Yoana Dianika. Menyusul kedua novel ini, akan terbit Roma (Robin Wijaya, GagasMedia) dan Barcelona Te Amo (Kireina Enno, Bukune).

Paris adalah buku keempat Prisca Primasari yang diterbitkan GagasMedia setelah Éclair, Beautiful Mistake (Gagas Duet dengan Sefryana Khairil), dan Kastil Es dan Air Mancur Berdansa. Ini adalah novel Prisca Primasari yang sudah bisa saya tamatkan, dan dalam waktu tidak terlalu lama. 


*) sedang dibaca 












3 comments:

Dhyn Hanarun said... Reply Comment

Aku gak kepikiran buat cari foto lokasi yang ada dibuku loh. So thanks to you ;) Coba baca review Paris aku juga --> http://dhynhanarun.blogspot.com/2013/03/paris-aline.html

Jody said... Reply Comment

Cari foto biar bisa merasakan lokasi2 itu.... hehehehe

Terima kasih telah berkunjung, segera meluncur ke blogmu

Unknown said... Reply Comment

Waaaaah, Masnya baca banyak buku Gagas ya? Mo minta rekomendasi dooong. --> http://reviewsbythegeek.wordpress.com/2013/06/27/unforgotten-for-me/

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan