Judul Buku: Promise
Diterjemahkan dari: The
Probability of Miracles
Pengarang: Wendy Wunder (2011)
Penerjemah: Nur Cholis
Cetakan: 1, Maret 2014
Penerbit: teen@noura (Noura
Books)
Campbell
Maria Cooper (Cam) adalah seorang gadis remaja skeptis. Ia tidak percaya Tuhan,
surga, Adam dan Hawa, dan semua aspek religiositas. Itulah sebabnya, ia menjadi
manusia anti-harapan yang tidak memiliki pegangan setelah didiagnosis mengidap neuroblastoma. Ketika kankernya bermetastasis dan dokter
angkat tangan, sebenarnya -seperti yang dikatakan dokter- hanya keajaiban yang
bisa menyelamatkannya. Sayangnya, sebagai remaja ateis, ia tidak percaya keajaiban
itu ada. Yang tersisa baginya adalah sebuah daftar yang dibuatnya saat mengikuti
perkemahan para gadis pengidap kanker. Daftar Flamingo, berisikan 11 hal yang
ingin ia lakukan sebelum mati.
Alicia,
ibunya, tidak bersikap pasrah dengan nasib putri sulungnya. Ia tidak akan
membiarkan Cam mati, dan ia bertekad mencari keajaiban itu. Maka, Alicia
membawa Cam dan Perry, adik tiri Cam yang juga perempuan meninggalkan Florida
dan pergi ke Maine. Konon, di Maine, ada sebuah kota mistis bernama Promise
yang memiliki kekuatan penyembuh. Tidak semua orang bisa mencapai Promise, dan
hanya yang menemukan yang bisa merasakan keajaiban kota itu. Setidaknya, selama
musim panas, Alicia memutuskan akan menetap di Promise.
Tidak
mendapatkan hotel untuk menginap, Alicia menerima tawaran Asher, pemuda Promise
yang bekerja di restoran bernama Pengepulan Lobster (Lobster Pound), untuk tinggal secara gratis di rumah kakeknya, Avalon By The Sea. Asher, sang pemuda
tampan, sebenarnya menerima beasiswa untuk kuliah di luar Promise berkat
prestasinya sebagai pemain sepak bola. Tapi Promise dan keajaibannya telah
menahan langkahnya untuk pergi. Yang tertanam dalam benak Asher, keluar dari
Promise berarti keberuntungannya akan berakhir. Kedua orangtuanya tewas dalam
kecelakaan ketika meninggalkan Promise untuk berlibur ke Hawaii. Kakeknya yang
berduka pergi dari Promise dan tidak pernah kembali lagi.
Meskipun
sudah tertarik pada Cam sejak pertemuan pertama mereka -saat Cam masuk
Pengepulan Lobster dan mengatakan hendak mengadopsi salah satu lobster, Asher
tidak menunjukkan minat berlebih pada Cam. Ia memang sedang menjalin hubungan
dengan perempuan yang jauh lebih tua dan matang daripadanya. Hubungan Cam dan
Asher baru mulai berkembang menuju tahap serius setelah Lily, teman sesama
pengidap kanker Cam yang tinggal di North Carolina, meninggal dunia. Keberadaan
Asher di dekat Cam memberikan penghiburan bagi Cam.
Pertanyaannya,
benarkah Promise menyimpan keajaiban dan kekuatan penyembuh? Sebagai kota di
tepi Samudra Atlantik yang dingin, Promise adalah sebuah tempat yang indah.
Promise memiliki langit senja yang abadi (everlasting
sunsets), perbukitan dengan dandelion berwarna ungu, dan pemandangan migrasi
kawanan besar flamingo berwarna merah jambu yang cantik. Selain itu, di musim
panas, pada bulan Juli, hujan salju turun di kota ini. Bukankah apa yang
terjadi Promise ini merupakan keajaiban? Tentu saja. Kecuali, bagi Cam. Ia
selalu berupaya mencari penjelasan logis bagi fenomena alam tersebut untuk
menghindar ketimbang mengakuinya. Padahal, bagi Alicia dan Perry, keajaiban
sesungguhnya memang sudah mulai terjadi semenjak mereka menjenguk ibu Alicia di
Hoboken dalam perjalanan menuju Promise. Tweety -burung kenari piaraan Cam-
hilang, tapi muncul lagi di Promise, tepat di rumah Asher.
The
Probability of Miracles
yang judulnya diubah Penerbit Noura Books (teen@noura) menjadi Promise
adalah novel pertama Wendy Wunder. Ia mengutip kalimat dari Albert Einstein
sebelum memulai kisahnya:
Hanya ada dua cara untuk
menjalani hidupmu.
Yang pertama adalah seolah-olah
tidak ada keajaiban.
Yang lainnya, seolah-olah segala
sesuatu adalah keajaiban
Seperti
dalam kutipan tersebut, novel ini memiliki dua jenis orang yaitu yang percaya
dan yang tidak percaya adanya keajaiban. Tokoh utama novel, Cam, seperti yang
sudah diuraikan sebelumnya, adalah orang jenis kedua. Dan sebagai orang yang
tidak percaya adanya keajaiban, Cam bukanlah karakter yang menyenangkan dan
dengan mudah dijadikan favorit. Selain keinginan agar Asher bisa meninggalkan
Promise, nyaris semua isi benaknya tidak mengundang simpati. Belum lagi
kekeraskepalaan dan kekurangjarannya yang bikin antipati. Bayangkan saja,
ketika dipergoki seorang pastor hendak mencuri daun mapel ajaib di sebuah
gereja di Hoboken, remaja bedebah ini memaki sang pastor dengan kata-kata:
"Dasar bangsat! (You asshole!)" (hlm. 127). Penyebabnya hanya
gara-gara pada saat yang sama ia menyadari Perry tidak bisa diandalkan menjaga
Tweety.
Pada
akhirnya, Promise tetap akan menjadi kota yang penuh keajaiban, tapi bukan
untuk Cam. Satu-satunya harapan yang mekar dalam jiwanya yang bobrok adalah
yang terkait dengan keselamatan Asher. Apa yang diharapkan Alicia dan Perry
dimentahkan begitu saja. Tujuan utama kedatangan ke Promise melenceng jauh.
Bukan keajaiban yang ditemukan Cam di sana, melainkan cinta dan tentu saja,
hubungan badan dengan Asher. Dua hal yang bisa ia temukan tanpa pergi ke
Promise.
Setelah
membaca edisi Indonesia terbitan teen@noura, saya berkesimpulan, akan lebih
baik novel ini tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pertama, tentu saja, karena tidak ada
hal baik yang bisa dipetik dari tokoh utama novel ini. Sejak awal hingga akhir
karakter Cam tidak mengalami perkembangan, tetap saja ia menjadi ateis. Wendy
Wunder -yang kemungkinan besar seorang ateis juga- tampaknya kebingungan
mengembangkan karakternya. Kedua,
adegan seks dihadirkan begitu saja dalam novel konsumsi pembaca remaja sungguh berlebihan. Seharusnya, seks
yang dilakukan Cam sudah bisa diantisipasi sejak Bab Satu mengingat hal pertama
dalam Daftar Flamingo-nya berbunyi: Lose
my virginity at a keg party (yang dengan konyol diterjemahkan menjadi: Berduaan dengan cowok keren pada sebuah
pesta). Entah kenapa, elemen penyakit di sini mesti dikombinasikan dengan
seks. Seolah-olah kematian tidak akan ada harganya sebelum memiliki pengalaman
seks. Ketiga, penerjemah tampaknya
kerepotan menerjemahkan novel ini. Kalimat-kalimat yang merangkai adegan seks
instan dan adegan ciuman disunat dan menjadi cukup satu kalimat saja. Ketika
Cam berhubungan badan dengan Alec, aksi Alec diubah menjadi kalimat: ... hingga akhirnya Alec yang mengambil
keputusan dan melakukan semuanya (hlm. 192). Demikian pula saat Asher dan
Cam berciuman, aksi Asher cukup menjadi: Kemudian,
Asher menciumnya dan mereka berdua tenggelam di dalamnya (hlm. 329). Dialog
di antara Asher dan Cam di halaman 345 pun sudah mengalami pemangkasan.