15 March 2012

Cerita Sahabat


Judul Buku: Cerita Sahabat
Pengarang: Alberthiene Endah & Friends
Desain sampul & Isi: Henk Winiarti
Tebal: 336 hlm; 20 cm

Cetakan: 1, Januari 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
 

 
Banyaknya penulis muda yang memulai karyanya di dunia maya, membuat Alberthiene Endah menggagas sebuah kumpulan cerita pendek yang diberi judul Cerita Sahabat. Ada sebelas nama lain, selain dirinya yang menyumbangkan cerita pendeknya di dalam koleksi ini. Mereka adalah, Alexander Thian, Faye Yolody, Tjhai Edwin, Verry Barus, Rahne Putri, Dillon Gintings, Chicko Handoyo, Jia Effendie, Rendy Doroii, Ollie Salsabeela, dan Faizal Reza Iskandar. Di antara mereka yang pernah menerbitkan buku tunggal adalah Verry Barus, Jia Effendie, Ollie Salsabeela, dan Faizal Reza Iskandar.

Keduapuluh sembilan cerpen dalam koleksi ini ditulis dengan mengusung gaya masing-masing. Panjang cerpen bervariasi. Rahne Putri, Rendy Doroii, dan Faizal Reza lebih memilih cerpen yang benar-benar pendek sehingga benar-benar habis sekali baca.

Tema yang dihembuskan para pengarang juga bervariasi. Umumnya bertema cinta, termasuk LGBT. Tema LGBT ada dalam cerpen Aku Mau Putus, Aurora (Alexander Thian), Cateutan Akika Jilid Dua, Yuk Mari…, Tidak di Sini, Mungkin Nanti (Dillon Gintings), Untung Ada Tyas! (Faye Yolody), Anak Laki-laki Yang Belum Mengenal Cinta (Tjhai Edwin), dan Telephone (Chicko Handoyo Soe). Tema gangguan kewarasan hadir dalam Cinta di Batas Angan (Alexander Thian) dan Pelangi Malam Hari (Rendy Doroii). Tema bukan cinta dan gangguan kewarasan hadir dalam Vendetta (Alexander Thian), Kisah Aku (Rendy Doroii), dan Blok D Nomor 16 (Alberthiene Endah). Sisanya benar-benar bertemakan cinta heteroseksual dengan segala liku-likunya.

Dari segi pemilihan tema yang beragam, Alexander Thian adalah juaranya. Keempat cerpennya memiliki tema yang berbeda-beda dan digarap dengan maksimal. Penulisan tiga cerpen yaitu Aurora, Cinta di Batas Angan, dan Vendetta menampakkan bakat untuk menulis karya sastra. Ia bertutur dengan sangat prima dan cenderung mengelola kalimat dengan prinsip ekonomi kata-kata. Ketiga cerpen ini mempunyai alur yang sangat jelas, dan sangat sedap dibaca, terutama Vendetta yang mendebarkan dan menghantam dengan kejutan tragis di bagian akhir. Meskipun dibesut dengan gaya yang sangat berbeda, Aku Mau Putus bukanlah cerpen yang tidak mengundang. Dikisahkan menggunakan perspektif orang pertama, cerpen ini hadir sangat meriah, ceplas-ceplos, dan sangat bencong. Andes adalah seorang (sampai menulis review ini, saya masih meragukan gendernya) yang memiliki kegemaran mengoleksi pacar. Dalam waktu bersamaan, ia bisa memacari tiga pria, tapi jangan coba-coba berselingkuh kalau berpacaran dengannya. Kata Andes, “I’m the dominatrix”. Hingga kisah berakhir, ia tetap mata keranjang.

Eh, itu kan Dimas!! Astagadragon!! Tambah Cakeuppppp!! Kyaaaaaaa… Duh, gue kudu dapetin Dimas, nih!! Harus! Nggak boleh nggak!! Jason gimana ya? Hmm… Punya pacar dua, lucu juga kali yah?! Yuk! (hlm. 19).

Kedua cerpen Dillon Gintings bertema LGBT. Cateutan Akika Jilid Dua, Yuk Mari… ditulis dalam bentuk catatan harian yang bertaburan kosakata bencong. Coba simak catatan harian bertanggal 16 Maret 2005 di bawah ini:

Sebeeeeellll… tadi dese datang ke salon buat gunting rambut, tapi si Menul sialan itu malah yang kebagian ngelayanin. Panas bok hati akika. Eh, tapi sebetulnya ngapain ya akika emosi jiwa-raga atas bawah begindang, kan dese bukan siapa-siapa akika. Lagipula belum tentu dese juga sekong. Ih, biarin aja, namanya juga cinta. Cinta itu kan buta ya bok, nggak bisa bedain mana yang sekong, mana yang lekong asli, haha! (hlm. 41-42).

Meskipun demikian cerpen ini tampil lebih menarik dibanding cerpen Tidak di Sini, Mungkin Nanti yang sangat melankolis dan diakhiri dengan cara berlebihan, dengan mematikan karakter yang sudah sakit.

Faye Yolody masih berputar-putar dengan tema cinta, salah satunya masuk kategori LGBT, Untung Ada Tyas!. Karena tema cerpen-cerpennya bukan sesuatu yang baru lagi, seharusnya Faye bisa memperkuat teknik bercerita. Sayangnya, ia bercerita dengan gaya yang sangat umum.

Pada usia sepuluh tahun, Bayu menemukan dirinya tertarik pada Mas Parjo, dan mendapatkan kesenangan menyaksikan si tukang becak mandi dalam keadaan telanjang (Anak Laki-laki Yang Belum Mengenal Cinta). Meskipun berbeda usia hampir duapuluh lima tahun, berbeda agama dan ras, seorang gadis berdarah Cina mau mengikatkan dirinya dalam perkawinan dengan seorang duda cerai. Begitu cintanya si gadis, sehingga tak tertaklukkan oleh  kondisi sang suami (Tentang Hujan). Kedua cerpen ini adalah karya Tjhai Edwin yang ditulis dengan tenang, sedikit lambat, porsi yang pas, dan mengejutkan.

Rahne Putri yang memiliki ketertarikan pada dunia kesedihan (Baca di bagian Tentang Pengarang) menyodorkan tiga cerita sedih (Kita dan Angkasa, Sihir Hujan, dan Jawaban). Dari ketiga cerpen ini Jawaban yang paling memberikan kesedihan dan sangat menggigit. Kita dan Angkasa membutuhkan perbaikan. Selain memperlihatkan kebingungan kapan harus menggunakan kata “kita” dan “kami” Rahne juga merangkai kalimat yang secara berganti-ganti membahasakan satu orang dengan  ‘kau” dan “nya”. Bahkan dalam satu alinea.

“Hai, kau terlihat pucat,” sapanya. Lalu kau memelukku kuat. “Aku menyewa planetarium ini untuk kita berdua. Kau suka?” bisiknya di telingaku (hlm. 172).

Ollie Salsabeela dan Jia Effendi adalah dua pengarang perempuan yang menceritakan kisah-kisah romantis seperti halnya Faye Yolody. Ollie Salsabeela dengan Jejak Pelangi dan Rendezvous menyodorkan kisah cinta antara perempuan Indonesia dan pria asing. Sedangkan Jia Effendie mengangsurkan cerpen Malam di Moko dan Langit Jeruk. Cerpen-cerpen kedua perempuan ini belum juga memberikan sesuatu yang istimewa.

Rendy Doroii mengandalkan teks yang singkat dalam bercerita. Tapi dalam keringkasannya, Kisah Aku dan Pelangi di Malam Hari, memberi efek yang lumayan menghantam. Sayangnya, kedua cerpen lainnya yaitu Bintang, Mentari, dan Hujan dan Permainan Hati agak membingungkan disebabkan oleh perpindahan perspektif yang janggal.

Diandra adalah nama gadis dalam dua cerita Faizal Reza. Cerpen pertama menceritakan pertemuan terakhir “aku” dengan Diandra (Saat Shinici Kudo Berpamitan Kepada Ran Mouri dan Tidak Kembali Lagi) sedangkan yang lain (Sangat Sederhana) membeberkan salah satu kenangan ketika masih bersama Diandra. Kedua cerpen ini kurang menggoyang emosi walaupun menyiratkan kekosongan dan kesedihan.

Verry Barus dan Chicko Handoyo Soe menampilkan performa mereka hanya lewat satu cerpen. Verry dengan Kontak Jodoh, dan Chicko dengan Telephone. Cerpen Verry mengisahkan tentang seorang perempuan yang sudah berada pada usia menikah tapi belum menikah. Ia memandang sinis rubrik kontak jodoh di harian ibukota edisi Minggu,tapi akhirnya mempertimbangkan untuk memanfaatkan rubrik tersebut. Cerpen Chicko bercerita tentang percintaan antara dua pria, Dimas dan Andika. Ibu dari salah satu pria itu ingin bertemu dengan pacar anaknya. Muatan utama cerpen ini adalah dialog-dialog yang merupakan percakapan telepon kedua pria itu. Keistimewaanya adalah, sementara cerita berjalan, pengarang mampu menyimpan identitas kedua pria itu. Yang mana Dimas? Yang mana Andika? Pertanyaan lain adalah: mengapa judulnya bukan Telepon saja?

Sang penggagas koleksi cerpen ini, Alberthiene Endah, menyajikan dua cerpen saja, Pengakuan dan Blok D Nomor 16. Keduanya diceritakan menggunakan sudut pandang orang pertama, lambat tapi mengundang tanya. Penggarapannya mendetail dengan ritme penceritaan yang terjaga. Hagi, dalam Pengakuan, adalah seorang pria yang sangat mencintai istrinya. Ia sangat terpukul ketika mengetahui istrinya bertemu dengan pria lain dalam sebuah hotel. Roy, dalam Blok D Nomor 16, seorang reporter pemula yang sangat terganggu dengan keberadaam seorang perempuan yang menjadi tetangganya di sebuah flat. Ia menyangka perempuan itu seorang pelacur, sebelum menyaksikan kerusuhan yang terjadi di sebuah pabrik sepatu.

Salah satu hal yang menganggu dalam buku ini adalah tidak adanya daftar isi, padahal kemasannya sudah cukup bagus. Daftar isi sebenarnya membuat pembaca lebih mudah untuk memilih cerpen mana yang akan dibaca. Cerita Sahabat membutuhkan daftar isi mengingat cerpen-cerpen yang ada disusun secara acak, tidak menurut pengarangnya. 

3 comments:

Anonymous said... Reply Comment

Hai, Jody.

Terima kasih banyak atas review Cerita Sahabat nya. Senyum pertama yang terkembang di pagi ini, adalah karena review ini.

Sekali lagi, terima kasih.

Jody said... Reply Comment

Hai juga, terima kasih sudah berkunjung, ini pasti Alexander Thian, cerpenis paling keren dalam Cerita Sahabat :)

Anonymous said... Reply Comment

Wah. Terima kasih untuk reviewnya. Juga masukan yang cukup objektif di sini. Sekali lagi, terima kasih. :)

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan