27 January 2014

The Tale of Despereaux



Judul Buku: The Tale of Despereaux
Pengarang: Kate DiCamillo (2003)
Ilustrasi: Timothy Basil Ering
Penerjemah: Diniarty Pandia        
Tebal: 280 halaman; 20 cm
Cetakan: kedua, Maret 2005
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Karena kau, tikus, bisa bercerita pada Gregory. Cerita ibarat cahaya. Cahaya sangat berharga di dunia yang begini gelap. Mulailah dari awal. Berceritalah pada Gregory, Hadirkan cahaya. (hlm. 84).



Fabel adalah kisah tentang kehidupan hewan yang berperilaku seperti manusia. Kisahnya -tentu saja- fiktif, dan biasa digunakan sebagai sarana edukasi bagi  masyarakat. Dalam khazanah fabel, kita mengenal kisah-kisah seperti Kelinci dan Kura-KuraKancil Mencuri MentimunKancil dan Buaya. Kisah-kisah tersebut disajikan secara sangat simpel, dengan alur biasa-biasa saja, dan penyelesaian yang jarang menumbuhkan rasa penasaran. Unsur keindahan dalam menggulirkan kisahnya pun tidak menjadi perhatian utama.

Kate DiCamillo –pengarang yang sebelumnya telah menciptakan karakter hewan dalam novel-novel seperti Because of Winn-Dixie (2000)  dan The Tiger Rising (2001)- membuktikan bahwa fabel bisa disajikan dengan indah. Tetap mengandung pesan moral yang mudah diterima, tapi dialirkan dalam plot yang berlekuk dengan para karakter yang menarik hati.

The Tale of Desperaux yang menjadi pemenang Newbery Book tahun 2004 adalah fabel indah yang lahir dari imajinasi Kate DiCamillo. Di dalamnya, kita akan bertemu dengan tiga karakter yang tidak terlupakan: Desperaux Tilling, Chiaroscuro, dan Miggery Sow.

Despereaux Tilling adalah seekor tikus kastil. Bertubuh sangat kecil, tapi bertelinga amat besar untuk ukuran tikus kastil. Sejak dilahirkan, Desperaux yang sakit-sakitan telah menunjukkan perbedaannya dengan tikus kastil lain. Saat dilahirkan, matanya telah terbuka, menatap cahaya matahari yang membuatnya tersenyum. Dalam pertumbuhannya, ia tidak menunjukkan minat pada segala sesuatu yang diminati para tikus. Ia senang cerita-cerita dalam buku-buku di perpustakaan kastil sehingga tidak mau menggerogoti kertasnya. Ia terbuai musik yang dimainkan Raja Phillip untuk Pea, putri semata wayangnya, sebelum tidur. Musik itu membuatnya melanggar peraturan penting dunia tikus. Tidak hanya menampakkan dirinya di hadapan manusia, ia juga duduk di kaki Raja Phillip. Bahkan, ia berbicara pada Pea yang merupakan pelanggaran peraturan keramat terakhir para tikus. Belum lagi, ia jatuh cinta pada Pea lantaran gadis kecil itu tersenyum padanya dan membelai kepalanya. 

Anak-anak, kau mungkin menanyakan hal ini; malah, kau harus menanyakan hal ini: Bukankah konyol kalau tikus sangat kecil, sakit-sakitan, bertelinga besar, jatuh cinta pada putri manusia cantik bernama Pea?

Jawabannya... ya. Tentu saja, itu konyol.

Cinta memang konyol.

Tapi cinta juga indah. Dan kuat. Dan cinta Despereaux pada Putri Pea akan terbukti, seiring berjalannya waktu, mengandung semua hal itu: kuat, indah, dan konyol. (hlm. 33-34).

Kekonyolan Despereaux menyebabkan ia dijatuhi hukuman oleh Dewan Tikus. Lehernya dililit benang merah kematian, kemudian ia dijebloskan di ruang tahanan bawah tanah dan diserahkan pada tikus-tikus got yang mendiami tempat yang bau itu. Ruang tahanan bawah tanah merupakan jantung gelap dunia yang berbahaya, memiliki kelokan, tikungan, jalan buntu, dan pintu palsu. Hanya tikus got yang mengetahui lekuk-liku labirin itu.

Chiaroscuro atau biasa dipanggil Roscuro adalah tikus got dan menghuni ruang tahanan bawah tanah kastil. Dalam kegelapan bawah tanah, Roscuro terobsesi dengan cahaya. Untuk bisa melihat cahaya yang lebih banyak, ia meninggalkan huniannya dan masuk ke dalam kastil.  Keputusannya ini memicu serangkaian kejadian yang berakhir fatal. Seperti yang terjadi pada Despereaux, Putri Pea juga melihat Roscuro, tapi tidak sambil tersenyum. Pea membelalaki Roscuro dengan ekspresi jijik dan marah lantaran telah memicu musibah dan hal ini menghancurkan hati Roscuro. Dendam kesumat pun merebak dalam jiwanya.

Ada hati, anak-anak, yang tidak pernah sembuh setelah hancur. Atau kalaupun sembuh, hati itu menyembuhkan diri dengan cara yang aneh dan tak wajar, seakan diperbaiki tukang yang asal-asalan.  (hlm. 121).

Sampai berusia dua belas tahun, tidak pernah ada yang peduli dengan apa yang diinginkan Miggery Sow. Setelah ibunya meninggal, anak perempuan bertelinga seperti kembang kol itu ditukar ayahnya untuk menjadi pelayan seorang pria dengan  segenggam rokok, selembar taplak meja berwarna merah, dan seekor ayam betina. Pria itu sering menjewer telinga Miggery Sow sehingga menjadi seperti kembang kol. Mig -begitu Miggery dipanggil- memang berotak lamban dan sedikit terlalu malas. Meskipun demikian, ia memiliki sebuah harapan, menjadi seorang putri seperti Pea.

Dan harapan seperti cinta... sesuatu yang konyol, menakjubkan, kuat. (hlm. 140).

Harapan itu tampak akan menjadi kenyataan bagi Mig ketika ia diboyong ke kastil untuk menjadi pelayan dan bertemu Roscuro. Padahal, sejatinya, Roscuro juga tidak peduli dengan harapan Mig, dan anak perempuan bodoh itu hanya akan ia manfaatkan untuk melaksanakan rencana jahatnya, membalas dendam pada Putri Pea. Saat menyampaikan rencana jahatnya pada Mig, Roscuro tidak mengetahui kalau Despereaux mendengar, dan demi cinta pada Putri Pea, Despereaux bertekad untuk menyelamatkan gadis yang dicintainya itu.  

Seperti apa rencana jahat Roscuro? Mampukah ia menuntaskan dendam kesumatnya? Sementara itu, apa yang akan dilakukan Despereaux untuk menyelamatkan Pea? Bisakah tikus kecil sakit-sakitan itu mengalahkan Roscuro? Gambar sampul depan novel ini memberikan sedikit bayangan mengenai perjuangan penuh tekad si tikus kastil.

Secara garis besar, The Tale of Despereaux (Kisah Despereaux) yang disajikan dengan cara mendongeng (jati diri pendongengnya akan disingkap sedikit di bagian Penutup) berkisah tentang cinta, sakit hati, harapan, dan maaf. Keempat elemen ini akan berpadu menjadi pesan indah yang meremukkan sekaligus menghangatkan hati. Roscuro memiliki sakit hati, Miggery Sow memiliki harapan, Putri Pea memiliki maaf, dan Despereaux sang karakter paling utama, selain cinta, juga memiliki maaf -seperti yang diberikannya pada Lester, ayahnya. Dari keempat elemen, maaf memang memegang peranan paling penting dalam kisah ini dan akan menutupi semua sakit hati.

Menurutku, anak-anak, maaf adalah sesuatu yang sangat mirip harapan dan cinta, sesuatu yang kuat dan indah.

Dan juga konyol.  (hlm. 212-213).

Sesudah berbagai kelucuan yang telah dimunculkan sejak awal, dan ketegangan yang mengikuti, kisah ini berakhir menyenangkan, dan bahagia. Tidak ada alternatif lain bagi fabel yang bisa dinikmati oleh pembaca segala usia ini.

Banyak kalimat-kalimat menarik yang bisa kita petik dari novel yang berhiaskan ilustrasi yang hidup dan lucu karya Timothy Basil Ering. Selain yang telah dikutipkan sebelumnya, kita juga akan menemukan kalimat-kalimat di bawah ini.

Anak-anak, kau harus tahu bahwa takdir yang seru (kadang melibatkan tikus got, kadang tidak) menanti hampir setiap makhluk, tikus atau manusia, yang pantang menyerah (hlm. 27).

Tapi anak-anak, tak ada penghiburan dalam kata "selamat tinggal", bahkan walaupun kau mengatakannya dalam bahasa Prancis. "Selamat tinggal" adalah kata-kata yang, dalam bahasa apa pun, penuh penderitaan. Itu kata-kata yang tak menjanjikan apa-apa. (hlm. 69).

Setiap tindakan, anak-anak, tak peduli betapa kecil pun, memiliki konsekuensi.  (hlm. 122).

Yang tidak bisa dilupakan untuk edisi Indonesia ini adalah penerjemahan yang baik dengan pemilihan kata yang pas. Kelucuan yang muncul dari percakapan para karakter tidak menjadi kabur sehingga kisah tetap mengalir lancar dan enak dibaca. 





Januari 2014: Fabel




05 January 2014

Carrie


Judul Buku: Carrie
Pengarang: Stephen King (1974)
Penerjemah: Gita Yuliani K
Tebal: 256 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Oktober 2013
Desain dan ilustrasi sampul: Staven Andersen
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama






Carrie White adalah seorang gadis yang tidak menarik, bertubuh gemuk dan pendek dengan jerawat bertebaran di tubuhnya. Ia -sudah pasti- tidak populer dan kerap menjadi sasaran olok-olok serta penggencetan anak-anak SMA Ewen -tempat Carrie bersekolah. Saat menstruasi untuk pertama kalinya di ruang mandi sekolah pada umur 17 tahun dan tidak memahami apa yang sedang terjadi, Carrie menjadi histeris. Akibatnya, anak-anak perempuan yang berada di ruang mandi melemparinya dengan tampon dan pembalut.

Sue Snell -salah satu dari anak perempuan yang menghina Carrie di ruang mandi- merasa bersalah atas apa yang dilakukannya pada Carrie. Untuk menebus kesalahannya, Sue meminta Tommy Ross, pacarnya, mengajak Carrie menghadiri malam prom. Melihat keseriusan Tommy, Carrie menyambut ajakannya dan mempersiapkan diri untuk hadir pada Pesta Dansa Musim Semi itu. Bahkan, ia menjahit sendiri gaun yang akan dikenakannya dan mengabaikan ketidaksetujuan Margaret White, ibunya.

Baik Carrie maupun Tommy serta Sue tidak menyadari kalau Chris Hargensen -salah satu siswi yang kerap menggencet Carrie- telah menyiapkan sebuah rencana busuk untuk menghancurkan Carrie. Malam Prom yang berpeluang membuat Carrie tampil sebagai gadis normal melahirkan petaka berskala besar yang tidak saja memorakporandakan sekolah melainkan juga kota tempat tinggal mereka, Chamberlain (Maine). Para penggencet yang bertindak kelewat batas tidak tahu Carrie memiliki kemampuan yang bersifat destruktif, dan mereka sukses memunculkannya dengan mempermainkan sisi psikologis Carrie yang rapuh.

Carrie terlahir dengan kemampuan telekinesis. Ia bisa menggerakkan benda-benda dan menyebabkan perubahan di dalam benda-benda tersebut. Kemampuan telekinesis Carrie muncul karena momen negatif yang dialaminya. Insiden di ruang mandi sekolah yang memalukan menjadi pemicu yang kemudian meledak pada malam prom saat kemarahannya yang ia pendam tidak bisa dikendalikan lagi. Hasrat membalas dendam yang muncul mendadak kian memperkuat kemampuan destruksinya.

Sejatinya, Carrie ingin menjadi seorang gadis normal. Malangnya, ia dilahirkan seorang perempuan yang mengungkung diri dengan fanatisme keagamaan yang keliru. Sejak dilahirkan, Carrie sudah dianggap ibunya sebagai hukuman yang ditimpakan Tuhan padanya. Ketika melahirkan Carrie, Margaret White bahkan tidak tahu kalau mendiang suaminya telah menghamilinya -Margaret menganggap ia sedang menderita kanker di bagian kewanitaannya. Margaret tidak pernah mengajarkan anaknya mengenai menstruasi dan tidak melakukan tindakan apa-apa sehubungan dengan keterlambatan menstruasi putrinya. Malah, ketika Carrie menstruasi untuk pertama kalinya, kemarahan Margaret meledak. Baginya, Carrie telah menjadi Hawa, perempuan lemah, jahat, dan berdosa. Ia memaksa Carrie berdoa di dalam lemari untuk memohon pengampunan Tuhan.

Carrie adalah novel Stephen King yang pertama diterbitkan meskipun merupakan novel keempatnya. Diterbitkan pada tahun 1974, sesungguhnya Carrie mengisahkan kisah yang terjadi di masa depan pada saat itu (tahun 1979). King membagi Carrie ke dalam tiga bagian yang terdiri atas Olahraga Berdarah (Blood Sport), Malam Prom (Prom Night) dan Reruntuhan (Wreckage). Bagian pertama mengantar kejadian pada bagian kedua dan menghasilkan kejadian pada bagian ketiga. Itulah sebabnya, Carrie sebenarnya masih tetap bisa dinikmati seandainya King memilih menggunakan plot lempeng. Hanya saja, kemungkinan besar, dengan plot lempeng, Carrie yang awalnya direncanakan menjadi cerpen tidak akan cukup tebal untuk diterbitkan sebagai novel. Untuk mempertebal Carrie, King menggunakan teknik epistolari yaitu dengan menggabungkan elemen seperti surat, berita koran dan majalah, kutipan buku, jurnal ilmiah, artikel, hasil penyelidikan dan buku catatan sekolah. Alhasil, Carrie bisa hadir sebagai novel dan tetap tidak membosankan dibaca. Teknik epistolari tidak menghalangi plot utama Carrie untuk bergerak cepat dalam suasana yang mencekam dan menegangkan. King sukses menumbuhkan rasa penasaran untuk tetap setia membaca hingga kisahnya ditamatkan. Setelah meletakkan Carrie, ada dua kesan dominan yang terasa: tragis dan mengerikan. 

Carrie telah dua kali diadaptasi menjadi film layar lebar. Yang pertama digarap oleh Brian de Palma (1976) dengan Sissy Spacek sebagai Carrie dan Piper Laurie sebagai Margaret. Yang kedua diarahkan oleh Kimberly Peirce (2013), menampilkan Chloē Moretz sebagai Carrie dan Julianne Moore sebagai Margaret. Film layar lebar kedua ini beredar pada bulan Oktober 2013 dan Gramedia Pustaka Utama memanfaatkan momen ini dengan menerbitkan Carrie pertama kalinya dalam bahasa Indonesia. 



Koin Terakhir


Judul Buku: Koin Terakhir
Pengarang: Yogie Nugraha
Penyunting: Mahfud Ikhwan
Tebal: viii + 296 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, Juli 2013
Penerbit: Bentang




Sebelum kematiannya di Les Deux Magots Café-Paris, Daniel Hehalatu memberikan sebuah koin kepada seorang pemuda yang kebetulan berada di sana. Koin lima puluh markkaa Finlandia itu bukanlah sembarang koin. Daniel telah memodifikasi koin itu dan menyembunyikan microchip berisi dokumen yang dicurinya sewaktu bekerja di Direktorat Pengendalian Persandian Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Dokumen itu juga bukan sembarang dokumen karena merupakan dokumen rahasia yang telah dilindungi negara selama puluhan tahun. Jika dokumen itu sampai bocor ke media, berpotensi menciptakan krisis keamanan nasional di Indonesia. Kematian Daniel -yang melarikan diri menggunakan paspor palsu- di Paris disimpulkan karena terkena serangan jantung kendati ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

Zen Wibowo, agen Badan Intelejen Negara (BIN) yang dikenal dengan daya ingatnya yang fotografis dan menguasai enam bahasa, ditugaskan untuk menemukan koin itu. Ia tidak menolak tugas meskipun sedang dalam persiapan pernikahan dengan kekasihnya, Arcelia Nasution. Maka, dari Jakarta, Zen pergi ke kota tempat Daniel meninggal untuk menemukan koin itu. Pemuda yang menerima koin adalah seorang mahasiswa Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne asal Swiss.

Zen berhasil menemukan mahasiswa itu, tapi tidak koinnya. Si mahasiswa telah memberikan koin itu kepada seorang pastor Spanyol yang mengikuti sebuah konferensi di Paris dan telah meninggalkan Paris. Satu-satunya petunjuk adalah pastor itu berasal dari Selville, Spanyol.

Dari Paris, menyamar sebagai wartawan, Zen pergi ke Selville untuk menemui Bapa Sergio Hernandez. Sayangnya, Bapa Sergio sedang tidak berada di tempat. Ia pergi ke Vatikan untuk menghadiri audiensi umum langsung dari Paris. Setelah mengerahkan semua upayanya, Zen menemukan kenyataan kalau koin telah berpindah tangan lagi. Zen masih harus meretas perjalanan ke London bahkan ke Arbat Lama, Mokswa, untuk mengejar koin itu. Perjalanannya tidak akan berjalan mulus, karena bahkan di ujung perjalanannya, ia akan mengalami pengkhianatan yang berpotensi menggagalkan misinya. Karena selain BIN, ternyata ada pihak lain yang juga berkeinginan memiliki koin itu.

Meskipun kisah pencarian koin itu betul-betul ditamatkan, Yogie Nugraha -sang pengarang novel Koin Terakhir- masih menyisakan pertanyaan yang belum terjawab di bagian Epilog. Tampaknya, novel ini tidak dimaksudkan untuk menjadi satu-satunya novel petualangan Zen Wibowo. Adanya sekuel tentu saja akan lebih memuaskan pembaca yang telah menikmati Koin Terakhir.

Membaca novel ini merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Yogie menulis dengan baik dan menerapkan prinsip ekonomi kata-kata sehingga menghasilkan kisah yang mengalir lancar tanpa menciptakan kebosanan. Bahkan, kisah mengenai Arcelia Nasution yang tidak terkait tugas Zen tetap enak diikuti. Rasa penasaran berhasil ditumbuhkan sejak bagian Prolog dan semakin berkembang seiring perguliran plot yang menghadirkan ketegangan yang dijaga dengan baik. Memang belum serumit karya pengarang-pengarang novel thriller kaliber dunia, tapi Yogie telah menunjukkan kemampuan yang tidak banyak dimiliki pengarang-pengarang Indonesia lainnya.

Satu hal yang mengundang pertanyaan adalah penyebab kematian Daniel Hehalatu karena penggunaan diazepam yang berlebihan sehingga membuat jantung Daniel berhenti. "Dua atau tiga tetes diazepam bisa membuat teler, tetapi pemakaian lebih dari enam tetes akan menghentikan jantung kurang dari tiga menit,"  kata polisi Prancis (hlm. 90). Jadi, apakah bentuk sediaan diazepam yang dipakai untuk membunuh Daniel?  Tetes untuk diminum (guttae) ? Atau sirup? :)

Menurut pengakuan Yogie (dalam Pengantar Penulis), ia menulis Koin Terakhir karena dipicu sebuah artikel tentang konferensi yang dilakukan pada November 1967 di Jenewa, Swiss. Pertemuan tersebut dilakukan antara perwakilan Indonesis dengan 'raja-raja ekonomi dunia' seperti David Rockefeller dan perwakilan dari korporasi-korporasi transnasional seperti General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, Freeport, Alcoa, dan US Steel. Fakta-fakta yang terungkap dari konferensi tersebut sangat mencengangkan dan membuat Yogie terusik. Ia jadi bertanya-tanya apakah perwakilan Indonesia yang dikirim ke konferensi itu benar-benar memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai ekonomi. Apa yang terjadi di Konferensi Jenewa tahun 1967 yang dirancang untuk mengambil alih kekayaan Indonesia ini diangkat ke dalam film dokumenter bertajuk The New Rulers of the World oleh Alan Lowery dengan jurnalis John Filger sebagai presenter (2001). Menyusul film dokumenternya, Pilger telah menerbitkan kumpulan esai dengan judul yang sama (2002).

Apa kaitannya Konferensi Jenewa November 1967 ini dengan konflik dalam Koin Terakhir, hanya akan Anda ketahui dengan membaca sendiri novel perdana Yogie Nugraha ini.



Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan