Judul Buku: Rumah Cokelat
Penulis: Sitta Karina
Tebal: 226 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, Desember 2011
Penerbit: Buah Hati
Penulis: Sitta Karina
Tebal: 226 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, Desember 2011
Penerbit: Buah Hati
Hannah adalah perempuan muda Jakarta dengan karier cemerlang di perusahaan multinasional -Bliss & Hunter- tempatnya bekerja. Ia telah menikah dengan Wigraha Andhito, seorang suami yang baik, dan mempunyai seorang anak batita, Razsya. Senin sampai Jumat, Hannah meninggalkan rumah dan bekerja sebagai asisten brand manager. Sabtu dan Minggu, ia berharap bisa menyalurkan bakatnya dalam melukis dengan cat air. Hannah pun kurang bisa memanfaatkan waktu di pagi hari sebelum berangkat kerja ketika Razsya mencoba menarik perhatian dengan tingkah polahnya. Tidak heran kalau Razsya menjadi lebih dekat dengan Upik, pengasuhnya, ketimbang Hannah, ibunya. Upik-lah yang menemukan segala sesuatu terkait dengan tumbuh kembang Razsya. Hannah seolah-olah tidak peduli hingga suatu malam, dalam tidurnya, Razsya mengatakan kalau ia menyayangi Upik.
Kontan Hannah merasa cemburu. Maka, meskipun sulit karena dibebani tuntutan hidup sebagai perempuan modern, Hannah mencoba memberikan perhatian pada Razsya. Ia bahkan sampai membawa Razsya ke kantornya dan menempatkan anak itu bersama pengasuhnya di nursery room.
Setelah masalah Razsya yang menyayangi Upik menjadi pemicu, Hannah pun menemukan hal lain yang selama ini luput dari pengamatannya. Ibunya, Eyang Putri Yanni, ternyata terlalu memanjakan Razsya. Ibunya mengizinkan Razsya nonton film, nonton televisi sambil ngemil cornflake, makan permen, dan main drum menggunakan panci dan centong -dan tidak mengembalikan ke tempat semestinya. Padahal, Hannah tidak ingin Razsya melakukan hal-hal seperti itu. Tidak bisa dicegah lagi, Hannah pun menyulut perdebatan. Lupa kalau ibunya adalah nenek dari Razsya dan mereka saat ini tinggal di rumah sang ibu.
Pada akhirnya, Hannah harus mengambil keputusan, tetap bekerja atau berhenti dan mendekatkan diri dengan putranya. Ketika Upik harus pulang kampung dan Razsya tidak punya pengasuh, akhirnya Hannah memutuskan meninggalkan pekerjaannya dan bekerja di rumah sebagai watercolorist.
Anehnya, setelah berhenti kerja, Hannah tetap tidak bisa sepenuhnya menghabiskan waktunya dengan Razsya. Ia masih belum bisa menolak ajakan Smitha, sahabatnya sejak SMA, untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Akhirnya, ia memutuskan untuk menitipkan Razsya di day care selama ia pergi. Ternyata, masih tetap dibutuhkan katalisator lain untuk membuat Hannah benar-benar sadar bahwa rumahnya akan semenyenangkan cokelat hanya jika mereka selalu bersama-sama.
Rumah Cokelat adalah novel karya Sitta Karina Rachmidiharja, yang lebih dikenal sebagai penulis cerita-cerita remaja. Kali ini, ia meninggalkan dunia remaja dan memasuki dunia dewasa dengan menghadirkan tema cerita yang berbeda. Bukan lagi sepasang remaja melainkan keluarga muda. Apa yang diangkatnya, tentu saja bukanlah hal yang asing baginya sebagai seorang ibu muda.
Ketika Sitta memulai ceritanya, sebetulnya ia menjanjikan sesuatu yang menarik. Hannah terbangun tengah malam, menemukan Razsya tertidur dalam pelukan Wigra, kemudian menggendong anaknya itu dan mendengarnya bergumam dalam tidur mengenai rasa sayangnya pada Upik.
Sayangnya setelah bagian menjanjikan itu, tidak ada konflik menarik yang dimunculkan. Cerita menjadi datar dan agak membosankan. Hal-hal yang ditambahkan Sitta kemudian membuat ceritanya menjadi sangat longgar dan tidak padu. Bukannya memperkokoh cerita, malah menciptakan digresi. Misalnya ketika Awang, suami Ria Sugono, tetangga Hannah, harus dibawa ke rumah sakit karena serangan jantung. Atau ketika Hannah dan Wigra pergi ke sebuah restoran dan mendapatkan pelayanan yang buruk.
Sitta mencoba memberikan tantangan dalam hal kesetiaan kepada Hannah dengan menghadirkan lelaki muda bernama Banyu yang diperkenalkan Smitha kepada Hannah. Dan seolah-olah hal ini tidak cukup, Wigra pun diberikan tantangan yang sama, dengan memunculkan perempuan bernama Olivia Chow dan kemudian -lagi- mantan kekasihnya, Ara. Kemunculan tantangan terhadap kesetian ini tidak memberikan sengatan bermakna selama pembacaan. Malah semakin menguatkan ketidakpaduan plot dan memunculkan dugaan kalau hal ini dilakukan agar Rumah Cokelat hadir sebagai novel dan bukan novela.
Sebagai kesimpulan dari pembacaan, Rumah Cokelat adalah sebuah novel yang sangat sederhana dan kurang terarah. Sama sekali tidak memberikan pengalaman membaca yang luar biasa dan bukanlah karya yang luar biasa istimewa. Jangan percaya semua testimoni yang disertakan sebelum Anda sendiri membaca isi novelnya.
Sumber gambar Rumah Cokelat
0 comments:
Post a Comment