Judul Buku: Hercule Poirot's Christmas
Pengarang: Agatha Christie (1939)
Penerjemah: Mareta
Sampul: Staven Andersen
Tebal: 304 hlm; 18 cm
Cetakan: 8, Februari 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Natal
selalu identik dengan damai, sukacita, dan kebaikan-kebaikan. Tapi dalam Hercule Poirot's Christmas, Agatha
Christie menggunakan momen Natal untuk mengakhiri kehidupan seorang laki-laki
tua dalam sebuah pembunuhan yang sangat brutal. Ia tentu saja punya alasan
sendiri, sebagaimana yang dituangkannya dalam kata-kata Hercule Poirot.
"Pada waktu Natal ada suasana kebaikan.
Pertengkaran diusahakan diredakan sebisa-bisanya, mereka yang bertentangan
bersedia berbaikan walaupun hanya untuk sementara (hlm. 88). Dan sekarang
keluarga. Mereka yang berpisah sepanjang
tahun berkumpul lagi. Nah, dalam kondisi seperti itu Anda harus mengakui bahwa
sering kali terjadi ketegangan. Orang
yang pada dasarnya kurang ramah
memaksa dirinya kelihatan ramah! Jadi
pada waktu Natal sebetulnya terjadi kemunafikan, kemunafikan terhormat, kemunafikan yang terjadi dengan motif yang baik,
tetapi tetap saja namanya kemunafikan (hlm. 89)."
Apapun
kata Agatha Christie melalui detektif ciptaannya, tindakan kriminal memang bisa
terjadi kapan saja.
Simeon
Lee mengundang seluruh keluarganya untuk berkumpul merayakan Natal di
kediamannya, Gorston Hall - Longdale, Addlesfield. Kecuali Alfred -anak
sulungnya yang selalu mematuhi kehendaknya- dan Lydia, istrinya, yang memang
tinggal bersama dengan Simeon. Maka anak-anak yang lain pun berdatangan. George
-anggota parlemen Westeringham- datang dengan Magdalene, istrinya yang berusia
20 tahun lebih muda. George selalu meminta uang dari ayahnya untuk membiayai
kehidupannya. David, pelukis gagal yang meninggalkan Gorston Hall semenjak
kematian ibunya dan menuduh Simeon sebagai pembunuhnya, datang bersama Hilda,
istrinya. Selain ingin menjadi pelukis, David lari dari rumah karena tidak
ingin bekerja dengan ayahnya. Simeon telah menyatakan akan mencoret namanya
dari surat wasiat. Harry, si anak hilang, yang lari dari rumah setelah mencuri
uang ayahnya, datang seorang diri dari luar negeri. Ia belum menikah dan
kemunculannya membuat Alfred tidak senang. Selain keempat anak laki-laki itu,
datang pula Pilar Estravados dari Spanyol. Pilar adalah anak Jennnifer - putri
Simeon satu-satunya yang menikahi seorang pelukis Spanyol dan telah meninggal.
Pilar datang tidak sekadar untuk merayakan Natal, tetapi juga akan tinggal
dengan kakeknya. Dalam perjalanan menuju rumah kakeknya, Pilar bertemu Stephen
Farr, seorang laki-laki yang datang dari Afrika Selatan. Stephen mengaku
sebagai anak dari kolega Simeon Lee di Afrika Selatan. Saat bertandang di
Gorston Hall, Simeon mengajaknya tinggal selama Natal. Mereka semua tidak tahu,
Simeon memiliki rencana untuk menciptakan hiburan bagi dirinya sendiri. Ia
bermaksud menyenangkan dirinya sendiri dengan cara mempermainkan perasaan anak-anaknya
sendiri.
Maka,
pada sore 24 Desember, ia mengumpulkan mereka di dalam kamarnya dan memulai
permainannya. Tanpa tedeng aling-aling, Simeon dengan keangkuhannya mempermalukan
semua anak laki-lakinya yang tidak memiliki keturunan dan menyatakan niat
mengubah surat wasiat. Namun, pada malamnya, Simeon ditemukan digorok dan tewas
dalam kubangan darah. Meskipun kurus dan kisut, dalam kematiannya, Simeon ternyata
mengeluarkan begitu banyak darah. Ia dibunuh, dan berlian-berlian kasar
kesayangannya yang bernilai 10 ribu pound
hilang.
Kebetulan,
pada saat terjadi pembunuhan, Hercule Poirot sedang berlibur di rumah temannya,
Kolonel Johnson, kepala polisi di daerah itu. Maka, setelah anak buah Jonhson,
Inspektur Sugden, mengabari tewasnya Simeon, Poirot pergi bersama Johnson ke Gorston
Hall. Tidak bisa dicegah lagi, Poirot pun terlibat dalam pengungkapan kasus
pembunuhan Simeon Lee. Anak, menantu, cucu, dan tamu Simeon otomatis menjadi sasaran
penyelidikan. Begitu pula Sydney Horbury, pelayan pribadi Simeon, yang
meninggalkan rumah pada saat sekitar kematian Simeon, dan Tressilian, kepala
pelayan Gorston Hall, yang kebingungan karena apa yang dilihatnya seolah-olah
terjadi dua kali.
Tapi,
siapa di antara mereka yang telah mencabut nyawa Simeon? Hingga halaman-halaman
terakhir novel ini, tetap sulit memastikan siapa pelakunya. Poirot menghadapi sebuah kasus pembunuhan yang telah direncanakan dengan matang,
dieksekusi dengan cara yang sangat mengagumkan, dan berhasil. Tapi bagaimana
pun briliannya sang pembunuh, ia tidak akan lolos dari keberhasilan
penyelidikan Hercule Poirot. Agatha Christie telah menyiapkan sebuah kejutan yang akan memukul mundur
semua perkiraan dan tuduhan kita.
Untuk
mengetahui bagaimana cara Poirot mengungkapkan kasus pembunuhan Simeon Lee, sebaiknya
Anda membaca sendiri Hercule Poirot's
Christmas (Pembunuhan di Malam Natal). Novel detektif ini
merupakan salah satu karya Agatha Christie yang pernah meninggalkan kesan yang dalam bagi saya, selain karya lainnya yang berjudul And Then There Were None, Crooked House dan The Murder of Roger Ackroyd.
Diikutkan dalam:
Baca dan Posting Bareng BBI Desember 2013 untuk buku bertema detektif
0 comments:
Post a Comment