Judul Buku: Home for Christmas
Pengarang: Cally Taylor (2011)
Penerjemah: Nurkinanti Laraskusuma
Tebal: 416 halaman; 18 cm
Cetakan: 1, Desember 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka UtamaHingga berumur 24 tahun, belum ada seorang pun laki-laki yang pernah menyatakan cinta pada Beth Prince. Bukan karena Beth belum pernah pacaran. Tapi karena beberapa laki-laki yang pernah memacari Beth memang tidak ada yang benar-benar mencintainya. Demikian pula Aiden Dowles, pacar terakhir Beth. Setelah sepuluh bulan berpacaran (dan tidur bersama), belum sekali pun Aiden mengucapkan tiga patah kata itu: aku cinta padamu. Padahal Beth sangat menginginkannya. Itulah sebabnya, Beth memutuskan untuk menjadi yang pertama menyatakan cinta, dan ia berlatih menyatakan cinta pada poster kardus George Clooney di Picturebox, bioskop tempatnya bekerja selama enam tahun. Sayangnya, Beth tidak mendapatkan kesempatan untuk menyatakan cintanya. Karena pada malam Halloween, saat ia telah bersiap pergi ke pesta dengan Aiden, laki-laki itu mengakhiri hubungan mereka. Tanpa penjelasan.
Beth mau melakukan apa
saja, termasuk memakai pencokelat kulit buatan, demi mempertahankan Aiden
meskipun wajahnya menjadi sewarna jeruk Satsuma. Tapi menurut teman sekerjanya, Carl
Coombes, yang berhati culas dan selalu menghinanya, Aiden sudah menemukan perempuan lain dan akan bertunangan. Tanpa
melakukan pengecekan apa yang sebenarnya terjadi, Beth muncul di tengah-tengah acara
keluarga Aiden dan mempermalukan dirinya sendiri.
Cinta bukanlah
satu-satunya obsesi Beth dalam hidupnya. Selulus sekolah, ia tidak melanjutkan
kuliah dan bekerja di Picturebox. Selama enam tahun bekerja, hati Beth telah tertambat
dengan bioskop itu. Bahkan, untuk memperbaiki kinerja Picturebox, Beth telah
membuat berbagai rencana -yang dipandang terlalu modern oleh Edna Blackstock,
pemilik Picturebox. Beth, sudah pasti kecewa, ketika mengetahui kalau
Picturebox akan diakuisisi oleh Apollo Corporation, jaringan bioskop
multinasional yang bermaksud merombak bioskop itu. Padahal, Picturebox sudah
menjadi warisan budaya setempat yang layak dipertahankan originalitasnya. Matthew
Jones, salah satu penduduk Brighton tempat bioskop itu berada, telah berhasil
membujuk Edna untuk menjual Picturebox kepada Apollo, dengan membohongi
perempuan tua itu.
Matt Jones adalah salah
satu manajer Apollo yang akan memperluas usaha di Brighton. Ia berusaha menyukseskan
proses akuisisi karena iming-iming bonus yang akan diperolehnya. Matt memang
sangat membutuhkan uang untuk membayar sewa rumahnya dan rumah kakeknya, Jack
Ballard. Ditinggalkan kedua orangtuanya yang tidak memedulikannya, Matt
dibesarkan oleh Jack. Itulah sebabnya, Matt sangat menyayangi kakeknya, yang
telah menjadi sahabat sepanjang hidupnya. Saat mengunjungi Picturebox, Matt
memergoki Beth yang sedang berlatih menyatakan cinta pada poster kardus George
Clooney. Tanpa disadarinya, pertemuan pertama itu telah memberi kesan khusus
dalam hatinya.
Saat bertemu Beth, Matt
tidak sedang menjalin hubungan dengan perempuan. Karena tidak tahan, ia telah
memutuskan Alice, pacarnya, yang berkelakuan bagaikan seorang psikopat. Pertemuan
pertama di Picturebox tidak menjadi satu-satunya pertemuan mereka. Sesuai
kesepakatan dengan Edna, Apollo Corporation akan melakukan rekruitmen untuk
satu posisi manajer bagi pegawai Picturebox yang telah bekerja minimal 2 tahun.
Beth termasuk salah satu pegawai yang memenuhi syarat sehingga ia pergi ke
Wales untuk berkompetisi dengan beberapa temannya. Dengan rencana pengembangan
usahanya, Beth merupakan salah satu calon terkuat. Sayangnya, Beth tidak
mendapatkan posisi itu. Dan hal ini hanya berarti satu: ia harus pindah ke
Australia bersama ibunya.
Tidak mendapatkan
posisi manajer memang menyakitkan hati Beth. Tapi yang paling menyakitkan
adalah saat ia terbangun suatu pagi dan menemukan Matt menghilang dari tempat
tidurnya. Setelah semalam bercinta dengannya, Matt justru menjauhinya tanpa
memberikan penjelasan, menambah daftar laki-laki payah dalam hidup Beth. Tidak diketahui Beth,
ketidakberhasilannya mendapatkan pekerjaan sebagai manajer dan menghilangnya
Matt dari kehidupannya disebabkan oleh hal yang sama. Sesuatu yang tidak pernah
terlintas dalam benak Beth telah menjadi penghalang kebahagiaannya.
Home for Christmas
adalah novel komedi romantis karya Cally Taylor yang berseting masa-masa menjelang
Natal. Meskipun judulnya mengandung kata Natal, Natal bukanlah pusat kisah
dalam novel ini. Kita tidak akan menemukan sepotong kisah pun yang terjadi pada
hari Natal. Damai, sukacita, kasih, dan kebaikan-kebaikan seputar Natal yang
menghangatkan hati tidak menjadi hal-hal yang dirasa perlu oleh sang pengarang.
Natal hanya disebut-sebut sepintas lalu dan kehilangan maknanya sama sekali.
Judul yang mengandung Natal boleh dibilang merupakan kebohongan yang disematkan
di sampul novel.
Membaca novel ini pun
terasa melelahkan. Romansa yang menjadi elemen utama tidak menggugah emosi,
terlalu dangkal, dan sangat biasa-biasa saja. Tokoh-tokoh antagonis seperti
Alice (mantan pacar Matt), Isabel Ballbreaker (bos Matt), dan Carl Coombes
(rekan kerja Beth) terlalu vulgar dan terkesan bukan manusia. Selain kisah
tentang bioskop yang akan diakusisi, tidak ada hal yang baru dan menarik dalam
novel ini. Mungkin, kelebihan Cally
Taylor yang bisa disebutkan adalah menciptakan adegan-adegan lucu dan memalukan
yang dialami kaumnya. Beth Prince yang berlatih menyatakan cinta kepada poster
kardus George Clooney dan dipergoki Matt Jones. Lizzie (teman seflat Beth) yang
terjepit di jendela toilet sebuah pub saat melarikan dirinya dari kencannya. Beth
yang menggunakan pencokelat kulit buatan sampai wajahnya menjadi sewarna jeruk
Satsuma. Celana Beth yang jahitannya robek saat menuruni tebing pada pelaksanaan
rekruitmen di Wales sehingga bokongnya kelihatan (dan Beth tidak memakai celana
dalam).
Bagian penutup novel
ini sudah bisa ditebak sejak awal. Keputusan penggunaan dua narator orang
pertama (Beth dan Matt) yang berkisah secara bergantian kian menandaskan. Cally
Taylor bisa dipastikan merupakan penggemar film komedi romantis ala Pretty Woman. Sehingga tidak heran, ia
pun menutup novelnya ini persis seperti dalam film-film
komedi romantis. Klise sekali.
Diikutkan dalam 2013 Christmas Reads
Diikutkan dalam 2013 Christmas Reads
0 comments:
Post a Comment