Judul Buku: Negeri Para Bedebah
Penulis: Tere Liye
Tebal:440 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Juli 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Thomas adalah konsultan keuangan profesional yang dikenal secara internasional. Ia lulusan universitas ternama dan kerap melanglang buana sebagai pembicara terkait ekonomi dan keuangan yang dipakarinya. Tidak banyak yang tahu kalau Thomas tergabung dalam sebuah klub petarung semacam dalam film Fight Club bersama sejumlah orang penting, di lantai enam sebuah gedung perkantoran di Jakarta. Dan hampir tidak ada yang tahu siapa sesungguhnya dan dari mana ia berasal. Kecuali, tentu saja, keluarga dan orang-orang yang dekat dengan keluarganya.
Bagi keluarganya, Thomas adalah Tommie, keponakan dari Om Liem, pemilik Bank Semesta. Tidak lama setelah tiba di Jakarta setelah perjalanan ke London, ia mengetahui komplikasi yang melanda Bank Semesta. Ram, orang kepercayaan Om Liem, yang memberitahukan kepadanya.
Bank Semesta kalah kliring. Saham Bank Semesta dihentikan perdagangannya di bursa. Nasabah mulai panik dan membentuk antrean panjang di setiap cabang. Jika rush terjadi, semua nasabah akan menarik tabungan dan menyebabkan runtuhnya Bank Semesta. Kabarnya, bahkan jika seluruh aset Om Liem dijual dan seluruh hartanya digadaikan, Bank Semesta tidak akan bisa membayar tabungan nasabah. Semua uang telah dipinjamkan ke pihak ketiga, dan tidak bisa ditarik kembali dengan gampang. Situasi pelik ini kian disorot lantaran Om Liem dikenal terlalu ambisius, terlalu menggampangkan banyak hal, terlalu banyak melanggar regulasi demi pertumbuhan bisnisnya.
Sialnya, tidak ada kenalan ataupun orang penting yang ingin membantu Om Liem menyelamatkan banknya, termasuk Sinpei, rekan bisnis Om Liem selama puluhan tahun. Bahkan, seorang pejabat bintang tiga kepolisian dan petinggi kejaksaan serta salah satu deputi bank sentral terlibat langsung dalam penyidikan Bank Semesta. Thomas mendapatkan informasi jika kasus bank ini mempunyai terlalu banyak kepentingan dan terlalu banyak misteri. Padahal hasil penyelidikan Thomas menunjukkan Bank Semesta hanya kalah kliring lima miliar.
Thomas dipanggil ke kediaman Om Liem karena rumah Om Liem telah dikepung. Om Liem akan dibawa ke penjara, hanya kondisi istrinya yang sedang pingsan yang menangguhkan. Perintah penangkapan Om Liem sudah efektif. Om Liem memanggil Thomas agar mau menjaga Tante Liem dan adik-adik sepupu Thomas yang semuanya perempuan.
Sesungguhnya menolong Om Liem bukanlah hal yang mudah dilakukan Thomas. Ia membenci Om Liem karena menganggap pamannya itu berperan dalam peristiwa tewasnya kedua orang tuanya dua puluh tahun silam. Tapi operasi seluruh cabang Bank Semesta terancam akan ditutup. Dua hari lagi, tepatnya hari Senin, nasib Bank Semesta akan diputuskan oleh otoritas bank sentral.
Lalu dua nama dari kegelapan masa silam muncul dalam ingatan Thomas. Maka, sebuah rencana nekat segera dirumuskan dalam benaknya. Ia akan menyelamatkan Bank Semesta meskipun kebenciannya pada Om Liem masih mengendap. Dan sebagai langkah pertama, ia harus melarikan Om Liem. Karena tanpa tanda tangan Om Liem tidak ada satu pihak pun yang bisa membekukan Bank Semesta. Setelah menyembunyikan Om Liem, Thomas akan menjalankan rencananya sambil memosisikan dirinya sebagai pihak yang tidak berkepentingan.
Tentu saja apa yang dilakukan Thomas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia memang akan mendapatkan bantuan dari Julia, wartawati yang pernah diolok-oloknya namun bersedia membantu setelah mengetahui motif Thomas yang sebenarnya. Maggie, sekretarisnya yang cekatan tidak kurang pula peranannya. Demikian juga teman-teman yang dikenalnya di klub petarung. Tapi mereka saja tidak cukup. Thomas membutuhkan para petinggi terkait dunia keuangan dan perbankan nasional serta pihak-pihak yang berpengaruh untuk memuluskan rencananya. Dalam waktu singkat, ia harus menguras energi untuk memanfaatkan setiap peluang yang muncul. Dan seiring dengan usahanya yang pantang menyerah, ia terpaksa jatuh bangun menghadapi para bedebah yang terus-menerus memburunya. Momen-momen tertentu yang pernah ia lewatkan dengan Opa, kakek dari pihak ayahnya, akan berkontribusi memberikan berbagai solusi baginya. Apa pun yang ia lakukan, tidak lain karena sesungguhnya ia juga seorang bedebah.
"Aku adalah anak muda yang dibakar dendam masa lalu. Jiwaku utuh. Seperti berlian yang tidak bisa dipecahkan. Aku selalu menunggu kesempatan ini," (hlm. 118) kata Thomas. "Aku punya rencana. Aku bukan lagi anak kecil enam tahun yang berlari-lari mengantar susu. Akulah bedebah paling besar dalam cerita ini." (hlm. 119).
Sebagaimana yang biasa ada dalam kisah-kisah semacam ini, akan muncul aktor intelektual yang mendalangi usaha menghancurkan keluarga Liem. Tetap terkesan tidak terduga ketika diungkapkan, kendati penulis telah memberikan petunjuk sejak awal. Sayangnya alasan yang melatarbelakangi tindakan sang aktor intelektual terasa tidak cukup menghebohkan.
Membaca bagian-bagian pembuka novel Negeri Para Bedebah karya Tere Liye, kita akan diperkenalkan dengan teori ekonomi dan keuangan dunia yang digeluti dan dikuasai Thomas. Semakin ke dalam, dunia keuangan itu mengerucut pada dunia perbankan, yang menjadi latar kisah ini. Kemudian, di dunia bergelimang uang ini, Tere Liye mendedahkan segala kecurangan dan kejahatan yang berhubungan dengan eksistensi Bank Semesta. Inilah yang harus diungkapkan Thomas dan dimanfaatkannya dengan menggabungkan kemampuannya berbohong demi tetap berdirinya Bank Semesta, yang sebenarnya sudah tidak layak beroperasi sebelum beralih ke tangan Om Liem. Dan harus diakui, hal ini pula yang menjadi bagian paling menarik dari novel berjudul provokatif dengan sampul yang imajinatif: pria bersetelan jas dengan hidung Pinokio dan seekor musang berbulu domba. Kepiawaian berbohong bersanding secara berbahaya dengan perilaku musang berbulu domba.
Dari sejumlah novel karya Tere Liye yang sudah saya baca, Negeri Para Bedebah adalah novel yang paling mengesankan. Gaya bercerita Tere Liye masih selugas biasanya, tapi plotnya yang berpilin dan bergerak cepat sangat menggugah selera. Saya tidak membutuhkan banyak waktu untuk meludaskan isi novel ini, begitu menemukan ritme yang tepat. Secara keseluruhan, Negeri Para Bedebah jauh dari kesan membosankan (berbeda misalnya dengan Sunset Bersama Rosie, novel lain Tere Liye, yang menurut saya membosankan).
Saya suka dengan berbagai karakter yang dihadirkan Tere Liye, baik protagonis maupun antagonis. Semua karakter dikemas dengan baik, dan kehadiran hampir semua dari mereka memberikan kontribusi signifikan bagi jalan cerita. Tentu saja, karakter sang narator, Thomas, yang paling moncer. Cerdas, menguasai trik kolusi, pintar bersilat lidah, piawai dalam berbohong, penuh dendam kesumat, dan berjiwa petarung. Yang disebut terakhir membuat Thomas pantang menyerah sekaligus memberikannya kekuatan untuk melawan dan mendapatkan teman-teman yang akan membantunya menjalankan rencana nekatnya. Seharusnya, karakter Thomas yang 'tegar' bisa diperlembut, misalnya, dengan menghadirkan kehidupan asmaranya. Lagi pula, aneh rasanya manusia modern seperti Thomas ditampilkan nirasmara. Sayangnya Tere Liye tidak begitu menggubriskan sisi romantisme Thomas, sehingga Thomas, lajang 30 tahun, lelaki dengan kemampuan memanfaatkan potensi perempuan, seakan-akan tidak pernah punya kekasih.
Keasyikan membaca novel ini terganggu oleh perpindahan sudut pandang yang sebenarnya tidak perlu. Sebagai narator orang pertama, semestinya Thomas hanya mengisahkan apa yang dirasakan, dialami, atau disaksikannya. Tapi ada dua kali Thomas melaporkan apa yang tidak disaksikannya. Pertama ketika Thomas mengisahkan apa yang terjadi di di rumahnya saat ia berumur sepuluh tahun (hlm. 110-117; diulang di hlm. 398-402). Kedua, ketika pasukan khusus antiteroris hendak menyergapnya di Bandara Ngurah Rai (Episode 28). Yang pertama masih bisa diterima karena kemudian Thomas menyatakan kalau apa yang ia ceritakan didengarnya dari Opa (hlm. 403). Namun yang kedua, jelas saja tidak bisa diterima. Coba, dari mana Thomas tahu apa yang dilakukan pasukan khusus di bandara saat ia sedang ada dalam pesawat?
Novel ini ditutup dengan adegan pamungkas yang cerdik dan sangat efektif. Sebuah tekad dimunculkan Tere Liye dalam kalimat penutup dengan gambaran kejadian ke depan yang sudah jelas: Thomas akan mampu mengatasi semua bedebah yang menantang keluarganya. Apa yang dibuat menggantung di bagian penutup ini berpeluang ditulisnya sekuel. Tapi saya rasa, sekuel akan membatasi imajinasi. Karenanya, saya tidak berharap lahirnya Negeri Para Bedebah 2.
0 comments:
Post a Comment