18 August 2013

Dramaturgi Dovima

 
Judul Buku: Dramaturgi Dovima
Pengarang: Faris Rachman- Hussain
Penyunting: Irna Permanasari
Ilustrasi dan Desain Sampul: Staven Andersen
Tebal: 232 halaman; 20 cm
Cetakan: 1, Juni 2013
Penerbit:Gramedia Pustaka Utama




"Selama ini aku melakukan pekerjaan sebagai wartawan karena ibuku. Karena hanya ini pekerjaan yang menurut Ibu tepat. Seberapa keras pun berusaha menyangkal, sekarang kusadari aku menjalani semua ini karena aku memang mencintai pekerjaan ini.... " (hlm. 204). 



Seruni Said telah menentukan alur hidup yang harus dijalani putrinya, Dovima Aisyah Said. Apapun yang diinginkan Seruni, akan diterapkan dalam hidup Vima. Hal ini dimulai sejak dini, saat ia memboyong Vima yang berusia empat tahun ke New York setelah perceraiannya dengan Gandhi Wirasetja untuk bekerja sebagai kolomnis The New York Times dan koresponden Times Asia. Semua keinginan Seruni sulit dibantah sehingga lama-kelamaan membuat Vima merasa tercekik. 

Vima selalu merasa sesak, bahkan hampir tak dapat bernapas, saat berada dekat Ibu. Seolah ibunya mencekik leher Vima dan hanya akan melepaskan cekikan itu saat ia melakukan apa yang tepat di mata sang ibu. Ia merasa tak pernah berhasil memenuhi ekspektasi Ibu yang menginginkan dirinya menjadi insan luar biasa, kembaran ibunya yang gila sukses. (hlm. 47-48)

Mencoba membebaskan diri dari cengkeraman kehendak Seruni, pada usia delapan belas tahun Vima meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia. Padahal ia telah lulus penerimaan awal di School of Journalism Columbia University.  Anehnya, Vima tidak sepenuhnya bisa meloloskan diri dari apa yang dikehendaki Seruni terhadap dirinya. Di Indonesia, ia kuliah di Jurusan Jurnalistik  Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran, yang merupakan almamater Seruni. Akhirnya, setelah lulus, ia pun menjadi calon reporter (carep) di majalah mingguan Kala, tempat Seruni dulu menjadi wartawati. Sempurnalah sudah, secara dramaturgis, Vima yang memiliki paras serupa Seruni muda, dengan kegilaannya pada pekerjaan, memainkan lakon kehidupan ibunya sendiri.

Saat ditugaskan di desk Ekonomi dan hadir dalam konferensi pers proyek mining Nagri Plc. milik Hussainduaja Group yang bekerja sama dengan investor asing asal Prancis, Dovima tidak bisa mengendalikan diri sehingga menimbulkan ketegangan. Ia membeberkan informasi off the record mengenai Keluarga Hussainduaja yang hanya diketahui segelintir wartawan Kala. Padahal, ia sedang melakukan liputan ekonomi, bukan kasus korupsi. Akibatnya, Vima dihukum, dipindahkan ke desk Gaya Hidup yang sama sekali tidak diminatinya. Tapi, ia tidak bisa menyangkal, tugas meliput untuk desk Gaya Hidup memunculkan sisi romantismenya yang belum tergali. Ia tidak bisa menampik pesona yang ditebarkan Kafka Hussainduaja, lelaki berpenampilan menarik dan percaya diri yang tidak lain adalah general manager proyek Nagri Plc. yang sempat bersitegang dengannya. Kafka pun secara tanpa tedeng aling-aling menunjukkan ketertarikannya pada Vima dan mencoba membawanya ke dalam kehidupan yang dijalani Keluarga Hussainduaja. Mampukah Vima melanjutkan hubungannya dengan Kafka, sementara ia mengetahui kalau Madji Djasin, sekretaris redaksi Kala, juga mendambakan hubungan romantis dengannya? 

Bukan hanya masalah cinta yang mesti dihadapi Vima. Setelah didiagnosis mengidap Alzheimer, Seruni kembali ke Indonesia. Terkadang, ia tidak ingat kalau Vima adalah putri semata wayangnya dan bukan sahabat tempat ia mencurahkan rahasia gelapnya. Tanpa disadarinya, ia mengungkapkan kepada Vima jika sebelum perceraiannya dengan Gandhi Wirasetja -ayah Vima, ia pernah terlibat perselingkuhan dengan laki-laki lain. Pengungkapan rahasia gelap ini tentu saja membuat Seruni terpukul, apalagi ia mengenal laki-laki selingkuhan ibunya. 

Tapi masih ada masalah lain yang harus dihadapi Vima. Saat ia terlibat liputan terkait penyuapan lelang proyek pengadaan solar home system, ia dibenturkan kenyataan pahit yang membuatnya terpaksa memilih solusi yang tersisa kendati hal itu berarti ia terpaksa membiarkan cintanya kandas. 

Dengan konflik ruwet yang ada, dunia jurnalistik dan kasus-kasus korupsi yang ditonjolkan serta problematika keluarga disfungsional, Dramaturgi Dovima karya Faris Rachman-Hussain memberikan warna berbeda dalam kelompok novel metropop. Tentu saja, seperti yang disampaikan sebelumnya, novel ini tetap bermuatan kisah cinta -elemen dominan dalam metropop. Tapi cinta di sini merupakan cinta yang dewasa dan tidak hiperbolis, bukan satu-satunya faktor yang menggerakkan kehidupan para karakter novel. Taburan barang bermerek sebagaimana yang kerap muncul dalam novel-novel metropop juga masih terdapat dalam novel ini. Hal yang sangat lumrah, mengingat konsumennya adalah pemilik kekayaan berlimpah.  

Rasa berbeda lainnya diindikasikan dengan penggunaan bahasa yang cenderung baku dan pilihan diksi yang serius tapi tidak menghasilkan bacaan yang kaku atau membosankan. Kisahnya mengalir lancar dalam nuansa populer yang tetap kental. Pembubuhan bahasa Inggris tidak berlebihan dan masih kontekstual sehingga tidak terkesan latah. 

Saya suka cara Faris menutup novel ini. Ada kehilangan yang terasa puitis. Kesan yang ditinggalkan sama dengan saat menyaksikan adegan pamungkas dalam film Killing Me Softly (dibintangi Heather Graham dan Joseph Fiennes, 2002). 

Ada hal yang mengganjal selama pembacaan. Pertama adalah terkait penyajian adegan kilas balik (kenangan/ingatan) menggunakan cetak miring yang tidak konsisten. Beberapa kali, secara mendadak, meskipun masih adegan kilas balik, tidak dicetak miring lagi (hlm, 163, 167, 214). Adegan kilas balik yang terlalu banyak ini pun tidak hanya muncul dari satu perspektif. Selain dari perspektif Vima (orang pertama), juga dari perspektif Gandhi Wirasetja dan Seruni Said (orang ketiga). Sebenarnya adegan kilas balik pada halaman 160-164 tidak jelas mengalir dari kenangan siapa. Awalnya terkesan merupakan kenangan Isa Moehammad, pemimpin redaksi Kala. Tapi, setelah tiba di halaman 164, tampaknya adegan kilas balik itu dimaksudkan sebagai kenangan Seruni. Padahal, bukannya Seruni sudah meninggal saat itu? Lebih aneh (atau malah kacau) lagi, Faris memunculkan adegan kilas balik dalam adegan kilas balik saat Seruni terkenang pertengkarannya dengan Gandhi (hlm. 164-165). 

Hal kedua yang mengganjal berhubungan dengan usia dua tokoh dalam novel ini. Marianne Hussainduaja, bangsawan Prancis yang adalah nenek Kafka, awalnya disebut berusia 85 tahun (hlm. 52), tapi kemudian dalam berita majalah Haute disebut berusia 83 tahun (hlm. 105). Dovima Said dalam laporan Reinhart Gumilar (hlm. 43) dan berita majalah Haute (hlm. 105) disebut berusia 24 tahun. Tapi, berdasarkan informasi dalam novel, seharusnya ia berusia sekitar 22 tahun. Di halaman 47 dinyatakan: "Sudah hampir empat tahun ia (Dovima) tinggal di Indonesia", sedangkan di halaman 49 -sebelum minggat dari New York dan kembali ke Indonesia- Dovima mengatakan, "I'm eighteen now, not a seven year old kid anymore." Jadi, seharusnya, usia Dovima hampir 22 tahun, bukan 24 tahun. Inkonsistensi usia Dovima, anehnya, terjadi dalam satu bab (bab berjudul Tanpa Rasa).


0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan