31 July 2012

Juliet

Judul Buku: Juliet
Pengarang: Anne Fortier (2010)
Penerjemah: Linda Boentaram
Tebal: 716 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, Januari 2012
Penerbit: Qanita


 

"Marilah kita pergi, untuk membicarakan lebih banyak tentang semua kesedihan ini. Beberapa akan diampuni, dan beberapa akan dihukum, karena tidak ada cerita yang lebih penuh duka daripada kisah Juliet dan Romeonya" (Shakespeare).
 

Hidup Julie Jacobs berubah setelah Bibi Rose meninggal dunia dan meninggalkan surat wasiat yang mendorongnya untuk pergi ke Siena, Italia. Membawa sebuah kunci kotak penyimpanan surat berharga di sebuah bank di Siena dengan paspor yang mencantumkan nama aslinya, Giulietta Tolomei, Julie meninggalkan Amerika untuk menemukan warisan ibunya, Diane Tolomei. Warisan itu dipandang jauh lebih bernilai ketimbang rumah yang diwariskan bibinya kepada Janice, saudari kembar Julie. 

Sebenarnya Julie tidak percaya dengan keputusan bibinya. Berbeda dengan Janice yang berkecimpung dalam dunia percomblangan profesional, Julie yang tumbuh dewasa dengan keyakinan akan mewarisi setengah kekayaan bibinya, tidak berusaha mencari kekayaan sendiri. Sampai menerima kabar kematian Rose, Julie hanya melakukan pekerjaan yang ia sukai: mengajarkan tentang Shakespeare. Julie memang seorang penggemar pujangga Inggris itu, dan tidak pernah bosan dengan kisah Romeo dan Juliet. Berkebalikan dengan dirinya, Janice tidak peduli pada bibinya. 

Saat memperkenalkan dirinya sebagai Giulietta Tolomei, Julie mendapatkan respons mengejutkan dari setiap orang asing yang ditemuinya. Giulietta Tolomei memang nama termasyhur yang berasal dari sejarah Siena di Abad Pertengahan. Giulietta inilah yang kemudian menjadi Juliet-nya William Shakespeare, tanpa diketahui para pembaca karya sang pujangga. 

Giulietta Tolomei -yang juga memiliki saudari kembar, Giannozza, adalah salah satu anggota keluarga Tolomei yang selamat dari pembunuhan yang dilakukan Keluarga Salimbeni. Pada tahun 1430, setelah hampir semua keluarganya dibinasakan, Giulietta dibawa Bapa Lorenzo, seorang biarawan muda, ke Palazzo Tolomei, tempat tinggal paman Giulietta. Di tengah perjalanan, kereta kuda yang ditumpangi mereka dihadang sekelompok bandit. Romeo Marescotti, pemuda tampan yang muncul di lokasi penghadangan, memberikan pertolongan, dan tak terelakkan lagi, ia melihat kecantikan Giulietta dan jatuh cinta.  

 
Seperti yang dituangkan Shakespeare dalam versi dramanya, cinta mereka mendapatkan tantangan. Messer Salimbeni, salah satu tokoh berpengaruh di Siena, ingin memperistri Juliet untuk menggantikan posisi istrinya yang di ambang kematian. Demi memiliki Juliet yang baru berumur enam belas tahun dan cantik jelita, Messer Salimbeni menghalau apa saja yang berpotensi menghalanginya. Bertepatan dengan pacuan kuda Palio yang dimenangkan oleh Romeo Marescotti, terjadi pembunuhan Tebaldo Tolomei di mana Romeo dituduh sebagai pelaku.

Romeo yang malang tidak bisa mewujudkan hasratnya untuk menggunakan cencio -panji sutra indah yang dihiasi bulu binatang mahal- yang dimenangkannya dari Palio sebagai seprai ranjang pengantinnya. Ia mesti menyembunyikan dirinya agar tidak ditangkap. Namun diam-diam, di tengah-tengah pemakaman Tebaldo Tolomei, Bapa Lorenzo menikahkan Romeo dengan Juliet. 

Perjuangan Romeo untuk menggapai Juliet tidak mudah. Bahkan ketika kesempatan itu datang, seperti akhir kisah Shakespeare, keduanya menemui ajal. Tidak lama setelah kematian mereka, Messer Salimbeni menangkap dan menyiksa Bapa Lorenzo karena dianggap membantu Romeo dan Juliet. Kematian Bapa Lorenzo di ruang penyiksaan disaksikan juga oleh Messer Tolomei, paman Giulietta, dan kepada kedua keluarga mereka, Bapa Lorenzo melemparkan kutukan. Setelah Wabah Pes atau yang disebut Black Death terjadi pada 1348 dan menewaskan banyak orang dari kedua keluarga itu, Salimbeni mencoba menghapuskan kutukan Bapa Lorenzo. Ia membangun patung mahal yang disepuh emas kemudian meletakkannya di kuburan Romeo dan Juliet. Patung Romeo dan Juliet ini diberi mata berupa batu permata; dua zamrud hijau di kepala Romeo dan dua safir biru di kepala Juliet. Tapi ternyata, apa pun yang dilakukan Salimbeni tidak pernah bisa menghapus kutukan atas keluarga Salimbeni dan Tolomei.

Diane Tolomei yang menyadari kalau kutukan atas kedua keluarga itu belum dihapuskan. Ia melakukan penelitian yang didukung oleh suaminya, Profesor Patrizio Tolomei, untuk menemukan cara menghapus kutukan itu. Sebelum mencoba apa yang mereka temukan, Profesor Tolomei tewas dalam kebakaran rumahnya dan Diane Tolomei juga tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Rose Jacobs membawa keponakan kembarnya, Giulietta dan Gianozza Tolomei, ke Amerika, mengganti nama mereka, dan tidak pernah kembali ke Siena. 

Saat ini, Julie Jacobs kembali ke Siena untuk mendapatkan warisan Diane baginya. Sebuah kotak berisikan hasil penemuan Diane telah menunggu Julie selama bertahun-tahun di sebuah bank di Siena. Di sanalah Julie Jacobs akan memulai usaha untuk menuntaskan apa yang tidak bisa diselesaikan ibunya dengan bantuan  Janice, saudari kembarnya. Dan untuk itu, ia membutuhkan Romeo Marescotti. Tapi di mana Romeo yang bersama dengannya akan menghapuskan kutukan? Mengapa justru ia kian dekat dengan Alessandro Santini, lelaki bermata sewarna daun rosemary kering, yang bekerja sebagai Kepala Keamanan di Palazzo Salimbeni? 

Kisah dalam novel berjudul Juliet karya Anne Fortier ini tidak berhenti pada usaha Julie Jacobs untuk menghapuskan kutukan dalam keluarganya (belakangan terungkap, sebenarnya Julie Jacobs merupakan perpaduan kedua keluarga yang dikutuk). Setelah terjebak dalam kerangkeng misteri yang tidak pernah diduganya, ia menemukan fakta bahwa kedatangannya ke Siena telah diatur untuk menemukan harta karun yang dikenal sebagai Mata Juliet. Siapa orang yang telah mendorongnya ke dalam petualangan yang berbahaya ini? 

Untuk menamatkan novel setebal 700-an halaman ini memang menyita banyak waktu. Namun, 'pengorbanan' ini dibalas dengan sajian berkualitas yang setimpal. Semakin ke belakang kisah yang diangsurkan Anne Fortier semakin memikat. Semakin terungkapnya misteri, semakin sayang untuk dihentikan. Tidak ada rasa kecewa apalagi menyesal begitu saya berhasil menamatkan novel ini. Kenyamanan membaca novel ini, tentu saja, tidak lepas dari usaha yang dilakukan Linda Boentaram untuk menghasilkan karya terjemahan yang bagus.

Kendati merupakan karya fiksi, kisah di dalam novel ini berpijak pada fakta sejarah. Sejarah mengungkapkan bahwa versi pertama dari kisah Romeo dan Juliet terjadi di Siena, kota di Toscana yang termashyur karena pacuan kuda Palio-nya, dan bukan di Verona, kota di Veneto, Italia Utara. Kisah tersebut dipublikasikan di Italia pada tahun 1476 oleh penulis Masuccio Salernitano. Lebih dari seabad kemudian, setelah melalui banyak tangan dan mengalami sejumlah perubahan, kisah ini ditulis kembali oleh William Shakespeare. 

Fakta sejarah menginformasikan bahwa hampir sepanjang Abad Pertengahan, Siena telah dikacaukan oleh pertikaian antara keluarga Tolomei dan keluarga Salimbeni. Permusuhan kedua keluarga ini mirip dengan persaingan berdarah antara keluarga Capulet dan Montague dalam tragedi Shakespeare. 

Kisah di dalam novel ini digulirkan menggunakan dua seting waktu yang berbeda. Pertama, masa sekarang yang dituturkan menggunakan narator orang pertama yaitu dari perspektif Julie Jacobs. Kedua, tahun 1340, yang dituturkan dari perspektif orang ketiga, dirangkai dari fakta sejarah yang terjadi di Siena. Sebagai pengarang, Anne Fortier sudah pasti memanfaatkan kebebasan berkreasi agar kisah yang ditampilkannya terasa lebih dramatis.

Dalam novel penulis berdarah Denmark ini, Romeo dikisahkan lahir dari hubungan di luar nikah. Lelaki yang akan menjadi Romeo bagi Julie Jacobs dilahirkan dari hubungan semacam ini pula. Sebelum bertemu Giulietta Tolomei, Romeo Marescotti telah menjalin hubungan ekstramarital dengan perempuan berusia lebih tua darinya yang adalah istri seorang tukang daging. Dari hubungan mereka, Anne Fortier melahirkan karakter bernama Romanino. 

Juliet adalah novel kedua Anne Fortier. Sebelumnya, pada 2005, peraih gelar Ph.D di bidang Sejarah Pemikiran Universitas Aarhus di Denmark ini, telah menerbitkan novel  berjudul
Hyrder paa Bjerget (Shepherds on the Mountain). Novel ketiganya, The Sisterhood, akan diterbitkan pada 2013.



Tulisan ini dibuat dalam rangka posting bersama Blogger Buku Indonesia (BBI) Juli 2012 dengan tema historical fiction.




Siena


Hotel Chiusarelli

Palazzo Tolomei

Palazzo Salimbeni

Palazzo Pubblico




Foto-foto Siena diambil di sini


30 July 2012

Istana Mimpi

Judul Buku: Istana Mimpi
Judul Asli: Nëpunësi i pallatit të ëndrrave (1981)
Penulis: Ismail Kadare
Penerjemah: Fahmy Yamani
Tebal:274 halaman
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Serambi


 

Mark-Alem, seorang pemuda dari keluarga Quprili yang baru menyelesaikan pendidikan, diterima bekerja di Tabir Sarrail atau Istana Mimpi. Tempat yang dikenal sebagai salah satu institusi terpenting di Kekhalifahan Utsmani ini didirikan dengan tujuan utama untuk menafsirkan mimpi. Mimpi dipandang berperan penting dalam mengantisipasi nasib negara dan para penguasanya.

Di dalam Istana Mimpi, mimpi semua warga dalam wilayah kekhalifahan dikumpulkan, disortir, kemudian ditafsirkan untuk menyeleksi apa yang disebut Mimpi Utama. Inilah mimpi yang akan memberikan pertanda bagi takdir kekhalifahan karena akan memberi tahu adanya pemberontakan, kejahatan ataupun malapetaka yang mengancam stabilitas rezim yang sedang berkuasa. Oleh sebab itu, tidak ada mimpi yang boleh lolos dari pemeriksaan.

Mark-Alem memulai pekerjaannya di bagian Penyortiran. Di bagian ini, ia bertugas menyiapkan bahan baku untuk bagian Tafsir. Ia akan mengeliminasi mimpi yang diklasifikasikan sebagai mimpi yang tidak berguna: mimpi-mimpi yang benar-benar pribadi dan tidak berhubungan dengan pemerintah, mimpi-mimpi yang berhubungan dengan hawa nafsu manusia atau mimpi-mimpi palsu alias tidak pernah terjadi tapi sengaja dibuat.

Dalam waktu yang tidak begitu lama, Mark-Alem dipindahkan ke bagian Tafsir, bagian yang paling menentukan di Istana Mimpi. Di sini ia akan menekuni mimpi-mimpi yang diloloskan dari bagian Penyortiran dan berusaha memecahkan artinya. Di tempatnya yang baru ini, ia menghadapi kembali mimpi yang diloloskannya sebagai mimpi yang menarik di bagian Penyortiran. Mimpi dari seorang pedagang jalanan di ibu kota.

"Sebidang tanah kosong di dekat sebuah jembatan; semacam tanah kosong di mana orang membuang sampah. Di tengah-tengah sampah, debu, dan toilet yang rusak, sebuah alat musik aneh bermain sendirian hanya ditemani seekor banteng yang sepertinya kesal dengan suara itu dan berdiri di dekat jembatan lalu melenguh..." (hlm. 57).

Tanpa ia sadari, mimpi yang tidak bisa ia pecahkan ini berkaitan dengan takdir keluarga Quprili. Keluarga ini disebut-sebut sebagai satu-satunya keluarga besar yang tersisa di Eropa -bahkan di seluruh dunia, dan telah menjadi subjek sebuah epik yang melahirkan kecemburuan penguasa Utsmani. Konflik seputar epik ini akan memicu peristiwa berdarah sehubungan dengan mimpi yang diloloskan Mark-Alem.

Lalu, apa yang akan terjadi ketika sekali lagi keluarga Quprili mesti berhadapan dengan mimpi yang dinobatkan sebagai Mimpi Utama? Dan bagaimana pula nasib Mark-Alem sebagai pegawai Istana Mimpi? 


Ismail Kadare, penulis Istana Mimpi, adalah penyair dan novelis paling terkenal di Albania. Meskipun namanya mendapatkan perhatian karena koleksi puisinya, ia lebih dikenal karena novel-novelnya. Penulis yang telah berkali-kali menjadi kandidat penerima Nobel Sastra ini telah menulis dan menerbitkan lebih dari 20 novel yang telah diterbitkan dalam 30-an bahasa. Novel pertamanya, The General of the Dead Army (Gjenerali i ushtrisë së vdekur, 1963) difilmkan pada tahun 1983 oleh Marcello Mastroianni. The Palace of Dreams atau Istana Mimpi (judul Albania: Nëpunësi i pallatit të ëndrrave), salah satu novel terbaiknya, pertama kali diterbitkan pada tahun 1981. Karya-karyanya yang antirezim membuatnya terjerumus sejumlah konflik dengan penguasa Albania. Pada tahun 1990, Kadare meminta suaka politik ke Prancis dan sejak saat itu membagi waktunya antara Paris dan Tirana (ibu kota Albania). Kadare mendapatkan penghargaan sastra internasional Prix Mondial Cino Del Duca pada tahun 1992, Man Booker International Prize perdana atas pencapaiannya dalam dunia sastra pada tahun 2005, dan Prince of Asturias untuk bidang seni pada tahun 2009.

Sejak zaman dahulu, mimpi telah dianggap penting dan berhubungan dengan perjalanan nasib sebuah rezim. Bahkan di dalam kitab suci, kita bisa menemukan kisah Nabi Yusuf yang menafsirkan mimpi raja Firaun mengenai tujuh tahun kelimpahan dan tujuh tahun kelaparan. Makna dari mimpi itu membuat Firaun bersiaga untuk menghadapi tahun-tahun kelaparan yang menimpa Mesir. Hanya saja, dalam kisah ini mimpi yang penting adalah mimpi sang penguasa. Dalam Istana Mimpi, mimpi yang ditafsirkan mencakup mimpi semua orang di seluruh penjuru kekhalifahan. Meretas proses yang panjang dan tidak mudah, mimpi-mimpi ini diboyong ke ibu kota untuk ditafsirkan. Dari ribuan mimpi yang dikumpulkan dipilih Mimpi Utama.

Mimpi, siapa pun tahu, adalah milik pribadi dan rahasia setiap orang. Tidak semua orang bersedia memberikan kesempatan orang lain mengetahui mimpinya, apalagi kalau mimpinya memalukan. Di Kekhalifahan Ustmani, mimpi-mimpi semua orang adalah milik negara, bukan milik pribadi. Kondisi ini meneguhkan bahwa tidak ada satu pun dalam hidup warga yang akan luput dari pengawasan rezim yang berkuasa. Jika yang tidak berwujud saja dikendalikan, apalagi yang berwujud.

Mimpi boleh disetor kepada negara, tapi isi mimpi yang sesungguhnya hanya diketahui oleh si pemimpi. Tidak heran, dalam seleksi mimpi, bisa ditemukan adanya mimpi-mimpi palsu. Kondisi ini, tidak terelakkan, bisa membuat mimpi direkayasa seperti yang disampaikan sang Wazir, paman Mark-Alem. Mimpi semacam ini akan menjadi alat yang sah bagi pihak penguasa untuk menciptakan berbagai keputusan yang bertujuan memperkuat posisi mereka dan menghabisi pihak lawan.

Mengangkat signifikansi mimpi dalam usaha penegakan sebuah rezim seperti ini membuat novel Istana Mimpi hadir sebagai karya sastra yang unik dan orisinil. Apa yang ingin disampaikan penulis tersampaikan dengan sukses melalui perumpamaan yang sangat mengesankan ini. Tidak ada konflik dan informasi yang berlarat-larat, tapi ketegangan yang disisipkan secara terkendali oleh sang penulis tetap terasa hingga novel berakhir. 

 
Ismail Kadare

25 July 2012

Wandeuk

Judul Buku: Wandeuk
Penulis: Kim Rye-ryeong (2008)
Penerjemah: Seini Intanalia Zalukhu
Tebal: vi+ 254 hlm; 19 cm
Cetakan : 1, April 2012
Penerbit: Bentang Belia (Bentang Pustaka)

 


"Seberapa banyak, sih, persembahan yang sudah diberi Ddongju? Nanti juga aku akan memberi sama banyaknya. Karena itu, tolong bunuhlah Ddongju. Entah tersambar petir atau tertabrak mobil, yang penting dia mati. Dia pikir, dia akan dimaafkan dengan berdoa di sini tiap Minggu? Kalau peraturan di gereja memang seperti itu, lebih baik langsung diganti saja. Itu salah. Kalau dalam minggu ini dia belum mati, aku akan datang lagi. Dalam nama Bapa yang Mahakudus dan Mulia aku telah berdoa. Amin." (hlm. 3).

Kutipan di atas adalah doa dari Do Wandeuk, karakter sentral sekaligus narator novel Wandeuk, yang kesal dengan tindakan Lee Ddongju, gurunya. Saat kisah bergulir, Wandeuk diperkenalkan sebagai anak SMA berusia tujuh belas tahun, hidup bersama ayahnya yang bertubuh cebol dan pamannya yang bermental terkebelakang.

Semenjak menjadi wali kelas kemudian tetangganya, Ddongju membuat hidup Wandeuk tidak tenang. Sudah lama Wandeuk menyembunyikan diri dari dunia dan terbiasa dengan kondisi ini. Tiba-tiba Ddongju muncul dan mengobrak-abrik zona nyamannya. Ia akan menarik Wandeuk dari persembunyian dengan meneriakkan nama anak itu lalu mengolok-oloknya. Mendongkol dengan perlakuan Ddongju, Wandeuk mendatangi sebuah tempat yang diketahuinya sebagai gereja untuk meminta keadilan Tuhan. Sayangnya, doa Wandeuk tidak pernah terkabul.

"Apakah semuanya akan terus seperti ini? Apa Engkau tidak meninggal dengan baik saat disalibkan? Coba lihat apa yang dilakukan Ddongju. Dia minum-minum alkohol di rumah murid, dia mukul murid sesuka hatinya, bahkan sebagai guru pun dia tidak pernah mengikuti pendidikan sebagai penulis, bagaimana dia bisa mendidik muridnya? Tidak ada cara lain lagi. Tolong bunuh dia. Kalau  dalam minggu ini dia belum dibunuh juga, aku akan berlutut di sini. Aku tidak akan percaya kepada Tuhan! Dalam nama Bapa yang Mahakudus dan Mulia aku telah berdoa. Amin." (hlm. 33). 

Sebenarnya, sikap Wandeuk yang selalu berusaha menyembunyikan diri disebabkan oleh latar belakang kehidupan yang kurang menguntungkan. Lima belas tahun silam, ibunya, pekerja asal Vietnam, meninggalkan keluarga dan sejak saat itu, Wandeuk belum pernah bertemu dengannya. Ibunya pergi karena tidak bisa menerima pekerjaan ayahnya sebagai penari kabaret. Padahal seperti kata sang ayah, "Seberapa keras pun Ayah berusaha, masyarakat tetap enggak bisa menerima Ayah. Menari adalah satu-satunya kemampuan Ayah agar bisa diterima orang lain...." (hlm. 91).

Tanpa dikehendaki Wandeuk, ukuran tubuh ayahnya semakin membuatnya ingin menyembunyikan diri. Tentu saja ia tidak merasa malu dengan kondisi ayahnya, tapi ketika ayahnya menjadi sasaran olok-olok, kemarahan Wandeuk akan mudah terpicu. Ketika kemarahannya tidak terkendali lagi, ia pun akan berakhir sebagai bahan olok-olok Ddongju.

Kendati Ddongju suka memojokkan Wandeuk, sebenarnya ia menyimpan kebaikan hati. Setelah lulus sekolah hukum, bukannya hidup nyaman dengan kekayaan keluarga, ia memutuskan menjadi guru. Ketidaksetujuan atas perlakukan ayahnya terhadap pekerja asing membuatnya meninggalkan keluarga dan membantu pekerja asing yang mengalami pelanggaran hak asasi.

Tapi Ddongju memang tidak pernah berhenti membuat Wandeuk sebal. Apalagi kata-katanya berhasil meyakinkan ayah Wandeuk kalau anaknya punya bakat menulis novel. Padahal, Wandeuk sama sekali tidak bisa merangkai kalimat.

Perkenalan Wandeuk dengan Ali Hassan, pekerja asing asal Indonesia, mengantarkannya ke sasana kickboxing yang hampir gulung tikar. Mengherankan, bukannya mengolok-olok, Ddongju justru memuji pilihan Wandeuk untuk kursus kickboxing. Hanya saja kali ini, pujian Ddongju tidak disepakati ayah Wandeuk.

Sebenarnya, apa yang terbaik bagi Wandeuk? Menjadi atlet kickboxing atau novelis? Tidak perlu tiba di kalimat penutup untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan ini.  Karena kisah dalam novel ini, dituturkan dari sudut pandang Wandeuk.
 
Wandeuk adalah bildungsroman yang ditulis Kim Ryeo-ryeong, penulis wanita Korea Selatan yang memfokuskan tulisannya pada dunia remaja. Kim Ryeo-ryeong dikenal sebagai penulis A Seahorse Lives in My Heart yang meraih penghargaan Munhak Dongne Children's Literature dan The Child Who Brought Memory yang mendapatkan Ma Hae-song Literary Award. Di Korea Selatan, Wandeuk yang telah terjual lebih dari 700 ribu kopi tiga tahun sejak diterbitkan pertama kali (2008) mendapatkan Changbi Prize untuk Young Adult Fiction (Changbi adalah penerbit Wandeuk). Pada tahun 2011, Wandeuk diadaptasi ke dalam film layar lebar berjudul Punch (CJ Entertainment) oleh sutradara Lee Han.  Bintang muda Yooh Ah Ini  berperan sebagai Wandeuk dan Kim Yook-seok sebagai Ddongju.

Wandeuk bukanlah novel remaja yang menjajakan kisah cinta sebagai jualan utama. Cinta remaja dan segala kegenitannya bukanlah fokus Kim Ryeo-ryeong. Tentu saja masih ada unsur romansanya, tapi hanya disampaikan secara implisit melalui kedekatan Wandeuk dengan teman sekelasnya, Jeong Yoonha. Penulis memang lebih menitikberatkan kisahnya pada perkembangan karakter Wandeuk, dari seorang anak kuper yang selalu menyembunyikan diri hingga menjadi seorang pemuda yang lebih terbuka menghadapi kehidupan. Karena kondisi keluarganya yang disfungsional, penulis memunculkan Ddongju, guru yang diam-diam mengenal karakter Wandeuk, guna mendorong Wandeuk menjalani perubahan. Awalnya Wandeuk tidak bisa memahami sikap Ddongju sehingga dengan berani meminta Tuhan membunuh gurunya itu. Di bagian pamungkas, Wandeuk akan memahami maksud dari gangguan-gangguan yang diciptakan Ddongju.

Selama ini aku sudah terbiasa bersembunyi dari semuanya, sama seperti aku terbiasa bernapas. Aku yang selalu bersembunyi akhirnya ditemukan oleh Ddongju. Sebelum aku sempat bersembunyi, dia pasti akan berteriak, "Do Wandeuk!" Enggak bisa membiarkanku tenang, tengah malam pun Ddongju tetap mencariku. Walaupun begitu, Ddongju itu tulus. Tapi semakin aku bersembunyi, semakin dia mencariku. (hlm. 251).

Membaca novel remaja yang unik seperti Wandeuk memang cukup mengasyikkan. Ditulis dengan lugas dan tanpa bertele-tele, pengungkapan isi hati dan pikiran seorang remaja labil yang tengah menuju kestabilan melahirkan humor segar yang muncul berkesinambungan hingga novel berakhir.

Karena Wandeuk terbitan Bentang Belia merupakan hasil terjemahan, usaha yang dilakukan penerjemah untuk mempertahankan nuansa remajanya dalam bahasa Indonesia patut mendapatkan apresiasi. Nuansa remaja terasa sekali dengan pilihannya menggunakan bahasa yang tidak selalu harus baku.





24 July 2012

Hello Goodbye


Judul Buku: Hello Goodbye
Penulis; Ayuwidya
Berdasarkan skenario: Titien Wattimena
Tebal: 160 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Qanita 


 


Dengan menjadi diplomat, Indah berharap bisa bekerja di sebuah kota besar di luar negeri. Tapi ternyata, ditempatkan di Korea, bukannya bekerja di KBRI Seoul, ia malah terjebak di Kantor Urusan Konsuler RI di Busan, kota kedua terbesar di Korea Selatan. Tingkat kesibukan yang rendah membuat ia lebih sering bertugas mengantar ibu-ibu pejabat Indonesia yang datang ke Busan untuk berbelanja. Akibatnya, sudah hampir setahun Indah terperangkap kebosanan yang membuatnya mengalihkan perhatian ke dunia boneka ciptaannya. 

Hidup Indah seolah-olah akan tetap berkisar pada warna abu-abu dan hitam -seperti busana sehari-hari yang dikenakannya- hingga ia bertemu seorang laki-laki Indonesia, yang sama sepertinya, terperangkap kebosanan di Busan.

Abi (Abimanyu) adalah pelaut yang terkena serangan jantung saat kapal tempat ia bekerja melintas di Pelabuhan Busan. Ia diturunkan di Busan untuk mendapatkan perawatan, dan sebagai WNI, ia menjadi tanggung jawab Konjen Busan. Indah ditugaskan untuk mengurus laki-laki itu. 

Abi yang telah meninggalkan rumah dan menjadi ABK selama sebelas tahun bukanlah pasien yang mudah diurus. Indah sebal dengan sikapnya yang kasar dan pemarah. Tapi karena harus mengorek infomasi mengenai latar belakang dan keluarganya, Indah terpaksa berusaha mendekati Abi.  

Seiring dengan pendekatan yang dilakukannya, Indah mulai merasakan perubahan yang berarti dalam hidupnya. Mendadak hidupnya tidak sekadar hitam atau abu-abu. Perubahan ini mendapatkan tantangan besar ketika waktu kian bergulir dan Abi harus meninggalkan Busan untuk kembali ke Indonesia.

"Dari awal, kita memang cuma punya satu pilihan setelah semua ini selesai. Berpisah," kata Abi. 

"Jangan pernah marah karena perpisahan. Memaki perpisahan sama saja mengutuk pertemuan," kata Indah.

Hidup adalah rangkaian persimpangan, tempat manusia bertemu dan berpisah. Apakah perjumpaan di Busan hanya akan menjadi satu-satunya persimpangan dalam hidup mereka? Atau akan ada lagi persimpangan berikutnya? Jawabannya ada di bagian epilog novel romantis bertajuk Hello Goodbye

Sebuah persimpangan, sebuah momen pertemuan dua anak manusia, sejatinya harus mendatangkan perubahan yang signifikan dalam hidup mereka. 

Setelah meninggalkan keluarga dan bekerja sebagai pelaut, tempat di mana ia dibesarkan bukan lagi rumah bagi Abi. Kapal, di mana ia bekerja, itulah rumah baginya. Pertemuannya dengan Indah membawanya kembali ke rumah yang sejati, tempat ia memulai hidup dan dirindukan oleh keluarga. 

Sebaliknya, pertemuannya dengan Abi membuat Indah memahami hidup yang sedang dijalaninya, mengetahui titik awal hidupnya yang sebenarnya dimulai. 

"Kini aku yakin di mana titik awal itu. Di sini. Di tempat pertama kali aku melihat dia. Mungkin sekaligus tempat terakhir kali aku bisa melihatnya. Jadi, bagaimana aku harus menyapanya saat aku berdiri di titik akhir sekaligus titik awal ini? Hello? Goodbye? Karena dia, dua kata yang tak pernah bersanding dalam dimensi waktu yang sama menyatu. Hello Goodbye..." (hlm. 8). 

Hello Goodbye adalah novel yang ditulis berdasarkan skenario film layar lebar berjudul sama karya Titien Wattimena. Ayuwidya yang pernah mengerjakan novelisasi film Mestakung (Qanita, 2011) dipercayakan untuk menulis novel ini. Hasilnya lumayan enak dibaca kendati terasa kurangnya pengembangan yang disebabkan kesetiaan pada skenario. 

Menggunakan Indah sebagai narator orang pertama sebenarnya penulis berpeluang mengungkap lebih dalam latar belakang kehidupan Indah yang berkisar abu-abu dan hitam  itu. Sayangnya, peluang ini tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga Indah sang narator hampir tidak memiliki masa lalu untuk dikisahkan (kecuali info soal tujuan hidup terkait IPK yang tinggi dan bekerja di KBRI). Demikian pula latar belakang kehidupan Abi yang jelas-jelas masih butuh digali agar sikapnya yang memilih kapal sebagai rumah ketimbang tempat ia dibesarkan bisa lebih meyakinkan. Pengembangan karakter yang lebih intens akan meningkatkan konflik dan interaksi di antara kedua karakter ini. 

Sesungguhnya, kisah dalam Hello Goodbye bisa terjadi di mana saja. Artinya tidak mesti berlatar Korea untuk menghadirkan romansa semacam ini. Tapi segala sesuatu tentang Korea memang sedang banyak diminati di Indonesia saat ini. Kondisi inilah yang mendorong lahirnya kisah Indah dan Abi.

Film Hello Goodybye, karya penyutradaraan Titien Wattimena, yang mendapuk Atiqah Hasiholan sebagai Indah dan Rio Dewanto sebagai Abi ini akan beredar pada November 2012.







11 July 2012

Perempuan yang Melukis Wajah


Judul Buku: Perempuan yang Melukis Wajah
Penulis: 8 Penutur Hujan
Editor: Siska Yuanita
Tebal: 176 hlm; 13,5 x20 cm
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


 



Delapan orang pemilik akun Twitter yang menamakan diri Penutur Hujan menghimpun cerpen mereka dalam antologi Perempuan yang Melukis Wajah: 11 Cerita Pendek di Hari Hujan. Mereka adalah Ainun Chomsum, Fajar Nugros, Hanny Kusumawati, Karmin Winarta, M. Aan Mansyur, Mumu Aloha, Ndoro Kakung, dan Wisnu Nugroho. 

Kecuali Hanny Kusumawati yang urun tiga cerpen dan Ndoro Kakung dua cerpen, enam penulis lainnya masing-masing hanya menyertakan satu cerpen sehingga antologi cerpen ini menyuguhkan sebelas cerpen bagi para pembaca. 

Cinta pada pandangan pertama hanya diperuntukkan bagi mereka yang beruntung. Mereka yang kurang beruntung, sebaliknya, harus berurusan dengan cinta pada pandangan terakhir. Cinta bukan hadir pada saat mereka saling menyapa, ketika berkata "hai" atau "halo", tetapi justru pada saat mereka harus berpisah dan saling berucap "selamat tinggal", kata karakter perempuan dalam cerpen pembuka, Humsafar. Diiringi rinai gerimis, kita akan mengetahui kalau cinta pada pandangan terakhir inilah yang dialami Julia, pengelola sebuah rumah pemakaman, ketika bertemu Shah, wartawan asal Pakistan. Ada 336 surat, sebuah rahasia dari Shah, dan kejutan dari sang narator akan dimunculkan sebelum cerita benar-benar ditamatkan. 

Sebelum menikah, Bian dalam cerpen Enam Jam karya Hanny ingin bertemu Nai, kekasih masa lalunya. Selama enam jam yang ditingkah gerimis dan kenangan kita akan mengikuti perjalanan sepasang pecinta menyongsong takdir yang tidak terelakkan.

Cinta yang mengerat hati dimunculkan Hanny untuk kali ketiga dalam cerpen Yang Tertinggal. Menemukan Diaz yang tengah memandang tetes-tetes hujan kota London di balik jendela, Ella menyadari kalau ia mencintai pasangan kumpul kebonya selama dua setengah tahun itu. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ella juga menyadari bahwa dirinya bukanlah belahan jiwa Diaz. 

Narator dalam cerpen Daun Palma garapan Wisnu Nugroho memiliki kenangan pahit terkait dengan Minggu Palma. Pada suatu Minggu Palma ia berjanji dengan kekasihnya untuk hadir dalam sebuah misa. Ia menyiapkan dua helai daun palma dan membawanya ke dalam gereja. Daun palma seolah harapan yang kemudian gugur saat berhadapan dengan realita yang setiap tahun akan dinapaktilasinya seiring dengan turunnya hujan awal April. 

Komplikasi cinta masih menjadi tema yang diangkat Ndoro Kakung (nama pena Wicaksono) dalam dua cerpen berdurasi singkat dan saling terkait. Dengan cita rasa absurd, cerpen Lelaki Naga mendedahkan kisah lelaki yang patah hati lantaran ditinggalkan kekasihnya, si perempuan bermafela kelabu. Sebagai respons untuk cerpen ini Ndoro Kakung menulis cerpen kedua, Perempuan Bermafela Kelabu, yang memaparkan kisah si perempuan bermafela kelabu. Cerpen kedua ini mengungkap lebih jauh alasan keretakan hubungan mereka. "Cinta cuma sebentar singgah. Kami terlalu gugup, takut, dan akhirnya malah tak kuasa menggenggamnya erat-erat. Ia selalu meleleh di antara jemari, juga pori-pori hati."  (hlm. 140). Dalam kedua cerpen Ndoro Kakung ini, hujan bersinonim dengan air mata.

Mumu Aloha -nama beken dari Is Mujiarso- yang dulu menulis cerpen bertema homoseksualitas Taman Trembesi (Rahasia Bulan, 2006) menghadirkan cerpen berjudul panjang: Bagaikan Cerita Cinta yang Tokoh Utamanya Mengasingkan Diri ke Gunung. Meskipun masih bertema homoseksualitas, cerpen yang dibuka dengan derai hujan ini bernuansa jauh lebih lembut ketimbang Taman Trembesi.

"Waktu aku kecil, ibuku pernah bilang, dalam setiap butir hujan yang turun ke bumi, ada satu malaikat yang menemani," ucap sang narator dalam cerpen Hujan, Malaikat, dan Ibu karya Fajar Nugros, si penulis antologi I Didn't Lose My Heart, I Sold it on eBay (2010). Lama setelah meninggalkan masa kecil, sang narator menemukan bukti dari ucapan ibunya. Dan itulah sebabnya ia berdiri di halaman rumah saat hari hujan di bagian penutup. 

Bagaimana rasanya jika ditinggalkan kekasih tanpa pamit? Di sebuah kafe, ketika hujan turun suatu sore, perempuan dalam cerpen Semoga Kamu Baik-Baik Saja karya Ainun Chomsun, menunggu kekasih dari masa lalu. Setelah dua puluh tahun berlalu dan tidak pernah bertemu, perempuan itu ingin menuntut penjelasan. Apa sesungguhnya yang membuat laki-laki itu meninggalkannya? Terkadang, komitmen bisa membuat seseorang terjebak komplikasi. 

"Hujan di kota ini telah berubah menjadi kutukan," demikian kalimat pembuka dalam cerpen Perempuan yang Melukis Wajah karya Karmin Winarta. Cerpen yang dipilih sebagai judul antologi ini menetapkan hujan sebagai katalisator dari kehancuran hidup seorang perempuan di ambang pernikahannya.

Setelah membaca cerpen-cerpen dengan kisah-kisah yang umumnya sedih, antologi ini ditutup dengan cerpen seksi dan sarat humor bertajuk Hujan. Deras Sekali.. Cerpen garapan M. Aan Mansyur ini menggelar kisah tidak senonoh di antara tiga perempuan (Marni, Tenri, Lina) dan empat lelaki (Arya, Baso, kekasih Tenri, pacar Lina). Perselingkuhan berkobar-kobar di tengah derasnya hujan. Setiap perselingkuhan sekaligus pengkhianatan ini diakhiri doa untuk mendapatkan kesempatan kembali berbuat mesum.

Penutur hujan tidak semata-mata bertutur menggunakan kata. Marrysa Tunjung Sari adalah satu-satunya penutur hujan yang menggunakan foto untuk menyampaikan gagasannya. Maka tidak hanya pada sampul, kita juga akan menemukan bidikan Marrysa setiap kali hendak membaca cerpen-cerpen dalam antologi ini. 

Hujan di dalam antologi cerpen ini pada umumnya dimaksudkan untuk penciptaan suasana melankolis. Hujan seolah pengiring kisah-kisah yang berakhir tidak sesuai harapan. Hanya hujan dalam cerpen karya M. Aan Mansyur yang benar-benar berbeda. Hujan di sini menjadi pemicu gairah para pelaku yang membuat kita senyum-senyum dengan kebejatan mereka.

Bagi saya, ketiga cerpen Hanny Kusumawati adalah kisah-kisah patah hati yang cukup menarik simpati. Dalam keringkasannya, Hanny bisa mengaduk emosi dengan menghadirkan pertarungan yang terjadi dalam pikiran dan perasaan para karakter serta dalam hubungan mereka dengan lawan jenis.

Tapi, kendati bertema generik dan ditulis deras seperti hujan cerpen Hujan. Deras Sekali. adalah cerpen paling menghibur dan tidak mudah dilupakan.

Sebagai buku, antologi cerpen ini dikemas cukup bagus, mulai dari desain sampul hingga penataan foto dan cerpen di dalamnya. Penggunaan huruf yang ramah mata membuat antologi ini lebih sedap dibaca karena tidak melelahkan.

Akhirnya, bagi Anda yang memutuskan untuk membaca antologi ini, saya mengutipkan tulisan di sampul belakang buku:

"Pilihlah tempat untuk membaca. Siapkan secangkir kopi. Mulailah dari halaman mana saja. Dan bila kau mau menajamkan telinga, sayup-sayup akan terdengar derai halus hujan di latar belakang."


04 July 2012

Negeri Neri

Judul Buku: Negeri Neri
Pengarang: Sari Safitri Mohan
Tebal: 288 hlm; 13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, Mei 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Tidak ada orang yang suka aibnya diungkapkan di hadapan publik. Inilah yang secara eksplisit digambarkan dalam novel Negeri Neri karya Sari Safitri Mohan.

Semenjak kematian ayahnya di sebuah proyek tambang, Flora yang masih remaja berubah murung. Selama berminggu-minggu dililit kesedihan, ibunya menyarankan untuk menuliskan seluruh perasaannya dalam sebuah buku harian. Ibunya yakin menulis bisa membuat Flora menjauhkan diri dari kesedihan dan memahami dirinya sendiri.

'Negeri Neri' adalah judul cerita yang ditulis Flora untuk buletin sekolah. Sebenarnya cerita ini bukanlah karya Flora. Ia hanya memindahkan apa yang diceritakan Mala, adiknya, ke dalam bentuk tulisan. Mala yang baru berumur enam tahun pun bukanlah penggagas cerita ini karena dia hanya mendengar dari Ibu Bunga, perempuan yang tinggal dalam hutan di belakang rumah.

Cerita dalam 'Negeri Neri' dimulai ketika seorang gadis bernama Elin Araina bertemu dengan Aria Hafiz, dan mereka saling jatuh cinta. Hubungan mereka berkembang menjadi rumit setelah Elin hamil dan keluarga Aria tidak bisa menolerir skandal.

'Negeri Neri' dimuat secara bersambung di buletin sekolah yang dikelola di bawah pimpinan Rio Haris, cowok ganteng idola para gadis SMA Negeri 1 Sanggara. Keberhasilan Flora mengemas cerita yang mengundang penasaran membuat hubungan mereka yang sebelumnya dingin pelan-pelan menghangat. Meskipun tidak bisa dicegah, kedekatan mereka menerbitkan kemarahan dalam diri salah satu teman Flora.

Rupanya, cerita dalam 'Negeri Neri' bukanlah fiktif, melainkan kisah nyata yang terjadi dua puluh lima tahun sebelumnya. Ada beberapa tokoh dalam 'Negeri Neri' masih hidup dan salah satunya dikenal sebagai tokoh penting di Sanggara. Pihak yang dirongrong oleh tulisan Flora ini menuntutnya untuk menghentikan ceritanya. Namun kendati nyawanya terancam Flora tidak ingin memangkas kebenaran dalam ceritanya. Akibatnya fatal, Flora diculik kemudian seseorang mengaku telah membunuhnya.

Ditulis tanpa berbelit-belit dengan bahasa yang gampang dicerna, novel Negeri Neri cukup sedap dibaca. Kisah di dalamnya pun lumayan menarik. Setelah bagian prolog memang novel ini menciptakan kebimbangan. Untuk siapa novel ini ditulis? Anak-anak atau remaja? Kehadiran karakter sentral yang adalah seorang gadis remaja ditambah interaksinya dengan teman-teman sekolah serta kecemburuan dan persaingan yang ditimbulkan oleh seorang cowok ganteng menegaskan kalau Negeri Neri adalah novel untuk remaja. Hanya saja, konflik yang diangkat di dalamnya tidak membuat novel ini  terjebak menjadi basi seperti kebanyakan novel remaja yang semata-mata membincang cinta.

Penyajian yang lancar tidak membuat novel ini steril dari keraguan. Meskipun Mala bukanlah anak-anak biasa, kisah yang ia dengar dari Ibu Bunga kemudian diceritakannya kembali kepada Flora terasa tidak pas bagi anak-anak. Seksualitas yang muncul dalam hubungan Elin dan Aria memang tidak diumbar secara vulgar, tapi rasanya tidak cocok jika ditransformasikan melalui anak berumur enam tahun. Sekalipun lewat Flora penulis menyatakan bahwa saat menceritakannya, Mala seperti bukan Mala dan kelihatannya Mala tidak tahu apa yang sedang ia ceritakan (hlm. 189). Pada gilirannya, kehadiran kisah ini di buletin anak SMA terasa tidak pada tempatnya.

Keraguan lain muncul dalam karakterisasi Mala sebagai anak-anak dengan keanehan yang tidak begitu terjelaskan. Apa kira-kira yang menyebabkan Mala memiliki kemampuan spesial? Latar belakang yang memadai bagi keanehan Mala akan membuat novel ini lebih meyakinkan pembaca.

Ada bagian kecil yang menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan sumber cerita Mala. Di halaman 188, penulis menyatakan lewat percakapan Flora dan Rio bahwa sumber cerita Mala hanya diketahui oleh Flora, Rio, Anggi, Frans, dan Mala sendiri. Tiba di halaman 242, penulis menghilangkan nama Anggi dan Frans. Sebenarnya, sedikit saja penyuntingan akan membuat inkonsistensi ini bisa dihilangkan.

Mendekati bagian pamungkas, penulis juga melahirkan keraguan dalam hal penggunaan Kota Manado sebagai seting. Ia menyebutkan Desa Douw, sebuah tempat terpencil di utara Kota Manado yang berjarak sembilan jam perjalanan dengan mobil dari Kota Manado. Sepertinya, penulis tidak mengenal dengan baik letak geografis Kota Manado.

Sanggara sebagai seting utama dalam novel ini membuat penasaran. Menyimak perjalanan dari Tanjung Manai menuju Manado pada halaman 274, saya bisa menduga-duga di mana letak Sanggara yang dimaksud penulis. Tapi apakah tempat itu memang ada atau hanya sekadar imajinasi penulis?

Tidak ada orang yang suka aibnya diungkapkan di hadapan publik. Tapi jika aib itu berhubungan dengan kebenaran yang disembunyikan, mau tidak mau meskipun mendapat tantangan keras, tetap harus diungkapkan. Apalagi jika pengungkapan itu menghadirkan keadilan bagi pihak yang dirugikan. Pesan inilah yang membuat Negeri Neri berbeda dengan novel-novel remaja lain yang banyak beredar di Indonesia.

 
03 July 2012

Snow White & The Hunstman


Judul Buku: Snow White & The Huntsman
Penulis: Lily Blake
Penerjemah: Dina Begum
Tebal: 243 halaman
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Mizan Fantasi (Noura Books)


 


Sampai saat ini, kisah Snow White masih tetap laku dijual. Tahun ini, paling tidak, ada tiga film tentang Snow White yang beredar. Pertama, Grimm's Snow White, film direct-to-video dengan Eliza Bennet sebagai Snow White dan Jane March sebagai Ratu. Kedua, Mirror Mirror, film komedi fantasi yang mendapuk Lily Collins sebagai Snow White dan Julia Roberts sebagai Ratu. Ketiga, Snow White and The Hunstman yang dibintangi Kristin Stewart sebagai Snow White dan Charlize Theron sebagai Ratu. Meskipun kisah di dalam film-film itu didasarkan pada dongeng yang sama, yaitu dongeng Jerman yang ditulis kembali oleh Grimm Bersaudara, masing-masing memiliki kisah yang berbeda. 

Ada empat elemen yang tidak terlupakan dalam dongeng Snow White. Ratu jahat, apel beracun, kurcaci, dan seorang pangeran. Dalam Grimm's Snow White tidak ada apel dan kurcaci, tapi tetap ada ratu jahat dan pangeran. Mirror Mirror tetap mempertahankan keempat hal itu, tapi bedanya apel beracun bukan membunuh Snow White melainkan si ratu jahat. Sedangkan Snow White & The Hunstman masih memanfaatkan keempat elemen dari dongeng Grimm Bersaudara tapi memperbesar peranan pemburu yang ditugaskan membunuh Snow White. Dalam film terakhir ini, Snow White tidak digambarkan sebagai putri gemulai yang menerima begitu saja apa yang menimpanya. Snow White di sini adalah seorang putri gagah berani yang bertekad merebut kembali kerajaan ayahnya yang dikuasai si ratu jahat.

Skenario Snow White & The Hunstman  ditulis berdasarkan cerita Evan Daugherty oleh trio John Lee Hancock, Hossein Amini, dan Evan Daugherty sendiri. Kemudian, berdasarkan skenario tersebut ditulis sebuah novel berjudul sama oleh Lily Blake. Apa yang terjadi pada film Snow White & The Hunstman sama seperti yang terjadi pada film Red Riding Hood (2011) yang skenarionya dialihkan menjadi novel oleh Sarah Blakley-Cartwright.
 
Ratu jahat dalam kisah ini bernama Ravenna. Ia sengaja diperlakukan sebagai tahanan oleh pasukan bayangan agar bisa diselamatkan Raja Magnus dan dibawa masuk ke dalam istana. Kecantikan Ravenna mampu meluluhkan Raja Magnus sehingga sang raja memutuskan menjadikan Ravenna pengganti istrinya yang telah tiada. Pada malam pengantin, Ravenna membunuh Raja Magnus. Sang raja tidak pernah mengetahui jika Ravenna sebenarnya penyihir yang telah dibekali mantra dari darah paling murni. Setiap kali kemampuan sihir ini digunakan, kecantikan dan kemudaan Ravenna akan terkuras. Untuk revitalisasi, Ravenna akan menyedot kecantikan dan kemudaan gadis-gadis jelita yang disediakan untuknya.

Setelah membunuh Raja Magnus, Ravenna menguasai istana dan kerajaan. Ravenna juga menyingkirkan orang-orang yang berada di pihak raja. Kecuali Snow White, putri tunggal sang raja dari istri pertamanya. Snow White yang saat itu berumur tujuh tahun dijebloskan ke dalam penjara. 

Dengan kekuatan jahat yang dimilikinya, pemerintahan Ravenna melahirkan para pemberontak yang berniat menggulingkan kekuasaaannya. Tapi Ravenna selalu bisa mengatasi para pemberontak dengan memanfaatkan kekuatan sihir sambil memanipulasi Finn, adik kandungnya. Akhirnya para pemberontak menjauh dan cuma bisa bergerilya di dalam Hutan Kelam, tempat angker dengan tanaman dan hewan magis yang berbahaya. Sangat sulit bagi orang yang masuk Hutan Kelam untuk bisa keluar dalam keadaan hidup.

Seperti yang disampaikan cermin sihir, Ravenna adalah perempuan yang paling cantik di seluruh negeri. Hingga sepuluh tahun kemudian, kecantikannya berhasil ditandingi.  "Ratuku, kau telah menentang hukum alam dan merampas buahnya yang paling elok. Tapi pada hari ini, ada seseorang yang lebih cantik daripada kau. Dialah penyebab pudarnya kekuatanmu," kata cermin sihir (hlm. 29). Dan alangkah terkejutnya Ravenna mengetahui perempuan yang berhasil mengalahkan kecantikannya adalah Snow White. Untunglah Snow White telah dikurungnya dalam penjara. Sebab kepolosan dan kemurnian yang dimiliki Snow White ternyata bermanfaat baginya. "Genggamlah jantungnya dengan tanganmu, maka kau takkan perlu lagi mereguk kemudaan. Kau takkan pernah lagi melemah atau menua. Kekal tanpa syarat...." ( hlm. 29-30).
 
Ravenna segera meminta Snow White dibawa ke hadapannya. Tapi ternyata Snow White berhasil melarikan diri dan memasuki Hutan Kelam. Ravenna tidak tinggal diam. Ia mengutus Eric, pemburu yang pernah memasuki Hutan Kelam dan keluar dengan selamat, untuk menemukan Snow White. Eric dikenal sebagai pemabuk setelah istrinya tewas dibunuh, dan sisi kelam inilah yang dimanfaatkan Ravenna. Jika Eric berhasil membawa Snoe White ke hadapannya, maka Ravenna berjanji akan menghidupkan kembali istrinya.

Ketika berhasil menangkap Snow White, Eric justru memutuskan untuk membiarkan gadis itu tetap hidup. Selain kenyataan Snow White adalah putri Raja Magnus, Eric juga  mengetahui sebenarnya Revenna tidak bisa membangkitkan istrinya. Alih-alih meninggalkan Hutan Kelam, ia membawa Snow White menyusup lebih jauh ke dalam Hutan Kelam. Dalam pelarian, sambil dikejar-kejar anak buah Ravenna, mereka akan bertemu para perempuan dengan bekas luka di wajah dan delapan kurcaci (versi aslinya hanya tujuh) yang masih setia pada Raja Magnus. Selain itu, di dalam Hutan Kelam, mereka akan bertemu dengan pemuda tampan yang tidak lain adalah teman masa kecil Snow White yang lolos dari pembasmian yang dilakukan Ravenna. 

Lalu, soal apel beracun? Ya, apel beracun itu tetap ada. Ravenna ternyata berhasil masuk ke dalam Hutan Kelam dan memberikan apel beracun itu kepada Snow White. Dan sudah pasti Snow White akan terjebak dalam keadaan mati suri. Soal kecupan yang terkenal  itu? Oh, tentu saja ada kecupan yang membangunkan Snow White. Hanya saja di sini Snow White akan mendapatkan dua kecupan. Siapa yang mengecup pasti sudah bisa ditebak, tapi kecupan siapakah yang memiliki kemampuan menghidupkan? Yang jelas soal kecupan itu sudah bisa diantisipasi, namun kala momennya datang, tetap terasa mengejutkan. Soal kecupan ini secara implisit akan menginformasikan kepada pembaca adanya cinta segitiga. Pemilik kecupan paling tuluslah yang akan mendapat tempat dalam hati Snow White. Sayangnya, penulis kisah ini sepertinya tidak menganut prinsip 'hidup bahagia selama-lamanya'. 

 
Seiring pelarian Snow White dan sang pemburu, beberapa pertanyaan akan mengekor. Mengapa Eric diam-diam tidak ingin membawa Snow White ke Kastel Hammond? Bagaimana caranya Ravenna bisa mengelabui Snow White untuk memakan apel beracun? Apa yang akan dilakukan Snow White untuk menghentikan kekejaman Ravenna? Untuk pertanyaan terakhir sempat terbayang adegan menggelikan seperti dalam film Mirror Mirror: bukan Snow White, tapi Ravennalah yang akan memakan apel beracun itu. Tapi tentu saja bukan itu yang dipilih penulis novel Snow White & The Hunstman.

Kendala yang kerap terjadi pada novelisasi skenario film masih bisa dirasakan dalam novel ini. Sebenarnya Lily Blake, sebagai penulis, cukup berhasil mengembangkan skenario ke dalam bentuk novel. Hasilnya tetap mengalir dan enak dibaca. Hanya saja, jumlah halaman yang terbatas menciptakan ruang sempit untuk pengembangan karakter, khususnya karakter Snow White. Metamorfosis Snow White yang sepuluh tahun terkurung dalam penjara -sehingga ia berada dalam kondisi lemah- menjadi putri gagah berani terkesan berlangsung spontan. Bagaimana caranya Snow White bisa tetap bertahan hidup dalam penjara dan mendapat kekuatan untuk melarikan diri? Bagaimana Snow White menghadapi perubahan fisiknya selama dikurung? Apakah selama sepuluh tahun Snow White mengenakan pakaian yang itu-itu saja? Kenihilan jawaban dari pertanyan-pertanyaan ini membuat kehadiran Snow White terkesan kurang kuat. Padahal untuk Ravenna, penulis terbilang intens dalam mengembang karakterisasinya sebagai tokoh antagonis.

Pesan moral yang membungkus kisah ini masih tetap sama dengan versi Grimm Bersaudara, bahwa kejahatan akan dipatahkan oleh kekuatan kebaikan dan keluhuran budi. Hanya saja, pesan indah bagi segala usia ini dikemas dalam kisah yang terlalu gelap sehingga kurang cocok untuk konsumsi anak-anak. Sekalipun mereka sudah mengenal sang putri salju.  

Membaca kisah-kisah yang ditulis berdasarkan dongeng abadi yang sangat tersohor memang selalu mengasyikkan. Kita akan dibuat penasaran untuk mengetahui apa yang dilakukan pengarang untuk mengecoh kita. Snow White, bukanlah satu-satunya, tapi Snow White merupakan salah satu kisah yang paling banyak dimodifikasi selain kisah Cinderella. 



01 July 2012

Ibuk,


Judul Buku: Ibuk,
Penulis: Iwan Setyawan
Editor: Mirna Yulistianti
Tebal: 312 hlm; 13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


 


Ibuk melalui hidup sebagai perjuangan. Tidak melihatnya sebagai penderitaan (hlm. 140).

 
Dalam novelnya yang pertama -9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple- Iwan Setyawan menulis, "Ibuku, Ngatinah, adalah cinta, kesederhanaan, dan ketegaran." (hlm. 30). Pernyataannya ini dikembangkan dalam novel keduanya yang diberi judul Ibuk,.

Perjuangan Ngatinah alias Ibuk yang dilandasi cinta, kesederhanaan, dan ketegaran ini dimulai di Pasar Batu, ketika ia membantu neneknya berdagang baju bekas, setelah putus sekolah. Di pasar inilah, pada umur 17 tahun, ia bertemu Abdul Hasyim atau Sim yang dicap sebagai playboy pasar. Sim berumur 23 tahun, sudah putus sekolah, dan saat itu bekerja sebagai kenek angkot. 

Cinta membutuhkan sebuah keberanian untuk membuka pintu hati
, tulis Iwan (hlm. 15). Maka Sim pun segera melakukan pendekatan untuk membuka pintu hati Tinah. Hingga suatu hari ia mengungkapkan keinginan memperistri Tinah dengan mengatakan, "Kamu mau gak hidup susah sama aku. Kita, hidup berdua...." (hlm.  20).

Mereka pun menikah hanya berbekal keberanian untuk menjalani hidup bersama. Dari pernikahan mereka lahir lima orang anak. Bagi Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira, Sim adalah Bapak dan Tinah adalah Ibuk. "Membesarkan lima orang anak membutuhkan napas yang panjang. Tak pernah mudah, tak pernah berhenti." (hlm. 37-38).  Di sinilah Ibuk harus menunjukkan perannya sebagai seorang ibu.

Tanpa mengesampingkan peran Bapak sebagai pencari nafkah, yang membawa angkotnya sejak pagi hingga malam, Ibuklah yang bertanggung jawab memastikan setiap hari keluarganya bisa makan. Ibuklah yang mencari solusi manakala anak-anak mengalami permasalahan terkait dengan sekolah mereka, butuh buku atau sepatu baru dan sudah harus membayar SPP dan uang bangunan, padahal sedang tidak punya uang. Setiap hari Bapak menyetor penghasilannya sebagai sopir angkot untuk membuat dapur tetap mengepul. Jika ada yang tersisa, uangnya ditabung atau dibelikan perhiasan emas karena Ibuk tahu pada saat-saat sulit, uang atau perhiasan yang ada bisa membantu. Dan jika uang atau perhiasan tidak ada lagi, Ibu tidak segan meminjam uang demi anak-anak, apalagi kalau Bapak tidak menyetorkan uang lantaran angkotnya bermasalah. 

 
Cinta, itulah yang melahirkan tekad dalam diri Ibuk untuk membantu membuka jalan kepada kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Saat memandang langit-langit dapur yang penuh jelaga Ibuk merenung. "Dapur ini penuh dengan jelaga. Hidup ini mungkin akan penuh jelaga juga. Tapi anak-anakkulah yang akan memberi warna terang dalam hidupku. Ini hartaku. Dan kini saatnya, semua yang telah keluar dari rahimku bisa hidup bahagia. Tanpa jelaga." (hlm. 52).

Suatu saat dalam kehidupannya, Bayek, anak laki-laki satunya yang tidak lain adalah Iwan Setyawan sendiri, menuliskan puisi untuk Ibuk. Dalam puisi itu, Bayek mengenang apa yang telah dilakukan Ibuk:

Kau bangun jembatan agar mereka tak melalui kail yang keruh/Kau gendong jiwa mereka agar selalu hangat/Kau nyalakan lentera hati mereka.../

Kau tak hanya berjanji./Kau berikan nafasmu/Kau genggam anak-anakmu./Kau genggam erat./ Di tanganmu yang halus, kau pastikan/Mereka tidak terjatuh... 

 (hlm. 71).

Ketika Bayek lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah di IPB, tidak ada dana untuk memuluskan perjalanannya. Tapi Ibuk memutuskan Bayek tetap harus pergi. Ibuk tidak hanya meminjam uang, melainkan juga bersepakat dengan Bapak untuk menjual angkot yang telah menjadi sandaran hidup mereka. Demi Bayek bisa kuliah dan tidak menjadi sopir angkot seperti dirinya, Bapak pun rela melepaskan angkot yang dibelinya setelah sekian lama bekerja keras.

Karena masih menulis kisah yang bersumber dari pengalaman pribadi dan keluarganya, Iwan menjadikan Ibuk, sebagai novel pelengkap dari novel sebelumnya. Di sini Iwan mempertebal peranan Ibuk bagi kehidupan keluarga, melengkapi bagian kehidupannya di New York yang tidak dimunculkan dalam novel sebelumnya, dan menambahkan apa yang terjadi setelah novel pertama diterbitkan.

Keseluruhannya tetap sedap dibaca karena Iwan memang menulis kisahnya tetap dengan kelugasan dan kerenyahan seperti dalam 9 Summers 10 Autumns. Pada beberapa tempat, meskipun mengulang kisah dalam buku pendahulunya, Ibuk, tetap terasa mengharukan. Tidak membutuhkan waktu lama, novel ini segera bisa ditamatkan. Ukuran huruf yang memanjakan mata tentu saja ikut berpengaruh.

Selama membaca, saya membayangkan jika Iwan berani bereksperimen dalam hal sudut pandang atau narator. Novel pertama menggunakan narator orang pertama, dari sudut pandang Iwan sendiri, sedangkan novel ini menggunakan narator orang ketiga yang sempat disela narator orang pertama. Meskipun peranan Ibuk dalam novel ini sangat terasa, saya membayangkan Iwan akan menggunakan Ibuk sebagai narator orang pertama sehingga semua perasaannya bisa lebih tergali, termasuk pada masa-masa Bayek bekerja di New York. Ibuk memang  tidak sedang bersama Bayek, tapi bisa disiasati melalui penuturan kembali dari kisah yang ia dengar dari anaknya. Kemungkinan ini cukup besar, apalagi jika membaca kata-kata Pramoedya Ananta Toer yang dikutip di bagian penutup novel. "A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself." (hlm. 290).

Selain hubungan Bayek dan Ibuk yang mendalam, hubungan Bayek dengan empat saudara perempuannya juga menjadi bagian yang menggugah dalam novel ini. Hati terasa hangat mengikuti kisah Bayek yang begitu dekat dengan keempat saudaranya dan bertekad menyelesaikan misi untuk membahagiakan mereka.

Tapi bagian paling menarik, tentu saja, perjalanan cinta Bapak dan Ibuk.

"40 tahun lebih mereka mengarungi lautan kehidupan. Berawal dari pasar sayur Batu, mereka berlayar. Terus berlayar. Cinta mereka tak pernah usang, bahkan semakin kuat. Badai kerap mengempas perjalanan hidup tapi perahu mereka juga semakin kuat, cinta mereka semakin kokoh. Mereka adalah belahan jiwa satu sama lain." (hlm. 245).

Di penghujung perjalanannya, setelah hidup dalam cinta keluarganya, terutama cinta Ibuk, Iwan menulis: "Mencintai tidak bisa menunggu." Sungguh indah, dan inspiratif. 

 


Catatan:
Ibuk, (pakai koma di belakang) adalah novel kedua yang ditulis Iwan Setyawan. Novel pertamanya, 9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple (Februari, 2011) menjadi national best seller dan pada tahun penerbitannya mendapat penghargaan Buku Terbaik Jakarta Book Award dan Saniharto Award. Versi bahasa Inggris dari novel ini,  9 Summers 10 Autumns, From the City of Apples to The Big Apple diterbitkan pada Oktober 2011. Novel ini akan diadaptasi menjadi film layar lebar yang rencananya dirilis pada Hari Ibu, 22 Desember 2012. Film yang akan menjadi karya penyutradaraan Ifa Isfansyah berdasarkan skenario yang ditulis Fajar Nugros ini mendapuk Oka Antara sebagai Iwan, Dewi Irawan sebagai Ibuk, dan Alex Komang sebagai Bapak.

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan