11 February 2012

Clair-De-Lune



Judul buku: Clair-de-lune
Penulis: Cassandra Golds
Penerjemah: Vina Damayanti

Tebal: 232 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, Juli 2007 
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



Hidup Yang Sejati Harus Ada Kucingnya




Dulu saya pernah terbuai dengan dongeng-dongeng klasik karya Hans Christian Andersen dan Grimm Brothers. Sekarang minat saya terhadap dongeng memang agak memudar. Tapi saya tetap tidak mungkin mengabaikan dongeng yang mengusung keindahan. Belakangan saya menemukan keindahan dongeng klasik dalam karya-karya penulis seperti Gail Carson Levine dan Kate DiCamillo. Bulan Juli 2007 ini dunia buku Indonesia disapa Cassandra Golds dengan novel dongeng yang berjudul Clair-de-Lune. Oleh Penerbit Gramedia, Clair-de-Lune diterjemahkan dan dipublikasikan dalam salah satu kelompok fiksi terbitannya, Family Literatur (FamLit). Walau FamLit disegmentasi untuk pembaca berusia 9-12 tahun, seperti yang disebutkan pada penjelasan mengenai FamLit dalam buku ini, pembaca dewasa juga akan jatuh cinta dengan koleksi FamLit, karena selalu ada jiwa anak-anak dalam diri seseorang.

Cassandra Golds adalah penulis perempuan kelahiran Sydney yang pada masa kecilnya merupakan penggemar karya Hans Christian Andersen, CS Lewis, dan Nicholas Stuart Gray. Di masa kecil yang sebagiannya dihabiskan di rumah susun, ia pernah berlatih balet di sebuah sekolah tari. Bermodalkan pengalaman masa kecil dan kenyataan menarik yang ditemukannya bahwa banyak orang mengalami kesulitan menyebut nama mereka tanpa "menarik mundur" suaranya, ia menulis buku tentang kehidupan seorang gadis cilik penari balet bernama Clair-de-Lune.

Clair-de-Lune yang namanya berarti Sinar Rembulan tinggal di ruang bawah atap sebuah bangunan yang tinggi, sempit, tua, dan berlantai enam dengan dua belas deret anak tangga curam di antara setiap lantai. Ia tinggal dengan Madame Nuit, neneknya, balerina pada zamannya. Ibunya, La Lune atau Mademoiselle Moon, juga seorang penari balet kondang. Pada masa hidupnya, La Lune pernah mementaskan tarian balet yang indah tapi tragis. Tarian balet itu berkisah tentang angsa yang terluka oleh panah pemburu yang walaupun bisu pada akhir hidupnya bisa menyanyikan lagu-lagu terindah.

Suatu malam, pada penghujung pementasan balet, setelah mengucapkan sebuah kalimat yang kemudian menjadi bahan spekulasi banyak orang, La Lune meninggal. Sejak saat itu pula, Clair-de-Lune menjadi bisu.

Seperti nenek dan ibunya, Clair-de-Lune juga disiapkan untuk menjadi penari balet dengan belajar pada seorang guru balet bernama Monsieur Dupoint. Bagi Clair-de-Lune, tari adalah hal yang terpenting di dunia ini. Dengan tari, ia bisa berbicara sesuai dengan caranya, hal sama yang ditanamkan dalam dirinya oleh Madame Nuit. 

Di ruang latihan balet, suatu hari, ia bertemu dengan Bonaventure, seekor tikus penari yang gemar menyanyikan lagu nina bobo untuk membangunkan orang. Tikus yang bertekad mendirikan sekolah tari khusus untuk para tikus ini mengajak Clair-de-Lune bertemu dengan seorang biarawan bernama Bruder Inchmahome. Bruder Inchmahome tinggal di sebuah biara yang bisa ditempuh melalui salah satu lantai di gedung yang sama dengan tempat Clair-de-Lune tinggal. Lewat sebuah pintu batu, mereka akan menemukan lokasi biara.

Bruder Inchmanhome ternyata memiliki kemampuan mendengarkan isi hati Clair-de-Lune yang bisu. Ia mengajak Clair-de-Lune untuk belajar bicara dan belajar mendengarkan setiap pagi di biara sambil menugaskan Clair-de-Lune untuk menemukan alasan ia kehilangan kemampuan berbicara.

Sulit untuk Clair-de-Lune belajar bicara dan mendengarkan, karena ia mendapatkan kesimpulan bahwa berbicara dan mendengarkan adalah hal yang berbahaya. Tapi, Bruder Inchmahome terus-menerus memberikannya motivasi. Sejalan dengan itu, Claire menemukan bahwa sesungguhnya ada hal yang lebih penting dari tari, yaitu kasih. Hanya saja, untuk lebih memahami kasih, Clair-de-Lune tetap perlu mendengarkan. Menurut Bruder Inchmahome mendengarkan adalah kasih.

Pada saat yang sama, dalam rangka ulang tahun perusahaan tari, Clair-de-Lune dipilih untuk membawakan tarian balet yang dulu dibawakan ibunya pada malam kematiannya. Bonaventure juga berhasil mendirikan sekolah tari dan berniat melakukan ekspansi dengan mendirikan perusahaan tari untuk tikus. 

Hingga akhirnya sesuatu terjadi pada Bonaventure yang memicu tersingkapnya misteri di balik meninggalnya ibu Clair-de-Lune. 

Novel Clair-de-Lune benar-benar berisikan kisah dongeng yang cantik. Cassandra Golds merangkum hal-hal indah yang akan disukai oleh banyak pembaca kisah fantasi. Di sini terdapat kompilasi menarik antara balet, rumah ajaib, tikus yang bisa berbicara, dunia tikus yang lucu, dan terutama cinta sebagai simpul novel, dengan latar sebuah tempat di Prancis.

Mungkin pembaca akan dibuat bersedih dengan kisah yang lirih, tapi akan tetap mendapatkan ending yang bahagia untuk Clair-de-Lune, seperti yang biasa dialami karakter-karakter utama dalam dongeng klasik. Di luar hal-hal ajaib yang ada, kisah dongeng ini terkesan sangat manusiawi karena hadirnya cinta di dalamnya. Cinta di sini bukan hanya berbicara tentang cinta antara kekasih, tapi lebih luas lagi. Cinta kepada sesama makhluk hidup dan kepada kehidupan itu sendiri. 

Selain inti cerita yang menawan, Clair-de-Lune juga memiliki karakterisasi dan plot yang bagus. Kemungkinan pecinta dongeng modern tidak akan mudah melupakan beberapa tokoh utamanya seperti Clair-de-Lune, Bonaventure, dan Bruder Inchmahome sekaligus dengan liukan plotnya yang cantik. 

Pesan yang saya tangkap dari novel ini adalah sesungguhnya hidup itu indah dan cinta adalah elemen terpenting yang memberikan warna indah. Tidak ada senjata yang dapat digunakan untuk membunuh cinta meski untuk memanggilnya datang sangat mudah, yaitu dengan cara mendengarkan, yang dalam hal ini tidak sekedar berbicara mengenai fungsi telinga.  

Tapi, meski indah, hidup juga tidak mudah. Seperti kata Bonaventure, si tikus penari (hlm. 191), "Apakah itu hidup? Hidup yang sejati, harus ada kucingnya!"



Cassandra Golds
Sebelum Clair-de-Lune, Cassandra Golds telah menerbitkan buku anak-anak berjudul Michael and the Secret War (1985) yang ditulisnya pada umur sembilan belas tahun. Pada tahun 2004, ia  menerbitkan novel grafis anak-anak The Mostly True Story of Matthew and Trim bersama Stephen Axelsen, seorang ilustrator. Cassandra menulis bukunya di sebuah ruangan berdinding kuning buttercup dengan sebuah peta Narnia ukuran poster di dinding di atas mejanya. Peta itu dimilikinya sejak berumur sepuluh tahun.

2 comments:

alvina vanila said... Reply Comment

masuk wishlist, kayaknya sekarang udah susah dicari ya novel ini, kak >_<

Jody said... Reply Comment

@orybun:
Sebenarnya, review ini ditulis tahun 2007, waktu masih tinggal di Yogya.

Review ini adalah salah satu dari ratusan review yang saya pindahkan ke blog ini. Gak sempat mengedit isinya lagi. Mungkin suatu hari, kalo ada waktu.

Novelnya indah, sangat layak dibaca. Sayangnya saya gak punya novel ini lagi.

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan