06 January 2013

Kinky Rain


SASTRA/FIKSI/KUMPULAN CERITA UNTUK DEWASA


Judul Buku: Kinky Rain
Penulis: adimodel
Editor: Mirna Y.
Tebal: 204 hlm; 13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, November 2012




Setelah sebelumnya hanya menerbitkan buku-buku tentang fotografi, teknologi, dan psikologi, adimodel yang bernama asli Adi Kurniadi- seorang fotografer profesional- akhirnya menerbitkan karya fiksi pertamanya, sebuah koleksi cerpen. Ada sepuluh cerpen dalam koleksi yang diberi judul Kinky Rain. Hampir semuanya bernuansa gelap dan memberikan efek yang cukup menggigit, dengan ending yang umumnya mengejutkan. Kesepuluh cerpen ini dihadirkan bersama dengan lukisan dan foto yang merupakan karya penulis sendiri membuat koleksi ini semakin mengundang untuk diadopsi dan dibaca.

Cerpen pertama diberi judul Bibir berkisah tentang pengelanaan sepotong bibir di tubuh seorang pria. Bibir itu membuat tubuh sang pria menjadi tempat berkejar-kejaran, perosotan, permen, ayunan, dan taman bermain. Pada puncak pengelanaannya, bibir itu mengungkapkan pengalaman traumatis yang pernah dialaminya di masa lalu. Sebuah cerpen yang ditulis dengan imajinatif, erotis, tapi puitis dan indah.

Di leher itu ia mencium dengan lembut. Begitu lembutnya, sampai-sampai aku merasa ia menyentuhku dengan semburat nafasnya. Setelah itu ia menjilat-jilatnya, seperti seekor anjing yang belum minum selama tiga hari.

Seperti perantau yang tersesat, bibir itu menemukan jalan baru. Jalan panjang yang tak berliku. Jalan nafasku, katanya lagi, sambil menelusurinya dengan lidahnya. Di leherku, bibir itu dan lidahnya merosot naik turun...Naik turun. (hlm. 15).

Di sebuah galeri, sepasang insan bertemu dan terlibat perbincangan mengenai lukisan berusia empat puluh satu tahun. Mereka memiliki persepsi berbeda mengenai lukisan itu, tapi sama-sama mengarah pada erotisisme. Sang pria yang berperan sebagai narator mengatakan: "Kami terus saling berucap, mengulas, dan menyanggah, seperti sepasang bibir yang saling berciuman dengan ganas, lidah-lidah basah beradu, saling membalas satu sama lain." (hlm. 31). Kelanjutan dari perbincangan panas mereka adalah sesuatu yang tidak terduga dan lepas kendali. Simak kemahiran penulis dalam mendedahkan isi kepala sang pria dalam cerpen Titik. Lingkaran ini: 
Kami pun bergumul di atas lukisan yang tergantung vertikal itu, tubuh-tubuh polos kami berlumuran cat-cat berwarna-warni yang jatuh dari cipratan kuas sang penciptanya, seolah-olah air hujan yang turun begitu deras. Di atas kanvas itu, kami berteriak lantang bersama-sama dalam kepuasan. Keringat-keringat kami berhamburan tak terarah berbaur dengan tetesan hujan cat yang kental. Sang maestro tertawa, ia menyelesaikan adikaryanya yang tertinggi. (hlm. 37).

BDSM (Bondage, Discipline, Sadism, Masochism) menjadi topik yang juga menarik perhatian penulis. Dalam cerpen Untie Me ia mengisahkan tentang praktik BDSM yang dilakukan seorang perempuan dengan pria yang tidak dicintainya. Bukan menghindar setelah pengalaman perdana, perempuan itu malah ketagihan untuk terus menjalankan perannya sebagai budak bagi pria yang bertindak sebagai tuan itu.

Kuasa, adalah afrodisiak tertinggi. Kau berkuasa, dan semua orang akan menyukaimu, mencintaimu, menghamba padamu. Karena kuasa, semua orang akan tunduk dan menjilai-jilati kakimu. Demi kuasa, semua orang akan rela melakukan apa saja untukmu. (hlm. 52).

Dan rasa kuasa itu, adalah rasa terunggul. Rasa yang paling memuaskan sejagad raya. Adikuasa pembentuk semesta. Semua perintahmu tak terbantahkan. Semua titahmu dilaksanakan. Semua hukumanmu dijalankan. Kaulah kuasa. Kaulah tuanku. Kaulah pemilikku. (hlm. 53)

Cerpen ini ditutup dengan ending yang akan memorakporandakan apa yang telah terbangun dalam pikiran kita terkait kisah yang disampaikan penulis sebelumnya. Pilihan ending seperti ini agak mengecewakan sebenarnya, sama seperti yang saya rasakan ketika menyaksikan film Boxing Helena (Jennifer Lynch, 1993) dan Femme Fatale (Brian De Palma, 2002).

Limbo 14 akan mengingatkan pada film Groundhog Day (Harold Ramis, 1993). Berkisah tentang sepasang kekasih -Azra dan Rati- yang seolah-olah terperangkap dalam limbo yang tak berawal dan tak berujung. Semua yang mereka alami, semua upaya yang mereka lakukan, akan menghasilkan akhir yang sama. Tidak ada yang bisa membengkokkan hasil akhir kecuali: cinta. Limbo 14 adalah cerpen yang ditulis dengan telaten dan berbeda dengan ketiga cerpen sebelumnya: bukan tentang seks.

La Petite Mort yang dijadikan judul salah satu cerpen berarti kematian kecil atau orgasme. Cerpen ini adalah cerpen yang paling erotis, gelap, sekaligus tragis dalam koleksi cerpen ini. Saat berbagai posisi berhubungan seks sekaligus dengan variasinya tidak lagi mendatangkan kepuasan yang maksimal, Nut dan Tina mencoba teknik menipu kematian. Berulang kali mereka bermain-main dengan kematian. Tapi tidak ada yang abadi dan mereka tidak mungkin bisa terus-menerus menipu kematian. Tina-lah yang akan menentukan waktunya untuk berhenti.

Val yang namanya menjadi judul cerpen adalah pengemis kecil di sebuah kota dimana hujan turun hampir setiap hari. Sebagai pengemis, Val telah terbiasa dengan pengasihan dan pelecehan dari setiap orang yang dijumpainya. Tapi apa yang dialaminya tepat di bagian akhir cerpen sungguh membuat hati tersayat. Penulis menyisakan satu pertanyaan yang menggugat ketidakpedulian manusia, termasuk dirinya sendiri: "Kenapa kau tak membuka kacamu dan membawaku pergi?" (hlm. 120)

Narator cerpen futuristik berjudul Kekasihku Meledak membuka kisahnya dengan kalimat: "Kekasihku meledak. Meledak sungguhan, bukan mimpi, bukan metafora, bukan kiasan. Dengan mata kepalaku, aku menyaksikan kekasihku hancur berkeping-keping." (hlm. 124). Pada saat tubuh kekasihnya meledak, sang narator mendapatkan tangan kiri kekasihnya dalam keadaan utuh. Tangan itu sedang memegang pipi kanannya saat tubuh kekasihnya meledak. Sejak saat itu, tangan kekasihnya tidak pernah dilepaskan dari pipi sang narator, termasuk saat ia melakukan masturbasi dan berhubungan seks dengan pelacur. Pertanyaan selama membaca cerpen ini adalah mengapa tubuh kekasih sang narator benar-benar meledak seperti yang dikatakannya pada kalimat pertama?

Dalam cerpen 1441, seorang perempuan menjatuhkan dirinya dari lantai 1441 sebuah gedung. Saat tubuhnya mematuhi gaya gravitasi bumi, melewati berbagai lantai, kenangan-kenangan buruk dalam hidupnya berlintasan. Semuanya akan mengungkapkan kepada kita siapa sebenarnya dirinya dan apa yang telah dialaminya dalam hidupnya. Sungguh menarik ketika sementara tubuhnya menuju bumi muncul keinginan untuk tetap bisa hidup. Sebenarnya saya berharap penulis akan mengakhiri cerpen ini dengan kemunculan perasaan itu, tapi ternyata ia terus melanjutkan kisahnya sehingga menjadi absurd dan kehilangan kemenarikannya.

Placebo adalah substansi bukan obat yang diberikan kepada seseorang untuk mengobati penyakitnya tapi sebenarnya tidak memiliki efek terapeutik. Secara berbalasan, sepasang suami istri menyampaikan kisah kebersamaan mereka dengan amat indah dalam cerpen yang diberi judul Placebo. Contoh dari kata-kata mereka saya petikkan berikut ini:

Suami: Aku mencintaimu... lirihku sesaat sebelum beringsut dari kedalaman kedua bilah pahamu, dari ujung-ujung dadamu yang menusukku, dari tatapan kedua bola mata liarmu. Matamu, hutan terlarang, Sayang, yang membuat siapapun tersesat di dalamnya. Matamu, labirin berahi dan rindu, yang dalam kesesatannya, aku menemukan jalanku. (hlm. 164).
Istri: Aku mencintaimu... embusku di telingamu saat kau tersenyum memegangi lenganku yang memelukmu dari belakang. Kau menyeruput kopimu, seperti kau menyeruput bibirku semalam. Begitu pelan, begitu dalam, sepintas kenang menyisakan beribu kenikmatan. Kau boleh melakukannya kapan saja. Ragaku, kenikmatanmu. (hlm. 165).

Lalu mengapa cerpen ini diberi judul Placebo? Jawabannya berhubungan dengan eksistensi suami-istri itu sendiri. 

Kinky Rain menjadi cerpen penutup koleksi cerpen ini. Menurut catatan penulis (hlm. 195), cerpen yang bersinggungan dengan cerpen 1441 dan Val ini didasarkan pada kisah nyata, tetapi belum tentu benar. Didasarkan pada kisah nyata karena penulis adalah seorang fotografer atau dalam buku ini disebut penangkap cahaya sebagaimana narator cerpen. "Pekerjaanku menangkap cahaya dan memasukkannya ke dalam kotak-kotak keabadian," katanya (hlm. 178). Meskipun ditulis dengan rangkaian kalimat indah dan dijadikan judul koleksi ini, Kinky Rain bukanlah cerpen yang istimewa, dan bukan salah satu yang terbaik dalam buku ini pula.

Erotisisme -elemen yang mendominasi koleksi cerpen ini- tidak selalu melahirkan dampak yang menyenangkan selama membaca. Tapi di tangan adimodel, erotisisme tidak menjadi banal tapi anggun dan puitis karena pengungkapannya yang bergelimang kalimat-kalimat indah dan jujur.

Sepakat dengan yang disampaikan penulis (hlm. 197), saya berharap Kinky Rain tidak menjadi karya fiksi pertama dan terakhirnya. Sayang rasanya berhenti berkarya dengan modal kecakapan menyajikan kisah seperti yang telah ditampilkannya dalam buku ini. Dengan pengakuannya yang menyatakan belum menghasilkan karya terbaik, saya percaya ia akan terus menulis dan berupaya menghasilkan karya fiksi yang lebih baik.

Tapi tidak sepakat dengan yang disampaikan penulis (hlm. 197), saya keberatan kalau buku ini disebut sederhana. Kisah-kisahnya sama sekali tidak enteng dan pengemasannya mengindikasikan upaya untuk memberikan yang terbaik kepada pembaca.



*Book trailer bisa dilihat di sini
** Foto penulis diambil di sini


2 comments:

destinugrainy said... Reply Comment

baca review-mu saja jelas buku ini tidak sederhana, mas :D

Jody said... Reply Comment

bukunya memang gak sederhana, aneh rasanya kl penulisnya sendiri bilang sederhana :)

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan