Pengarang:
Lynn Sholes & Joe Moore
Penerjemah:
Istiani Prajoko
Tebal:
307 halaman; 13 x 20,5 cm
Cetakan:
1, April 2012
Penerbit:
Serambi
The Last Secret karya sejoli pengarang asal Florida, Amerika Serikat, Lynn Sholes dan Joe Moore, adalah buku kedua dari Cotton Stone thriller series. Sebelum buku ini mereka telah meluncurkan The Grail Conspiracy (edisi Indonesia diterbitkan penerbit Alvabet, 2010). Kesuksesan Cotton Stone dalam petualangan pada buku pertama mengukuhkan namanya sebagai jurnalis televisi papan atas spesial berita keagamaan. Cotton berharap akan kembali mencetak prestasi dengan artefak yang disebut fosil-penciptaan. Ada dukungan yang menyatakan kalau fosil ini akan memberikan Cotton kesempatan membongkar ketidakbenaran teori evolusi dan mengemukakan kebenaran penciptaan dalam Alkitab. Sayangnya, fosil-penciptaan itu ternyata hoax, dan kenyataan ini menghancurkan karier Cotton lengkap dengan citra dan kredibilitasnya. Kelak jika Cotton punya berita, kemungkinan tidak akan dipercayai lagi.
Setahun setelah dipermalukan, Cotton terbang ke Peru
sebagai jurnalis lepas yang disewa jaringan televisi Peru guna membuat rekaman
film dokumenter situs arkeologi baru di
dekat Machu Picchu. Tanpa ia duga sebelumnya, Cotton menjadi saksi penemuan
sebuah artefak berupa tablet kristal. Menurut Dr. Carl Edelman, pemimpin
ekspedisi, artefak berusia ribuan tahun ini memuat dua pesan. Pertama, pesan
terkait pembersihan bumi dengan Banjir Besar zaman Nabi Nuh, dan yang kedua
terkait dengan pembersihan bumi yang akan datang yang dipimpin seorang putri
malaikat. Pesan kedua ini mengandung usaha untuk menghentikan Armageddon atau
Kiamat. Dari Edelman, Cotton mengetahui pula jika sepanjang sejarah beberapa
kali sebuah kebudayaan atau peradaban lenyap dalam waktu semalam.
Sebelum meninggalkan situs arkeologi itu, sekonyong-konyong
terjadi malapetaka. Kecuali Cotton,
semua orang yang berada di situs menggila dan bunuh diri. Peristiwa itu terjadi
bersamaan dengan munculnya kabut dan rombongan kunang-kunang yang membawa pergi
tablet kristal.
Penemuan tablet kristal di Peru diikuti dengan penemuan
tablet kristal di lokasi puing-puing sebuah peradaban Indian kuno di New Mexico. Dengan cara
yang sama, tablet kristal itu pun dibawa pergi rombongan kunang-kunang.
Menurut salah satu gulungan perkamen yang ditemukan di Laut
Mati, ada 12 tablet kristal yang diberikan Tuhan kepada para pemimpin
spriritual peradaban di seluruh dunia sebelum Banjir Besar. Salah satu
diberikan Tuhan kepada Nabi Nuh. Musnahnya
tablet kristal yang ditemukan di New Mexico menyisakan satu tablet yang tidak
diketahui keberadaannya.
Seiring dengan itu, gelombang bunuh diri kian meluas di
seluruh dunia, bahkan menyusup ke dalam istana Kerajaan Inggris. Pihak Vatikan meneguhkan
bahwa fenomena yang sedang berkembang disebabkan oleh kekuatan iblis yang
mengendalikan pikiran manusia. Maka,
Takhta Suci pun mengumandangkan perang terhadap para nefilim dengan tetap
berpegang pada harapan: Cotton Stone akan menemukan tablet terakhir sebelum
lebih banyak jiwa melayang. Sebagai putri
Malaikat Jatuh, diyakini Cotton mampu menerjemahkan inkripsi pada tablet yang diukir
dalam bahasa Enochian, bahasa para malaikat.
Pertanyaannya: di mana tablet terakhir itu berada? Ada satu petunjuk yang yang harus diikuti Cotton dengan bantuan seorang petinggi Vatikan. “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kalian harus memasuki lubang jarum.” (hlm. 284). Kondisi ini membuat Cotton harus bersigegas dengan waktu untuk menemukan tablet itu dan menguraikan rahasia terakhir sebelum bala tentara nefilim menghancurleburkan kehidupan manusia. Hampir di puncak upayanya, Cotton akan menyadari bahwa Armageddon memang mesti terjadi dan dirinya akan menghindarkan umat manusia dari penderitaan.
Pertanyaannya: di mana tablet terakhir itu berada? Ada satu petunjuk yang yang harus diikuti Cotton dengan bantuan seorang petinggi Vatikan. “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kalian harus memasuki lubang jarum.” (hlm. 284). Kondisi ini membuat Cotton harus bersigegas dengan waktu untuk menemukan tablet itu dan menguraikan rahasia terakhir sebelum bala tentara nefilim menghancurleburkan kehidupan manusia. Hampir di puncak upayanya, Cotton akan menyadari bahwa Armageddon memang mesti terjadi dan dirinya akan menghindarkan umat manusia dari penderitaan.
Sebagaimana The Grail
Conspiracy, The Last Secret adalah petualangan Cotton Stone melawan kuasa
kegelapan. Di novel sebelumnya, ia menghentikan usaha Lucifer, sang putra fajar,
untuk mengkloning Kristus menggunakan DNA yang ditemukan dalam sisa darah dalam
Cawan Suci. Lucifer berniat menciptakan Antikristus dari DNA tersebut dan
mempercepat Kedatangan Kedua yang tidak kudus. Di novel ini, ia ditantang untuk
menghentikan usaha Lucifer terkait dengan Armageddon. Seolah-olah sudah
digariskan, kuasa kegelapan tidak akan pernah mampu mengelak dari intervensi
putri Malaikat Jam Kesebelas.
Novel thriller-fantasi
ini merupakan racikan kompleks dari berbagai elemen yang menggelitik
keingintahuan pembaca. Ada mitologi, arkeologi, sejarah, keagamaan, romansa,
seksualitas, dan fisika kuantum. Semua elemen itu bersenyawa menghasilkan
sajian kaya raya penuh kejutan dan ketegangan dalam plot yang mengalir dinamis.
Begitu novel dibuka, duo pengarang langsung mengumbar ketegangan dengan
menghadirkan adegan jatuhnya pesawat Virgin Atlantic berpenumpang 280 orang. Sebuah teaser
yang mengguncang, karena ketegangan ini langsung menggedorkan satu pertanyaan
dalam benak pembaca: apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Apa yang dilakukan bala tentara nefilim tidak menjadi rahasia penting dalam novel ini. Sejoli pengarang segera membentangkan usaha para nefilim untuk menghancurkan ciptaan yang paling dikasihi Tuhan. Sehingga jualan utama novel ini terletak pada persaingan Cotton dan para nefilim untuk menemukan tablet terakhir. Sebagai protagonis novel serial, tentu saja Cotton tidak mungkin dikalahkan. Sejak ia dimunculkan, para pembaca sudah bisa memastikan bahwa sekali lagi, ia akan menggagalkan usaha kuasa kegelapan merampas kehidupan manusia.
Apa yang dilakukan bala tentara nefilim tidak menjadi rahasia penting dalam novel ini. Sejoli pengarang segera membentangkan usaha para nefilim untuk menghancurkan ciptaan yang paling dikasihi Tuhan. Sehingga jualan utama novel ini terletak pada persaingan Cotton dan para nefilim untuk menemukan tablet terakhir. Sebagai protagonis novel serial, tentu saja Cotton tidak mungkin dikalahkan. Sejak ia dimunculkan, para pembaca sudah bisa memastikan bahwa sekali lagi, ia akan menggagalkan usaha kuasa kegelapan merampas kehidupan manusia.
Meskipun keturunan malaikat, Cotton tidak digambarkan
sebagai manusia super seperti pada kisah-kisah fantasi dengan jenis karakter yang sama. Oleh karena
itu, ia memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Bukan hanya Ted Casselman dan John Tyler, sejoli pengarang juga
menghadirkan Thomas Wyatt dan Lester Ripple. Tokoh yang disebutkan terakhir
adalah fisikawan yang akan paling membantu Cotton menguak rahasia terakhir yang
termaktub pada tablet keduabelas.
Ending yang disajikan kedua pengarang memang
sudah bisa ditebak dengan kemunculan Ripple dan teori benangnya. Namun, setelah
adegan voltase tinggi di sekitar Sungai Thames, ending itu tetap terasa menghentak. Jangan ketinggalan informasi mengenai
hukum mekanika kuantum jika tidak ingin kebingungan pada bagian ini.
Setelah The Last
Secret, kedua pengarang yang tergabung dalam International Thriller Writers
dan Mystery Writers of America ini telah menambah koleksi Cotton Stone thriller series. Mengikuti The
Last Secret, Lynn Sholes dan Joe
Moore telah menerbitkan The Hades Project,
The 731 Legacy, dan The Phoenix Apostles.
Alfabet Enochian |
2 comments:
baru akan membaca buku ini :D masuk dalam daftar timbunan. Thanks for the review, sdh lama tdk melihat review bang Jody
aku lihat timbunannya di facebook... selamat membaca..
Post a Comment