28 January 2013

Pemenang The Fault in Our Stars GA





Selamat Hari Senin.

Saatnya untuk mengumumkan pemenang The Fault In Our Stars Giveaway.

Awalnya saya ingin meminta seorang rekan kerja di kantor untuk memilihkan pemenang dengan menilai setiap komentar. Tapi karena ada halangan mendadak hari ini, saya menetapkan pemenang menggunakan random.org berdasarkan urutan komentar.

Pemenangnya adalah ...... 



dengan komentar:

keinginan yang akan diwujudkan? punya pintu ke mana saja.
sampai sekarang saya beneran berharap ada pintu kaya gituan suatu hari nanti, biar gampang berangkat kuliah, biar masih bisa anter jemput anak sekolah, biar bisa optimal di lab, biar bisa.. yah..banyak hal.


Selamat untuk pemenang, diharapkan segera mengirimkan alamatnya ke: sepetaklangit@gmail.com. Ditunggu sampai 29 Januari 2013. 


Terima kasih atas partisipasi semua peserta giveaway. 


27 January 2013

Sanctus



Judul Buku: Sanctus
Pengarang: Simon Toyne (2011)
Penerjemah: Shandy Tan
Tebal: 540 hlm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: Elex Media Komputindo







Terletak di Ruin -kota kecil di selatan Turki- Citadel adalah negara di dalam negara.  Segala sesuatu di wilayah hukum daerah kantong ini bersifat rahasia dan tidak terjangkau publik. Kendati dikenal sebagai pusat kekristenan, Citadel telah eksis sebelum kekristenan menyentuh tempat itu. Di dalamnya, disimpan sebuah relik keramat yang dikenal sebagai Sakramen. Hanya biarawan ordo tertinggi yang disebut Sanctus Custodis Deus Specialis -Penjaga Rahasia Kudus Allah- yang mengetahui identitas Sakramen.

Suatu hari, seorang laki-laki berdiri di tepi puncak gunung tempat Citadel berada. Kedua tangannya direntangkan ke samping tubuhnya dan kepalanya miring ke bawah, tampak bagaikan Kristus yang disalibkan. Setelah keberadaannya diketahui banyak orang, bahkan disiarkan di televisi, laki-laki yang adalah biarawan Citadel itu menjatuhkan dirinya.

Samuel Newton, sang biarawan, sebenarnya baru dilantik menjadi sanctus. Tapi begitu menjadi sanctus dan mengetahui kebenaran mengenai Sakramen, ia justru membelot. Dan ketika kematian menjadi pilihan tunggal, ia pun mengatur cara kematiannya guna memberikan pesan kepada dunia. Tidak semua orang bisa memahami pesannya. Hanya pihak-pihak yang mengetahui sebuah ramalan yang dimaktubkan pada batu tulis menggunakan bahasa suku kuno, Suku Mala. 



Satu-satunya salib sejati akan muncul di bumi
Semua orang melihatnya dalam kejadian tunggal – dan pasti tercengang
Salib akan jatuh
Salib akan bangkit
Untuk mengungkap Sakramen
Dan membuat Zaman Baru
Lewat kematiannya yang penuh kasih 

Pesannya segera ditangkap oleh Kathryn Mann, perempuan yang menjadi penggerak Ortus, sebuah badan amal internasional. Suaminya, Dr. John Mann, seorang arkeolog, terbunuh tatkala melakukan pendaftaran temuannya berupa teks-teks kuno yang digali di gurun Irak. Kathryn segera menghubungi ayahnya, Oscar de la Cruz, yang menetap di Rio de Janeiro. Oscar de la Cruz adalah salah satu yang berhasil melarikan diri dari Citadel sebelum dilantik menjadi sanctus. Sama seperti Kathryn, begitu melihat Samuel membentuk simbol salib -sebenarnya bukan simbol salib tapi simbol Tau- di atas Citadel, segera meyakini bahwa ramalan itu segera menjadi kenyataan.

Karena Samuel menjatuhkan dirinya di wilayah hukum Ruin, dan bukan Citadel, kematiannya menjadi kasus Kepolisian Kota Ruin. Hasil autopsi di bawah pengawasan Inspektur Davud Arkadian menunjukkan adanya berbagai sayatan dan luka berat di tubuh Samuel. Di dalam perutnya ditemukan secarik kulit tipis bertuliskan nomor telepon seorang perempuan bernama Liv Adamsen.

Bagi Liv Adamsen -reporter kriminal di New York- Samuel Newton adalah saudara laki-laki yang menghilang delapan tahun sebelumnya. Secara resmi, Samuel dinyatakan sudah meninggal. Sebagai saudara, Liv merasa berkewajiban mendatangi Ruin untuk mengenali Samuel.

Kematian Samuel meredakan kegelisahan Bruder Abbas, biarawan Citadel yang berambisi menjadi uskup. Tapi betapa terperanjatnya Abbas mengetahui ada perempuan yang mengaku sebagai saudara Samuel akan mendatangi Ruin. Data di Citadel menunjukkan bahwa Samuel adalah anak semata wayang dan tidak mempunyai keluarga. Samuel telah dilantik menjadi sanctus, dan untuk menjadi sanctus, ia tidak boleh mempunyai saudara. Siapa yang berbohong? Samuel Newton atau Liv Adamsen? Abbas memutuskan untuk membungkam Liv sekalipun tidak disepakati uskup yang sedang dalam kondisi sekarat.

Begitu tiba di Ruin, Liv langsung menyadari jika dirinya telah terjebak dalam komplikasi masalah yang berakar dari pertikaian kuno di wilayah itu. Dari Miriam Anata, ahli sejarah Ruin, Liv mendapatkan informasi kalau ada dua suku terlibat konflik berkaitan dengan Sakramen, Suku Mala dan Suku Yahweh. Tapi apa sebenarnya Sakramen tidak diketahui orang yang belum pernah melihatnya. Yang jelas, menurut Anata, Sakramen bukanlah atribut kekristenan karena telah berada di Citadel sebelum kekristenan menyentuh tempat itu. Kalau begitu, apa sebenarnya Sakramen dan mengapa mesti dilindungi sedemikian rupa oleh Citadel?

Secara mengejutkan, mayat Samuel Newton dicuri dari tempat penyimpanan. Padahal, berdasarkan hasil penelitian patologi tidak ditemukan kematian sel dalam tubuhnya. Selnya justru beregenerasi, dan menunjukkan adanya penyembuhan. Tapi bukankah Samuel telah mati? 

Dalam kondisi terjepit, Liv yang berakhir dalam pengawasan polisi, hampir kehilangan seluruh kepercayaannya kepada orang-orang yang ditemuinya. Ia melarikan diri, mendapati dirinya dikejar-kejar Carmina - biarawan  berjubah merah di Citadel- kemudian terperangkap di dalam keasingan Citadel.

Siapa sebenarnya Liv Adamsen? Apakah ia benar-benar saudara perempuan Samuel Newton? Setelah berada di dalam Citadel, bisakah Liv keluar dalam keadaan selamat?

Oscar de la Cruz, Kathryn Mann, dan Gabriel de la Cruz, putra Kathryn, tidak akan membiarkan Liv kehilangan nyawa di dalam Citadel.  Gabriel, terutama, siap berjibaku untuk mengungkap sumber pertikaian Suku Mala dan Suku Yahweh. Sakramen harus dibebaskan supaya kebenaran bisa dikuakkan. 


Sanctus adalah novel debut Simon Toyne, penulis yang sebelumnya berkecimpung dalam dunia pertelevisian Inggris. Novel ini ditulis sebagai perwujudan keinginannya untuk menulis novel thriller setelah keluar dari pekerjaannya pada Desember 2007. Sanctus yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011 menjadi buku pertama dari The Sancti Trilogy. Sampai sekarang, Sanctus telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 17 bahasa dan diterbitkan di 27 negara. Menyusul Sanctus, Toyne telah menerbitkan novel kedua  dari triloginya, The Key (2012).

Sejak awal novel, Toyne telah mengungkapkan persoalan inti dalam Sanctus, yaitu mengenai Sakramen yang disimpan di Citadel beserta upaya melindungi dan membebaskannya. Tapi apa sebenarnya Sakramen berhasil dijaga ketat dengan cara yang sama dengan para sanctus menjaga kerahasiaannya. Kita akan mengetahui kebenaran mengenai Sakramen setelah membaca ratusan halaman dan novel hampir dikhatamkan, setelah cukup banyak darah tertumpah karena kebengisan Bruder Abbas. Selama membaca, sulit rasanya bisa menebak identitasnya.

Kendati merupakan novel perdana, kemampuan Toyne tidaklah meragukan. Ia berhasil menciptakan kota fiktif Ruin dengan Citadel sebagai enklaf seperti Roma dan Vatikan. Ia membuka kisahnya secara menggugah dan mampu mempertahankannya pada setiap pertambahan halaman sehingga mendorong kita melanjutkan pembacaan. Berbagai karakter yang muncul diimbuhkannya latar belakang yang memadai, khususnya karakter yang membuat kita bersimpati. Kemudian, seiring pergerakan plot, ia akan mengungkapkan berbagai hal yang membuat kita berempati kepada Liv Adamsen. Ketegangan pun disusupkan dengan cerdik berbaur misteri yang membuat kita semakin bertekad menuntaskan novel ini.

Sanctus, sungguh sebuah novel yang tidak layak dilewatkan oleh para penggemar novel thriller.

22 January 2013

The Fault In Our Stars



Review + Giveaway

Judul Buku: The Fault In Our Stars
Pengarang: John Green
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno
Tebal: 424 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, Desember 2012
Penerbit: Qanita


 



Tiga bulan setelah mendapatkan menstruasi pertama pada umur tiga belas tahun, Hazel Grace Lancaster didiagnosis mengidap kanker tiroid stadium empat. Penyakit itu bermetastasis hingga ke paru-parunya dan membuatnya terserang pneumonia. Selain harus menelan Phalanxifor  untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker, Hazel mesti membawa BiPAP (Bilevel Positive Airway Pressure) ke mana-mana untuk membantu pernapasannya.

Atas dorongan ibunya, Hazel yang sudah berusia enam belas tahun, mendatangi kegiatan Support Group (Kelompok Pendukung) yang dilaksanakan di ruang bawah tanah sebuah Gereja Episkopal. Kelompok Pendukung ini dipimpin oleh seorang penyintas kanker buah pelir. Di sana, Hazel bertemu Augustus Waters, cowok seksi berumur tujuh belas tahun, mantan pemain basket. Augustus atau Gus bergabung dengan Kelompok Pendukung karena diminta sahabatnya, Isaac, yang terkena kanker mata. Gus sendiri adalah penyintas osteosarkoma -kanker tulang- yang membuatnya kehilangan salah satu kakinya karena harus diamputasi.

Hazel memiliki perbedaan pandangan dengan Gus mengenai kehidupan yang sedang dijalaninya. Gus hidup dalam ketakutan akan dilupakan untuk selamanya ketika meninggal. Sedangkan Hazel tidak begitu peduli. Ia telah belajar dari buku An Imperial Affiction (Kemalangan Luar Biasa) yang ditulis Peter Van Houten bagaimana menyikapi kondisi sekarat. Bagi Hazel, kematian adalah suatu kelumrahan. "Jika kau khawatir dilupakan untuk selamanya oleh manusia, aku mendorongmu untuk mengabaikannya saja. Tuhan tahu, itulah yang dilakukan semua orang lainnya." (hlm. 23).

Meskipun tidak sependapat, Gus tertarik pada Hazel. Ketertarikannya langsung diwujudkannya dengan mengajak Hazel menonton film V for Vendetta di rumahnya. Hazel pun tidak bisa menepis ketertarikan pada cowok seksi bermata biru itu. Ketika Hazel memperkenalkan An Imperial Affiction pada Gus, hubungan mereka pun kian akrab. Apalagi Gus memberikan novel yang ditulis berdasarkan permainan video favoritnya, The Price of Dawn (Ganjaran Fajar).

Sebagaimana Hazel, Gus pun terobsesi dengan ending terbuka yang diberikan Peter Van Houten untuk bukunya. Mereka ingin tahu apa yang terjadi pada Anna, ibunya yang bermata satu, pedagang tulip Belanda yang disebut Anna sebagai Lelaki Tulip Belanda, dan Sisyphus, hamster milik Anna. Sayangnya, Peter Van Houten telah lama meninggalkan Amerika dan kembali ke Belanda. Hazel telah menulis selusin surat kepada penulis itu melalui penerbitnya, tapi tidak pernah dibalas.

Secara mengejutkan, Gus ternyata berhasil menghubungi Peter Van Houten menggunakan surel melalui asistennya, perempuan Belanda bernama Lidewij Vliegenthart.  Hazel mencoba sekali lagi menghubungi Peter melalui surel hingga akhirnya mendapat balasan. Dalam suratnya, Peter menyatakan tetap tidak mau memberikan kisah para karakter bukunya setelah bukunya berakhir. Tapi ia mengundang Hazel datang ke rumahnya jika Hazel berada di Amsterdam.

Gus memberikan solusi untuk Hazel agar bisa pergi ke Amsterdam. Yayasan Peri (The Genie Foundation) -semacam Make a Wish Foundation- bisa mewujudkan satu keinginan untuk anak yang sedang sakit. Hazel berkesempatan mengunjungi Peter asalkan kondisinya mengizinkan. Untunglah, hasil pemindaian PET (Positron Emission Tomography) mengindikasikan tidak ada pertumbuhan tumor.

Sebelum pergi ke Amsterdam, Gus telah melakukan pemindaian PET saat mulai merasakan nyeri pinggul. Ia telah berada dalam kondisi NEC (no evidence of cancer = tidak ada bukti kanker) selama empat belas bulan. Tapi hasilnya ternyata menunjukkan kekambuhan. Gus hanya bisa bertekad memerangi penyakitnya untuk Hazel dan salah satu penyemangatnya adalah meletakkan rokok yang tidak diisapnya di antara bibirnya. .Sebuah tindakan metaforis untuk menyatakan bahwa dia tidak memberi kekuatan untuk membunuh pada si pembunuh. Gus pernah kehilangan kekasihnya karena kanker otak dan ia tidak mau kehilangan lagi.

Peperangan yang hebat. Apa yang kuperangi? Kankerku. Dan, apakah kankerku itu? Kankerku adalah aku. Tumor-tumor itu adalah bagian dari diriku. Mereka adalah bagian dari diriku, sama seperti otak dan jantungku adalah bagian dari diriku. Ini perang saudara, Hazel Grace, dengan pemenang yang sudah ditentukan sebelumnya. (hlm. 291).

Perjalanan ke Amsterdam bisa terwujud. Sayangnya, Peter tidak menyambut mereka dengan antusias. Ternyata, mengasingkan diri di Belanda telah membuatnya menjadi pemabuk yang menyebalkan setiap berbicara. Ia sama sekali tidak mau memuaskan keinginan kedua tamunya mendapatkan kisah setelah bukunya berakhir. Untuk menghibur Hazel, Gus berjanji membuatkan epilog untuk kekasihnya itu.


Bagaimana nasib kisah kasih Hazel dan Gus? Apakah mereka akan tetap keluar sebagai penyintas kanker? Atau sama-sama akan menyerah kalah pada keganasan kanker yang mereka derita? Sebelum semuanya itu, apakah Hazel dan Gus bisa mewujudkan obsesi mereka terkait An Imperial Affiction?  Dan jangan lupa Peter Van Houten. Karena ternyata, ia memiliki rahasia masa lalu yang memerangkapnya dalam kehidupan mubazir.

The  Fault In Our Stars karya John Green adalah novel yang bikin sesak dan tidak nyaman. Meskipun kedua karakter utama -Hazel dan Gus- mencoba optimis menghadapi penyakit mereka, tapi kerap kesedihan mengambil tempat terbesar di antara mereka. Mungkin terkadang pembaca remaja -target utama novel ini- harus diberikan kisah-kisah realis agar memahami kehidupan yang sebenarnya. Tapi, bukan novel dengan kisah semuram The Fault In Our Stars. Memang benar, kita akan menemukan tebaran humor yang disampaikan Hazel sebagai narator orang pertama, tapi tidak cukup membuat gembira. 

John Green sama sekali tidak gagal dalam membangun kisah, merancang karakter, dan menata plot. Kisahnya pun disampaikan dengan cara yang sedap dibaca. Tapi kanker-kanker yang dimunculkannya, menurut saya, berlebihan. Seakan berada di mana-mana. Coba saja hitung berapa kanker dalam novel ini. Kanker tiroid, osteosarkoma, kanker buah pelir, leukemia, kanker mata, kanker usus buntu, kanker otak. Benar-benar kemalangan luar biasa.

Lalu apa maksud judul The Fault In Our Stars? Judul ini bisa ditemukan dalam surat Peter Van Houten yang ditujukan kepada Gus.

Semua orang di dalam cerita itu punya hamartia (=cacat fatal) yang begitu mantap: hamartia gadis itu adalah keparahan penyakitnya; hamartia-mu adalah kesehatanmu yang luar biasa. Seandainya gadis itu lebih sehat atau kau lebih sakit, maka bintang-bintang tidak akan membawa takdir, walaupun secara alami bintang-bintang memang membawa takdir, dan Shakespeare sangatlah keliru ketika menyuruh Cassius berkata, "Kesalahannya, Brutus tersayang, bukanlah pada bintang-bintang/Melainkan pada diri kita sendiri". Itu cukup mudah untuk dikatakan jika kau bangsawan Romawi (atau Shakespeare), tapi kesalahan selalu bisa ditemukan di antara bintang-bintang. (hlm. 151-152).

Edisi Indonesia novel ini yang diberi judul terjemahan Salahkan Bintang-Bintang cukup sedap dibaca. Tapi karena sempat membaca edisi Inggrisnya (saya punya edisi hardcover bertanda tangan pengarang), saya menemukan ada bagian yang dihilangkan dalam edisi Indonesia, yaitu ketika Hazel dan Gus bercinta di Amsterdam. Sebenarnya adegan percintaan mereka tidak bisa dikatakan vulgar, hanya saja cukup mesra. Sementara di bagian penutup, tepatnya dalam surat Gus kepada Peter Van Houten, saya menemukan  "A nurse guy"  diterjemahkan menjadi "Seorang suster laki-laki." Padahal seharusnya "Seorang perawat laki-laki". Bukankah suster itu jelas-jelas sebutan untuk perawat perempuan? 



John Green



The Fault In Our Stars Giveaway



Ada satu buku The Fault In Our Stars  edisi Indonesia khusus untuk salah satu Follower blog ini -yang berdomisili di Indonesia. Bagi yang ingin menjadi Follower dan mengikuti giveaway ini, disilakan. Cukup meninggalkan jawaban di kotak komentar. Pertanyaannya adalah: jika mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan satu keinginan Anda, keinginan apa yang akan diwujudkan? Jangan lupa berikan alasannya. Pemenang akan ditentukan berdasarkan jawaban yang diberikan.

Ditunggu sampai 27 Januari 2013. Pemenangnya akan diumumkan pada 28 Januari 2013.


21 January 2013

Matched



Judul Buku: Matched
Pengarang: Ally Condie  (2010)
Penerjemah: Yohanna Yuni
Tebal: 384 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Juli 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


 



Pada umur 17 tahun, Cassia Maria Reyes dipanggil mengikuti Perjamuan Pasangan di Balai Kota Provinsi Oria. Di acara ini, ia akan mengetahui siapa laki-laki yang akan menjadi Pasangannya. Sesuai dengan Sistim Penentuan Pasangan, pada umur 21 tahun, Cassia dan Pasangannya akan melangsungkan Perjanjian Perkawinan dan menjadi suami-istri. Penentuan ini didasarkan pada sejumlah penelitian yang mengindikasikan bahwa kesuburan pria dan wanita mencapai puncaknya pada umur 24 tahun. 

Sebuah kejutan terjadi pada malam Perjamuan Pasangan itu. Ternyata, Pasangan Cassia berada di provinsi yang sama dan Cassia sangat mengenalinya. Xander Thomas Carrow, pemuda yang dinobatkan sebagai Pasangan Cassia adalah sahabat Cassia sejak lama. Mereka tinggal di sektor yang sama, Mapletree, dan bersekolah di Sekolah Lanjutan yang sama pula.  Keadaan ini membuat Cassia tidak perlu mencari tahu perjalanan hidup Xander dan hal-hal yang menjadi favoritnya. Meskipun begitu, sebagai bagian dari Perjamuan Pasangan, keduanya mendapat sebuah kotak perak kecil. Kotak itu akan digunakan untuk menyimpan cincin untuk Perjanjian Perkawinan. Di dalamnya terdapat kartu mikro berisi informasi masing-masing pasangan.

Tidak masalah bagi Cassia mendapat Pasangan dari satu provinsi kendati ia sempat merasakan ada sesuatu yang hilang. Dengan Xander sebagai Pasangan berarti ia tidak membutuhkan Panduan Masa Pengenalan sehingga tidak ada misteri yang melingkupi hubungan mereka. Tapi penerimaan itu hanya bertahan sampai Cassia memasukkan kartu mikro itu ke dalam port. Wajah Xander muncul di layar port, kemudian menghilang dan digantikan wajah pemuda lain. Wajah Ky Markham. 

Ky Markham adalah anak adopsi Pasangan Aida dan Patrick Markham. Ia pindah ke Sektor Mapletree pada umur 10 tahun dan mengisi kekosongan anak dalam Keluarga Markham. Putra tunggal mereka tewas dibunuh oleh seorang Anomali Level Satu yang tidak teridentifikasi. Ky Markham dikenal sebagai anak pendiam yang tidak pernah mencetuskan kerusuhan. Ia telah menerima penempatan kerja lebih awal di blok distribusi makanan dan meninggalkan sekolah. Cassia tahu Ky seorang Aberasi dari Provinsi Luar, tempat di mana kehidupan sangat berat dan liar. Ky diganjar status Aberasi karena ayahnya melakukan Pelanggaran terhadap Institusi.

Aberasi tidak seberbahaya golongan Anomali yang harus dipisahkan dari masyarakat. Tapi sebagai Aberasi, Ky tidak akan pernah bisa menjadi Pasangan siapapun. Oleh karena itu, tidak mungkin namanya masuk dalam kelompok Penentuan Pasangan. Nasib yang sudah digariskan untuk Ky adalah menjadi Lajang dan tidak boleh mempunyai anak. Munculnya wajah Ky di layar port Keluarga Reyes menegaskan adanya kesalahan yang telah dilakukan secara sengaja.

Setelah mengetahui kesalahan yang terjadi dan mendapatkan penjelasan dari Administrator  Departemen Penentuan Pasangan, secara kebetulan, Cassia dan Ky tergabung dalam kelompok hiking yang sama. Mereka juga ditetapkan menjadi pasangan pendakian dalam kegiatan waktu luang musim panas itu. Pertemuan demi pertemuan membuat mereka kian dekat. Mereka saling mengetahui rahasia berbahaya yang disimpan satu sama lain dan berusaha saling mendukung. Pada akhirnya, mereka tidak bisa menolak kehadiran cinta di antara mereka. 

Setiap Sabtu Cassia bekerja di tempat penyortiran. Ia tidak hanya menyortir kata, kalimat, gambar, dan angka. Ia juga menyortir warna mata, warna rambut, tinggi dan berat badan. Ketika kemampuan sortirnya diuji, ia menunjukkan prestasi yang luar biasa, mendapatkan skor tertinggi. Atas dasar itu, ia diminta pergi ke blok distribusi makanan, yang kebetulan adalah tempat Ky bekerja. Di sana ia akan menyortir tenaga kerja untuk mendapatkan pekerja paling efisien yang akan dikirim bekerja di proyek alternatif.

Cassia melihat ada kesempatan bagi Ky untuk mengubah hidup. Setelah menimbang-nimbang, ia memasukkan Ky ke dalam kelompok pekerja paling efisien. Ia berharap, Ky akan tetap tinggal di Provinsi Oria sehingga akan selalu bertemu dengan pemuda itu. Tanpa disadarinya, keputusan gegabah yang diambilnya menyebabkan kehancuran hidup Ky.

 
Matched (Perjamuan Pasangan) karya Ally Condie adalah novel distopia. Kisahnya mengambil latar masa depan ketika  masyarakat di mana Cassia tinggal dipimpin rezim bernama Institusi. Negara dibagi-bagi ke dalam berbagai provinsi, setiap provinsi mempunyai satu Balai Kota, dan kehidupan masyarakat diatur oleh petugas Institusi yang disebut Administrator. Institusi inilah yang menentukan kehidupan, cinta, pekerjaan, makanan, dan kematian mereka. Hal ini diyakini banyak orang sebagai usaha untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Meskipun untuk itu, mereka tidak bisa bersikap sembarangan dan harus menyerahkan mimpi kepada Institusi dengan memakai elektroda data pemantau tidur secara terjadwal. Mereka dibekali tablet tiga warna untuk digunakan dalam kondisi khusus. Secara berturut-turut, pada umur 10 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, mereka akan menerima tablet biru, tablet hijau, dan tablet merah. Mereka harus menerima sistim pemilihan Seratus Terbaik. Seratus lagu, seratus lukisan, seratus kisah, seratus sajak. Apa yang tidak masuk seratus terbaik akan disingkirkan dan lenyap untuk selamanya. kecuali diambil kelompok Pengarsip yang menyimpannya di dalam port ilegal. Jika melakukan pelanggaran atau melakukan tindakan kriminal, mereka akan dimasukkan dalam golongan Aberasi atau Anomali yang lebih berbahaya. 

Pada ulang tahunnya yang ke-17, Cassia menerima sebuah kompak -benda kecil berisi cermin kecil dan bedak wajah yang dipakai perempuan membetulkan riasan- dari kakeknya. Di bagian bawah kompak terdapat sehelai kertas tua berisikan sajak karya Dylan Thomas
(Do Not Gentle Into that Good Night) dan Lord Alfred Tennyson (Crossing the Bar) yang tidak masuk Seratus Sajak. Kakeknya memberikan kompak itu supaya Cassia tidak mudah menyerah menghadapi masalah sebagaimana termaktub dalam sajak Thomas:
Jangan menyerah begitu mudah pada malam,
Usia senja selayaknya membawa dan bergelora di pengujung hari;
Amarah, amarah, melawan cahaya yang mulai padam.
Walau orang bijak akhirnya menyadari kebenaran kelam,
Karena kata-kata  mereka tak membelokkan kilat,
Jangan menyerah begitu mudah pada malam.

Matched, bagian pertama dari trilogi, menimbulkan banyak pertanyaan selama membaca. Mengapa Molly, ibu Cassia, mesti mengadakan perjalanan dinas ke Arboretum di provinsi lain? Mengapa Abran, ayah Cassia, menghancurkan sampel jaringan kakek Cassia?  Apakah Xander tahu wajahnya di kartu mikro digantikan wajah Ky dan apakah Ky tahu dirinya masuk dalam kelompok Penentuan Pasangan?

Menjelang novel berakhir berbagai kejutan dimuntahkan Ally Condie. Kejutan paling menggetarkan adalah yang terkait dengan cinta segitiga antara Casia, Xander dan Ky. Apa yang sesungguhnya terjadi di antara mereka? Siapa pemuda yang akan mendapatkan seluruh hati Cassia? 

Pertanyaan final yang belum terjawab adalah apakah yang dilakukan ayahnya sehingga Ky menjadi Aberasi dan siapakah yang memasukkan Ky ke dalam kelompok Penentuan Pasangan? 

Membaca Matched cukup mengasyikkan. Memang tidak ada adegan-adegan laga mendebarkan, Cassia -sang narator orang pertama- pun digambarkan sebagai gadis biasa yang tidak memiliki kecakapan bertarung. Demikian pula dua pemuda yang memperebutkan cintanya. Tapi selama membaca kisah yang dikendalikan dengan baik ini, terasa sekali suasana depresif yang siap terguncang. 

Dengan ending seperti yang diangsurkannya, saya belum bisa meraba ke arah mana Ally Condie akan membawa kisah selanjutnya. Karenanya, saya tidak sabar lagi untuk membaca kedua sekuel yang telah terbit. Crossed (2011) dan Reached (2012). 




* Dengar Sajak  Do Not Gentle Into that Good Night di sini





The Yearling



Baca Bersama BBI Pulitzer Prize for Fiction


Judul Buku: The Yearling
Pengarang: Marjorie Kinnan Rawlings
Penerjemah: Rosemary Kesauly
Tebal: 504 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Maret 2011
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


 


The Yearling (Jody dan Anak Rusa) berkisah tentang kejadian selama setahun dalam kehidupan Jody Baxter di sebuah tempat di Florida. Jody adalah anak laki-laki dari pasangan Ezra "Penny" dan Ora Baxter. Ia satu-satunya anak yang dilahirkan Ora yang tidak meninggal saat masih bayi. Sebelum Jody, Ora telah melahirkan beberapa anak, menyaksikan kematian mereka dan membuatnya hidup dalam kegetiran. Itulah yang menyebabkan Ora tidak memiliki rasa sayang sebesar Penny kepada Jody. 

Pada umur dua belas tahun, Jody adalah seorang anak yang mencintai kehidupan alam di luar rumahnya. Ia menikmati kegiatan menjelajah dan berburu, menyaksikan keindahan bentangan alam dengan tanaman dan hewan di dalamnya.  Meskipun begitu, ia tidak bisa melepaskan dirinya dari kesepian yang terkadang menyerang seorang anak semata wayang.

Sebenarnya, Keluarga Forrester yang telah menjual lahan untuk ditempati Keluarga Baxter mempunyai anak laki-laki sebaya Jody bernama Fodder-wing. Jody senang berteman dengan anak bertubuh bengkok dan bungkuk itu, tapi tidak bisa menemuinya setiap hari. Fodder-wing tinggal di rumah orangtuanya yang berjarak enam setengah kilometer dari rumah Jody. Tidak heran Jody ingin sekali memelihara seekor hewan untuk dijadikan teman. 

Sulit bagi Jody untuk bisa memelihara hewan sekalipun gampang mendapatkannya dari alam di sekitar tempat tinggal. Ora tidak suka menambah hewan peliharaan di rumahnya sebab hanya berarti ada tambahan mulut yang mesti diberi makan. Padahal mereka sedang melalui masa-masa sulit dan tidak tersedia banyak bahan makanan. Hingga suatu hari, saat sedang berburu, Penny dipagut ular derik. Penny menembak seekor rusa betina yang muncul tiba-tiba, merobek perut rusa itu, dan mengambil hatinya untuk menyedot racun ular. 

Penny bisa diselamatkan dan Jody mengingatkan ayahnya akan peran rusa betina yang telah diambil hatinya. Tanpa rusa betina itu, Penny tidak akan tetap hidup. Dan kematian hewan itu membuat anaknya yang masih menyusui telantar. Bagi Jody, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan anak rusa jantan itu adalah mengadopsinya dan membawa ke rumah untuk menjadi bagian keluarga. Kali ini, dengan restu Penny, Ora tidak bisa menolak keinginan Jody. Anak rusa itu dinamai Flag oleh Fodder-wing karena ia mengibaskan ekornya dengan ceria sehingga tampak seperti bendera putih kecil.  

Flag lucu dan cantik, setidaknya di mata Jody yang sedang bahagia. Demi Flag, Jody rela membagi jatah susunya. Padahal Flag bukanlah anjing seperti  Julia dan Rip atau kuda seperti Caesar, yang berguna. Sebagai anak rusa, Flag sama sekali tidak berguna bagi Keluarga Baxter selain menjadi pengobat kesepian Jody. Flag tidak bisa diajak berburu, membajak ladang, menghasilkan telur atau susu. Ia bahkan menjadi anak rusa yang sangat nakal. Serangkaian kenakalannya membuat Ora kalap. Ia masuk ke rumah dan melahap sepanci adonan roti jagung yang siap dipanggang. Menanduk -meski belum punya tanduk- bantal berbulu di tempat tidur Jody sampai sekeliling rumah diseraki bulu selama berhari-hari. Merusak ubi-ubi  -persediaan makanan keluarga- dan ketika diusir Ora, berbalik menanduk bokong perempuan bertubuh besar itu. Menanduk sekaleng minyak hewan di gudang pengasapan karena ingin melihat isinya. 

Saat bercak-bercak terang yang menandai dirinya sebagai anak rusa menghilang dari kulitnya, ia semakin nakal. Ia melompat ke meja dan melahap sepiring kacang tunggak (cowpea). Menginjak-injak petak tanaman tembakau muda dan nyaris menghancurkan separuhnya. Mencabut tunas-tunas jagung dan merusak kacang tunggak yang ditanam Penny. Jody terpaksa bekerja keras untuk menutupi semua kesalahan berandalan itu. Tapi ketika sekali lagi Flag berulah, Penny tidak bisa lagi bersikap toleran seperti sebelumnya. Karena jika dibiarkan terus, Flag akan membuat Keluarga Baxter kelaparan. 

Selain kisah Jody dengan anak rusanya, The Yearling karya Marjorie Kinnan Rawlings
(1928-1953) mempunyai beberapa subplot. Pertama adalah kisah permusuhan Keluarga Baxter dengan Slewfoot Tua, beruang hitam yang kerap memangsa ternak mereka. Meskipun penumpasan hewan ini tidak gampang, Penny tidak pernah kehilangan semangat. Subplot kedua adalah kisah mengenai hubungan Keluarga Baxter dengan Keluarga Forrester. Selain Fodder-wing, Pa dan Ma Forrester mempunyai enam orang anak laki-laki yang bertubuh besar. Buck, Mill-Wheel, Gabby, Pack, Arch, dan Lem. Yang disebut terakhir selalu menghina ayah Jody, membuat nama Ezra menjadi Penny, dan tidak pernah berhenti memicu kerusuhan. Subplot ketiga adalah kisah permusuhan Lem Forrester dengan Oliver Hutto, pemuda yang bekerja sebagai pelaut. Mereka bermusuhan lantaran memperebutkan seorang gadis yang dibenci Jody. 

Ketiga subplot ini berasimilasi dengan plot utama dan menghasilkan sebuah novel yang rimbun. Karena selain percabangan kisahnya, Marjorie Kinnan Rawlings juga memberikan detail-detail yang komplit untuk setiap kisah yang dimunculkannya. Akibatnya, The Yearling menjadi sebuah sajian yang membutuhkan konsentrasi dan kesabaran untuk menuntaskannya. Bukan novel yang bisa dibaca dalam waktu yang singkat. 

Untunglah,
Marjorie Kinnan Rawlings mempunyai keunggulan dalam berkisah. Ia berhasil melukiskan kondisi alam Florida pada masa kisah ini terjadi -penghujung abad kesembilan belas- dengan indah, termasuk flora dan fauna yang berada di alam liar. Kita akan diberikan gambaran mengenai pepohonan, bebungaan, dan sesemakan dengan intens. Kita akan diberi tahu kebiasaan-kebiasaan hewan seperti beruang, rusa, serigala, rakun, dan lebah madu. Kita akan diajak mengimajinasikan adegan anak-anak beruang berayun di pohon pinus muda sambil mengobrol dan dua beruang yang berjalan dengan gaya dansa, saling dorong kemudian berkelahi. Dan yang menakjubkan adalah adegan enam belas burung bangau yang menari secara berkelompok. 
 
The Yearling pertama kali dipublikasikan pada Maret 1938, menjadi novel laris pada tahun itu, dan memenangkan Pulitzer Prize setahun kemudian. Hingga saat ini, The Yearling telah dua kali difilmkan yaitu film layar lebar pada tahun 1946 dan film televisi pada tahun 1994. Kesuksesan The Yearling melambungkan nama pengarang yang kabarnya telah menulis sejak berumur enam tahun ini. 

Yearling adalah istilah untuk seekor hewan pada tahun pertama hingga tahun kedua kehidupannya. The Yearling menggambarkan secara paralel transisi usia seorang remaja dan seekor rusa dalam satu tahun kehidupan. Flag berubah menjadi rusa muda, sedangkan Jody berubah dari remaja menjadi dewasa. Proses transisi ini digambarkan oleh Marjorie Kinnan Rawlings sebagai proses yang sulit. Untuk Flag, menjadi rusa muda berarti membuat dirinya siap jika dimangsa pemburu, sedangkan bagi Jody menjadi dewasa adalah menerima setiap konsekuensi yang diberikan kehidupan, mau atau tidak. Dan dalam proses itu, Jody kehilangan kontrol dan terpaksa harus merasakan kelaparan, ketakutan, dan kesepian. 

Penny yang bertubuh ceking dan kurus tapi berhati teguh dan jujur akan memberi tahu Jody makna pengalaman hidupnya pada masa yang singkat itu. 

Kau sudah melihat apa yang terjadi di dunia manusia. Kau sudah tahu ada orang yang jahat dan nista. Kau sudah melihat Maut dan trik-triknya. Kau sudah mengenal Kelaparan. Semua orang ingin agar hidupnya indah dan mudah. Hidup memang indah, Nak, sangat indah, namun tidak mudah. Hidup akan menjatuhkan seseorang dan begitu orang itu bangkit, dia akan dijatuhkan lagi.

Aku ingin agar hidupmu mudah. Lebih mudah daripada yang kualami. Hati seorang ayah sakit saat melihat anak-anaknya menghadapi dunia. Tahu bahwa mereka akan terluka, sama sepertinya. Aku ingin melindungimu selama mungkin. Aku ingin kau bermain-main dengan rusamu. Aku tahu dia menghibur kesepianmu. Tapi semua manusia kesepian. Lalu apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia lakukan ketika jatuh? Tentu saja ia harus menerima hal itu dan melanjutkan hidup. (hlm. 498-499)

Marjorie Kinnan Rawlings menutup novelnya dengan kesimpulan yang sendu tapi penuh arti. 

Di awal tidurnya, ia berseru, "Flag!" 
Tapi, itu bukan suaranya. Itu suara seorang anak lelaki kecil. Di suatu tempat, di balik dolina, di balik pohon magnolia, di bawah pohon-pohon ek, seorang bocah lelaki dan seekor rusa muda berlari berdampingan, lalu lenyap selamanya. (hlm. 500-501)

***


Baca review buku lain peraih Pulitzer Prize for Fiction dalam blog ini:





Sampul Edisi 1938



Adegan dari film The Yearling (1946)

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan