Judul buku: Tabir Nalar
Penulis: Rynaldo Cahyana Hadi
Penyunting: Louis Javano
Tebal: 304 hlm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Hebat. Itulah kesimpulan saya setelah menamatkan Tabir Nalar, salah satu novel dari seri Kristal Merah Vandaria Saga, yang ditulis oleh Rynaldo Cahyana Hadi. Sang penulis berhasil menghadirkan novel ini sebagai kombinasi kisah fantasi, misteri, dan thriller dalam takaran yang cukup.
Sebagian besar kisah dalam Tabir Nalar disampaikan oleh Cervale Irvana sebagai narator orang pertama. Cervale adalah separuh frameless, anggota Agen Khusus sekaligus anggota Dewan Majelis Raja Tunggal. Mengapa Cervale bukan frameless dapat diketahui dari deskripsi mengenai Cervale: "Rambutnya yang berwarna perak kini tertutup sebagian, sementara beberapa helai rambutnya yang bersembur warna merah tampak menyembul dari celah kerudungnya." (hlm. 5-6). Ia seorang lelaki bersenjatakan bilah mana, tampan, percaya diri, dan sedikit arogan. Sebagaimana marganya, Irvana, Cervale memiliki kemampuan membaca pikiran.
Bagi Cervale, yang paling penting bukanlah ras, melainkan karakter. Tidak heran jika ia setuju dengan upaya Raja Tunggal untuk menciptakan persamaan derajat frameless dan manusia. Dan karenanya, ia tidak bisa menghargai ajaran Vanaadinnahkah, religi pada masa kekuasan Ratu Seraph, yang mengajarkan bahwa frameless lebih suci dibandingkan manusia.
Kisah berseting masa setelah enam tahun Raja Tunggal meninggalkan Nirvana dan menunjuk Tyrannos Eriskagel, frameless yang menjabat sebagai Perdana Menteri, untuk memegang pemerintahan Nirvana. Kepergian Raja Tunggal dengan tujuan yang tidak jelas memang membuat suasana Nirvana rentan konflik. Raja Tunggal telah mendirikan organisasi Majelis Raja Tunggal yang bertugas menjaga kedamaian hubungan antara frameless dan manusia, tapi mereka pun tidak bisa menjamin terpeliharanya kedamaian. Situasi kian merisaukan karena Tyrannos Eriskagel masih berpegang pada ajaran Vanaadinnahkah dan tidak menerima ajaran Vhranas -mengajarkan persamaan derajat manusa dan frameless- yang disebarkan Raja Tunggal.
Memang benar, kedamaian terancam dengan terjadinya tindakan kriminal di Kota Edenia, ibu kota Nirvana. Dalam tempo dua hari, dua anggota Majelis Raja Tunggal ditemukan tewas dibunuh. Sebuah emblem Majelis berupa ukiran timbangan dengan perisai dan kristal ditemukan di samping mayat. Emblem itu sengaja ditinggalkan oleh pembunuh untuk menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi telah direncanakan dan Majelis merupakan sasarannya.
Dalam luka salah satu korban, Cervale menemukan pecahan logam yang dilapisi rune. Hasil penelitian Rilsia Alass, gadis peneliti di Akademi Penelitian Rune & Relikui yang dikagumi Cervale, menunjukkan bahwa pecahan logam itu bagian dari radas jenis baru yang menggunakan rune yang telah dimodifikasi sebagai pelapis. Rune ini telah diberi muatan magis yang membuat siapa saja yang memegangnya akan mendapatkan kekuatan, kecepatan, dan daya tahan terhadap sihir. Dengan radas rune, manusia bisa menandingi frameless yang diberkahi kemampuan alamiah memanfaatkan sihir.
Cervale menemukan fakta bahwa radas rune ini dikembangkan di sebuah pusat penelitian rune oleh gadis bernama Loretta Rothrad, sahabat Rilsia. Empat tahun silam, Loretta tewas tatkala pusat penelitian tempatnya bekerja terbakar dan meledak. Fakta berikutnya adalah bahwa hampir seluruh peneliti yang terlibat dalam penelitian radas rune itu berasal dari suku Bedina (Bedina adalah suku yang memproduksikan rune secara besar-besaran). Masih ada fakta lain. Loretta Rothrad adalah tunangan Barad Turvor. Dan Majelis, berada di balik peristiwa kematiannya.
Barad Turvor, manusia yang menjadi satu-satunya sahabat Cervale, adalah pemimpin Kesatria Konklaf, pasukan penjaga Edenia. Lelaki yang selalu bersikap santai dan gampang terpikat keindahan wanita ini, diam-diam menyimpan kesedihan dari masa lalu. Ternyata, Loretta tewas seminggu sebelum pernikahan mereka. Walaupun bersahabat dengan Barad, Cervale tidak bisa mencegah munculnya kecurigaan keterlibatan Barad dalam pembunuhan anggota Majelis. Apalagi ketika Cervale mengetahui kalau Barad mempunyai arsip kasus pusat penelitian rune dan radas rune yang disebut-sebut berpotensi sebagai senjata antiframeless. Sementara itu, pembunuhan terjadi berulang sampai Cervale mengetahui bahwa Kanselir Shah Azhad -pemimpin tertinggi Majelis Raja Tunggal dan pemimpin marga Olacion- adalah korban berikutnya. Lalu, pada saat hampir bersamaan, para pembunuh dari suku Bedina menyerang gedung Majelis.
Cervale tidak hanya harus memanfaatkan kemampuannya melemparkan bilah mana menjadi cakram berputar untuk mencegah pembunuhan berikutnya. Tapi ia juga harus menggunakan kemampuan menyingkap tabir nalar untuk menelanjangi wajah sang dalang pembunuhan berantai. Bahkan untuk itu, ia juga mengizinkan tabir nalarnya ditembus dan mempertaruhkan nyawanya.
Rynaldo C. Hadi adalah salah satu pemenang Kontes Cerpen Vandaria (2012) yang diadakan untuk menjaring penulis yang diharapkan bisa ikut mengembangkan hikayat ciptaan Ami Raditya ini. Ia menulis cerita pendek fantasi-misteri berjudul Relik Agung Gallizur yang memiliki ending yang mengejutkan. Tabir Nalar adalah novel pertamanya yang telah diterbitkan dan boleh dikata semacam peragaan bakat kepenulisan yang mulai digosok dan terasah.
Dari segi penulisan, Tabir Nalar sudah jauh lebih meningkat dibandingkan Vandaria Saga sebelumnya (setidaknya yang sudah saya baca). Kalimat-kalimatnya sudah lebih sedap dibaca. Masih ada beberapa yang belum sempurna, tapi tidak terlalu mengganggu. Perguliran plotnya sangat menarik karena terbilang cepat dan tangkas, setiap akhir dari bab disusun dengan piawai sehingga berpotensi mendorong pembaca untuk terus melanjutkan pembacaan. Alhasil, Rynaldo sukses menetaskan sebuah novel yang tidak membutuhkan banyak waktu untuk menamatkannya.
Yang sangat memikat adalah puntiran yang dilakukan Rynaldo di ujung plot menjelang novel berakhir. Ia akan membonuskan sebuah kejutan yang sama sekali tidak terduga. Dan yang paling dahsyat adalah paparan motif sang dalang yang dikisahkan dengan gamblang dan emosionil. Bagian ini merupakan bagian paling megah dari keseluruhan novel Tabir Nalar.
Saya suka dengan karakterisasi semua tokoh penting yang dibangun Rynaldo. Sekalipun mayoritas isi novel dibeberkan oleh narator orang pertama, setiap karakter terdedahkan dengan cukup baik. Kita akan mudah bisa mengimajinasikan seperti apa Cervale Irvana, Barad Turvor, Rilsia Alass, Alevor Irvana, dan Kanselir Shah Azhad Olacion, tanpa melihat ilustrasi yang dikerjakan Felix Adrianto. Karakter Chastyne Aughmold, janda molek beranak satu, cukup mengundang perhatian. Sayangnya, penulis telah menetapkan takdirnya untuk layu sebelum berkembang.
Mungkin, jika Rynaldo berniat memunculkan kembali Cervale Irvana dalam sekuel, tidak ada salahnya kalau ia mengungkapkan romansa yang tidak hanya sama-samar di antara dirinya dengan Rilsia. Karena Rilsia jelas merupakan pasangan yang sepadan dan pendukung paling utama dari pekerjaan Cervale.
Tak ada gading yang tak retak. Tabir Nalar juga menyimpan sedikit kelemahan yaitu dari segi penggunaan dua sudut pandang pengisahan: sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Untuk bagian Prolog memang tidak masalah jika menggunakan sudut pandang orang ketiga. Tapi untuk bagian-bagian lain yang dimunculkan secara tiba-tiba, terasa seperti benang lepas dari kumparan, agak mengganggu. Sebenarnya, memakai narator orang pertama untuk menggulirkan kisah semacam Tabir Nalar secara lengkap bukan tidak memungkinkan. Banyak novel thriller yang menggunakan narator orang pertama dan tetap berhasil mendedahkan kisah yang utuh. Apa yang dilakukan Rynaldo memang bisa dimaklumi, karena meskipun jelas-jelas sangat berbakat, ia adalah penulis anyar. Bagi yang belum terbiasa, penggunaan narator orang pertama memang berpeluang menyempitkan ruang gerak cerita.
Ada satu hal yang mengusik terkait dengan kode-kode yang dipecahkan Cervale Irvana. Sebenarnya, adakah bahasa khusus yang digunakan di Negeri Nirvana atau Tanah Vandaria? Atau apakah penduduknya memang menggunakan bahasa Indonesia sehingga hasil pemecahan kodenya adalah kalimat dalam bahasa Indonesia?
Tapi tetap saja, secara keseluruhan, novel yang dihiasi ilustrasi keren karya Felix Adrianto ini adalah sebuah novel yang hebat. Selamat buat Rynaldo C. Hadi, semoga terus aktif berimajinasi, menulis, dan menghasilkan karya berbobot seperti ini.
0 comments:
Post a Comment