Judul Buku: 3-Some
Pengarang: Hendri Yulius, Joe Andrianus, Nunkie Handayani
Tebal: 230 hlm; 13,5 x 20cm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: Elex Media Komputindo
Dua lelaki, Hendri Yulius dan Joe Andrianus, dan seorang perempuan, Nunkie Handayani, berkolaborasi menerbitkan koleksi cerpen yang diberi judul 3-Some. Hendri dan Joe menyetor, masing-masing, delapan cerpen, sedangkan Handa cukup lima cerpen. Seluruhnya ada dua puluh satu cerpen.
Pada dasarnya ketiga penulis muda ini adalah penulis-penulis berbakat yang memiliki kecakapan mengobservasi kehidupan dan membekukannya dalam setiap cerpen mereka. Cerpen-cerpen ditulis tanpa beban, merdeka, dan apa adanya. Ketika satu demi satu cerpen berakhir, kita seakan-akan ditinggalkan dalam kejutan orgasmik.
@joeandrianus:
Seperti disebutkan sebelumnya, Joe Andrianus menghadirkan delapan cerpennya dalam koleksi ini. Tiga dari delapan cerpennya memanfaatkan Bali sebagai seting yang kemungkinan besar lahir karena cintanya pada pantai, laut, dan segala isinya.
Cerpen pertama, Senja yang Mencintai Hujan, mengisahkan kekerasan dalam keluarga yang dilakukan seorang ayah kepada putri tirinya. Cerpen yang bernuansa muram menjadi absurd begitu hujan yang menyaksikan penderitaan gadis bernama Senja itu melakukan interupsi. Sangat imajinatif.
Kekerasan seksual dengan pelaku anggota keluarga ditampilkan Joe dalam cerpen Lovina. Menggunakan Bali sebagai seting, cerpen ini mengisahkan tentang Lovina, seorang perempuan yang belum kawin tapi merasa sudah pernah kawin bahkan memiliki tiga orang anak. Pertanyaan yang membarengi pembacaan cerpen ini adalah: mengapa Lovina punya pemikiran seperti itu?
Masih berseting Bali, Joe menghadirkan cinta tak sampai dalam cerpen Cerita Suatu Pagi. Di pusat kisahnya, ada perempuan bernama Cinta Purnama yang mencintai Oka, seorang lelaki Bali. Cerpen yang cukup sensual ini ditautkan dengan peristiwa bom Bali di Legian. Sebuah cerpen yang mengharukan.
Menggunakan judul yang unik: 1996-2000-2006, Joe menggulirkan perjalanan hubungan sang narator dengan perempuan bernama Sri, melewati ketiga tahun yang disebut dalam judul. Perjalanan itu meliputi kota Solo, Jogja, dan kemudian Venesia di Italia. Mendekati bagian pamungkas, Joe akan mengejutkan kita dengan pengungkapan identitas sang narator.
Di Mana Bapak, Ibu? mengedepankan kisah Darmini, perempuan yang membawa-bawa berbagai lelaki ke dalam kamarnya dan disaksikan oleh anaknya. Setelah mengarungi hidup yang berkelok, Darmini terpuruk menjadi pelacur di sebuah kamar sempit. Tapi mengapa Darmini seolah-olah tidak peduli dengan kehadiran anaknya? Kisahnya sudah sangat sering digarap, tapi naratornya sungguh tak terduga.
Randu menyimpan rahasia dari Sania, istrinya. Setelah tidak berjumpa 20 tahun, ia bertemu teman masa kecilnya, dan tidak bisa menahan diri untuk menggauli gadis itu. Tapi bukan itu rahasia besarnya. Temukan rahasia Randu dalam cerpen bertajuk Reuni Rindu dan Raina.
Sekali lagi mengeset kisahnya di Bali, Joe menyuguhkan kisah menarik mengenai kembar buncing dan nasib kurang beruntung yang dialami salah satunya dalam cerpen Kembar Buncing.
Tema berbeda dimunculkan Joe dalam cerpen Bintang Jatuh. Cerpen fantasi ini mendedahkan kisah gadis-gadis yang ingin menjadi bintang jatuh atau meteor. Cukup imajinatif, hanya saja kurang mengesankan dibanding tujuh cerpen Joe lainnya.
@hendriyulius:
Hendri Yulius adalah pengarang yang paling bersinar dalam koleksi cerpen ini (tanpa maksud menyepelekan yang lain). Ketujuh cerpen garapannya memuat kisah-kisah menggoda yang ditulis dengan unik dan tentu saja, tampil beda. Tiga dari delapan cerpennya membongkar ketidakadilan yang menimpa perempuan sebagai bentuk solidaritasnya terhadap mereka yang mengalaminya.
Terkadang mencintai seseorang bisa menjadi sangat obsesif. Hal ini dialami narator dalam cerpen Mencari Rafael. Setelah sembilan bulan ditinggalkan Rafael, sang narator bertualang di antara para lelaki demi mendapatkan sosok Rafael di dalam diri mereka. Gadis ini sangat mencintai Rafael, dan tidak bisa menerima keputusan Rafael meninggalkannya. Apa sebenarnya yang terjadi pada Rafael? Inilah cerpen obsesif yang membuat hati serasa terpiuh-piuh.
Menggunakan tiga jenis narator, Hendri tampil memukau meskipun menghadirkan kisah stereotipikal. Aku, Kamu, dan Dia, cerpen bertema perselingkuhan, menggelar hubungan yang terjadi di antara "Kamu", seorang suami, "Aku", seorang istri dan "Dia", selingkuhan "Kamu". Agar bisa menghabiskan waktu dengan "Dia", "Kamu" berkali-kali membohongi "Aku". Seperti biasa, kebohongan tidak bersifat kekal. Yang menarik bukan saja naratornya tapi identitas "Dia" yang sebenarnya.
Cerpen XXX memang bermuatan hubungan seksual antara perempuan dan laki-laki, tapi bukanlah cerita stensilan. XXX adalah singkatan dari tiga nama karakter dalam cerpen (yang tentu saja disengaja, tapi tetap terkesan kreatif). Di sini ada perselingkuhan yang tetap tersimpan sebagai rahasia di antara sesama pelaku.
Imajinasi yang brilian dan komikal mengejawantah dalam cerpen berjudul Monolog Bisu. Naratornya ada lima dan bukan narator biasa. Pintu apartemen, jendela apartemen, jam dinding, televisi, dan ranjang. Kelima narator ini akan menyampaikan laporan 'pandangan mata' mereka kepada pembaca mengenai perempuan penghuni apartemen. Cerpen ini kian asyik lantaran kejutan yang dibeberkan di bagian pamungkas.
Perjuangan Kartini mendobrak tradisi agar kaumnya bisa mengenyam pendidikan tidak sepenuhnya berhasil. Sebab sampai sekarang, tidak semua perempuan muda mempunyai kemapanan finansial yang mampu menopang mimpi atau cita-cita mereka. Begitulah yang dialami para perempuan muda yang terjerumus prostitusi dalam cerpen Tiga Kartini.
"Kamera menyorot dari atas, berputar menampakkan gemerlap malam kota Jakarta." (hlm. 165). Kemudian, "Kamera ini bergerak pelan memasuki sebuah kamar apartemen" (hlm. 167). Setelah itu, "Kamera menyorot sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di basement gedung. Perlahan-lahan kamera bergerak dan terfokus pada perempuan yang sedang mengeluarkan lipstik dan pemulas pipinya itu." (hlm. 170). Akhirnya, "Kamera bergerak perlahan memasuki ruangan sebuah restoran hotel berbintang, lalu terfokus di sebuah meja yang ditempati oleh sepasang suami-istri yang berpakaian amat rapi dan elegan" (hlm. 172). Bersamaan dengan kegiatan saling kirim BBM, kamera itu merekam empat adegan dalam cerpen Intermezzo. Teknik penulisan mengkombinasikan skenario dan pengambilan gambar film ini menetaskan cerpen yang unik kendati bertema jamak.
Teknik bertutur yang matang dihadirkan dalam cerpen Dialog Artemis. Hendri membaurkan wawancara seorang sutradara pendatang baru, kisah masa lalu seorang gadis yang kehilangan keperawanan pada usia 15 tahun, dan sebuah kenyataan getir di bagian akhir. Jangan langsung percaya apa yang telah dibeberkan sebelum Anda menamatkan kisah dalam cerpen ini.
Hingga cerpennya yang terakhir, Hendri Yulius tetap tampil prima. Dongeng tentang Barbie, Nenek Sihir, dan Catwalk menggelontorkan gagasan yang provokatif. Di sini sekali lagi Hendri bereksperimen dalam hal penggunaan narator. Seperti pada judulnya, kisah dalam cerpen ini disampaikan oleh tiga narator: boneka Barbie; boneka nenek sihir; dan catwalk, tempat para model lalu lalang memeragakan busana para desainer. Di titik persinggungan kisah ketiga narator kita akan menemukan seorang anak konglomerat yang bercita-cita menjadi model tapi tidak mampu memperbaiki pola makan yang tidak sehat. Ending-nya cukup mencekam.
@nunkiehanda:
Nunkie Handa menyertakan cerpen-cerpen yang mengandalkan surat sebagai media untuk mengemas konflik. Salah satunya bahkan berbentuk surat utuh. Ia memilih bentuk surat karena menurutnya surat adalah "simbol curahan hati yang tertahan karena keharusan perempuan menjadi pemalu, takut, dan tidak bisa mengungkapkan apa yang mereka mau". Semua cerpennya mengupas liku-liku kehidupan kaum perempuan.
Setelah sekian lama hidup bersama dengan kekasihnya, Savira dalam cerpen Kala Hujan, Kala Savira memutuskan mengakhiri hubungan mereka. Untuk Boni, sang kekasih, ia meninggalkan sepucuk surat -kalau melihat isinya, semestinya lebih dari sepucuk- sebelum bunuh diri dengan cara menenggak karbol. Simultan dengan pembacaan surat yang dilakukan Boni, kita akan mengikuti kisah cinta obsesif yang menjerumuskan seorang gadis ke titik nadir kehidupannya. Cerpen yang sungguh membuat terenyuh.
Sebuah boneka bernama Rabbi akan menyampaikan kisah tentang gadis 16 tahun bernama Maria Artemis dalam cerpen Sepucuk Surat Penyakitan. "Apakah karena aku punya payudara dan vagina maka mereka menyebutku 'perempuan'? Lalu, apa perempuan itu harus berpasangan dengan orang berpenis? Apa karena aku yang mereka sebut cantik ini harus punya pasangan untuk menjagaku?' tanya Maria memberondongi Rabbi (hlm. 85). Maria memang tidak mau disebut sebagai perempuan. Tapi mengapa? Ikuti saja cerita si Rabbi yang akan mengantar kita pada sebuah kejutan dalam sepucuk surat.
Sherline dalam cerpen Untuk Ayahku menulis surat yang ditujukan kepada ayah angkatnya. Isi surat yang ditulisnya akan mengungkap perjalanan hidup Sherline semenjak lari dari rumah hingga menjadi pelacur bernasib sial.
Maryam Hasyimah, perempuan dalam cerpen Surat Pertama dan Terakhir, menulis surat kepada Bara Ardhana, lelaki yang pernah ia kecewakan. Sudah tujuh tahun tiga bulan Maryam menanti Bara dalam penyesalan. Ke manakah lelaki yang dicintainya itu?
Cerpen Handa yang kelima ditulis secara utuh dalam bentuk surat. Sesuai judulnya -Pengakuan- cerpen ini merupakan pengakuan si penulis surat, Jenifer, kepada orang yang ia cintai, seminggu sebelum menikah. Surat itu menyingkapkan sebuah cinta tanpa harapan dan kepasrahan untuk menanggungnya. Kejutan telah disiapkan Nunkie di penghujung surat Jenifer terkait jati diri si penerima surat.
Sepilihan cerpen dalam koleksi ini dikelompokkan dalam delapan bagian yang disebut "Kamar" (maksudnya, sebagai tempat aktivitas 3-some). Setiap Kamar berisi cerpen dengan kesamaan tema atau pengalaman para karakternya. Kamar yang dimaksud adalah:
Kamar #1: Cerita di Balik Hujan
Kamar #2: Kawin Bukan berarti Menikah, Menikah Bukan Berarti Kawin
Kamar #3: Cinta yang Tak Kesampaian
Kamar #4: Tak Pernah Ada yang Salah dalam Cinta
Kamar #5: Kita: Pelacur yang (Kebetulan) Menulis
Kamar #6: Ssst! Ini Rahasia Kita!
Kamar #7: Memilih untuk Tidak Memilih; Tidak Memilih untuk Memilih
Kamar #8: Dongeng (Kegilaan) Metropolitan
Seusai menuliskan kisah-kisah mereka, seperti yang dicantumkan pada sampul belakang, inilah yang mereka katakan:
Hendri Yulius: Menulis cerita di buku ini rasanya seperti dipaksa bertelanjang di depan umum.
Joe Andrianus: Ini cerita tentang saya, kamu, kalian. Cerita kita semua.
Nunkie Handayani: Detak jantung mendera tiada henti ketika mengetik kata per kata di buku ini.
3-Some yang menjadi judul koleksi cerpen ini memang akan langsung menghubungkan pikiran kita pada aktivitas seksual yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang. Tapi 3-Some di sini bukanlah aktivitas seksual melainkan kolaborasi tiga penulis muda penuh harapan mengkristalkan hasil observasi mereka terhadap liku-liku kehidupan kaun urban yang penuh warna dan rahasia.
Pengunjung
5 comments:
Thanks ya sudah di review - joe -
Sama-sama.
Kumcernya keren. Lagi baca buku kedua :)
buku ke dua judulnya 18+ ya? -joe-
@tristan herbowo:
Betul. Tapi kayanya ga semenarik buku pertama, jadi sampai saat ini belum kelar baca.
dibuat sesuai tema musik..., jadinya memang rada berbeda dengan yang pertama
Post a Comment