24 June 2012

Seekor Anjing Mati di Bala Murghab



Judul Buku: Seekor Anjing Mati di Bala Murghab
Penulis: Linda Christanty
Tebal: 128 hlm;13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, Juni 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


 


Seekor Anjing Mati di Bala Murghab adalah koleksi cerpen ketiga Linda Christanty setelah  Kuda Terbang Maria Pinto (Katakita, 2004) dan Rahasia Selma (Gramedia Pustaka Utama, 2010) yang kedua-duanya meraih Khatulistiwa Literary Award. Dalam koleksi ini, ada sepuluh cerpen berseting berbagai negara, termasuk Indonesia. Kesepuluh cerpen ini ditulis menggunakan rangkaian kalimat apik dan matang. Tidak ada kalimat berbunga-bunga yang percuma dan membosankan dibaca.

Ketika Makan Kepiting, cerpen pembuka koleksi, berkisah tentang seorang perempuan yang gemar makan kepiting. Setelah bekerja dan punya penghasilan sendiri, seminggu sekali ia akan memuaskan kegemarannya. Suatu kali, sambil menikmati kepiting di sebuah restoran terapung, ia terkenang masa lalunya,  termasuk saat ibunya berselingkuh dengan guru sekolah kakak tirinya yang bisu dan tuli. 

Seorang istri tidak selalu jujur dan bersepakat dengan pandangan suaminya. Itulah yang tertangkap dalam cerpen Zakaria. Berseting Aceh, cerpen ini mengungkapkan kegagalan Zakaria melaksanakan tugas yang dimandatkan kakak perempuannya.

Cerpen Karunia dari Laut melahirkan tanya. Apa sebenarnya yang terutama hendak disampaikan pengarang pada pembaca? Kakek yang dituduh terlibat partai terlarang atau ibu yang tiga kali menikah? 

Berseting Jepang, Sihir Musim Dingin mengungkit kisah persahabatan dua orang perempuan. Sudah lima tahun Hana kehilangan kabar dan tidak bertemu Keiko, sahabatnya. Pertemuan terakhir mereka terjadi ketika Keiko menceritakan putusnya hubungan cintanya dengan lelaki yang sudah 13 tahun menjadi pacarnya. Pertanyaannya adalah: mengapa Keiko menghilang dan tidak ingin bertemu Hana lagi?
 
Tiga tahun sebelumnya, kendati sudah punya seorang anak perempuan, lelaki 50 tahun dalam cerpen Jack dan Bidadari berpisah dengan istrinya. Si lelaki kemudian menjalin hubungan asmara dengan bidadari, kekasih yang senang menyiksa. Kemungkinan besar hasrat si lelaki pada bidadari inilah yang mengakhiri pernikahannya.

Dalam cerpen Perpisahan, sepasang kekasih bertemu di Berlin, di tepi sungai tempat mayat Rosa Luxemburg dibuang. Hans, si lelaki, kehilangan ibunya, sedangkan si perempuan anonim, kehilangan ayahnya. Hans tidak tahu kalau pertemuan ini menjadi kesempatan terakhir baginya berbincang-bincang dengan kekasihnya.

Erika Sartika, sahabat Tina Wang dalam cerpen Kisah Cinta, ditemukan mati di kolam ikan. Tina Wang memutuskan menghubungi Tiran, adik Erika, untuk mengabarkan kematian sahabatnya. Ternyata, ia sudah pernah bertemu dengan lelaki itu.

Dengan cerpen Pertemuan Atlantik pembaca akan digiring pada pertemuan tiga penulis dalam rangka menghadiri sebuah konferensi di Maroko. Mereka adalah perempuan Afrika Selatan, lelaki Turki, dan perempuan Indonesia. Meskipun tidak berminat, si perempuan Indonesia (yang berbadan gemuk) memutuskan mengikuti kedua penulis lainnya melihat Atlantik pada sore hari.

Cerpen yang menjadi judul koleksi cerpen ini, Seekor Anjing Mati di Bala Murghab, dituturkan oleh saksi mata penembakan seekor anjing yang dilakukan seorang serdadu di Bala Murghab, Afghanistan. Bocah pemilik anjing itu terguncang dan meraung histeris. Tapi si serdadu bersikap seakan-akan tidak pernah melepaskan peluru dari senapan otomatisnya.

Penutup koleksi ini yaitu cerpen Catatan tentang Luta; Manusia yang Hidup Abadi, merupakan kesaksian sang narator mengenai Luta, lelaki Iban yang hidup abadi. Luta yang saat dijumpai sang narator sudah berusia 350 tahun, hidup abadi untuk menjaga sukunya dari kepunahan dan bahaya. Dan ternyata, Luta bukanlah satu-satunya manusia yang hidup abadi.

Jujur saja, tidak semua cerpen dalam koleksi ini meninggalkan kesan mendalam. Linda memang indah dalam bertutur, tapi hampir tidak menyodorkan tema yang orisinil. Umumnya tema yang digarap sudah sering dimanfaatkan oleh banyak pengarang, bahkan dengan konflik yang lebih matang dan solusi yang lebih cemerlang. Tidak datar seperti pada beberapa cerpen Linda. Pernikahan yang rumit, pelecehan anak-anak, pengkhianatan seorang sahabat, percintaan kaum transgender, perpisahan sepasang pecinta adalah berbagai tema yang tidak baru lagi. Linda hanya mengemas kembali tema-tema ini menggunakan karakter ciptaannya dan seting yang baru. Catatan tentang Luta; Manusia yang Hidup Abadi yang ditulis dengan gaya reportase sebenarnya bertema unik, tapi penggarapannya terlalu biasa.

Dari kesepuluh cerpen yang ada, saya memilih Zakaria dan Seekor Anjing Mati di Bala Murghab sebagai cerpen favorit. Saya suka gaya bercerita dengan elemen kejutan di bagian pamungkas cerpen pertama, dan sulit melupakan hancurnya kepolosan anak-anak dalam cerpen kedua.




 Pengunjung



0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan