Judul Buku: A Single Shard
Pengarang: Linda Sue Park (2001)
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Tebal: 191 halaman; 13 x 20,5 cm
Cetakan: 1, Maret 2012
Penerbit: Atria
Meskipun lahir dan besar di Amerika, Linda Sue Park tidak pernah melupakan budaya leluhurnya di Korea Selatan. Hal ini dibuktikannya dalam berbagai karya fiksinya termasuk A Single Shard. Novel yang menggunakan seting Korea abad ke-12 ini menghadirkan salah satu warisan budaya Korea yang sangat tersohor: keramik seladon. Korea memang dikenal dalam sejarah sebagai produsen keramik seladon terindah di dunia pada abad kesebelas dan kedua belas.
Kisah dalam A Single Shard berpusat pada kehidupan Tree-ear, bocah laki-laki yatim piatu yang tinggal di kolong jembatan di desa Ch'ulp'o bersama Crane-man, lelaki tua berkaki satu.
Ch'ulp'o adalah desa produsen keramik, sehingga tidak mengherankan jika Tree-er pun tertarik menciptakan keramik. Karena memecahkan kotak keramik Min, seorang pengrajin keramik, Tree-ear memutuskan bekerja untuk Min. Memotong kayu bakar yang akan digunakan Min di tungku pembakaran. Mengangkut tanah liat dan mengeringkannya untuk menghasilkan glasir seladon. Mengumpulkan cangkang tiram yang akan digunakan sebagai penyangga dalam tungku pembakaran. Itulah yang Tree-ear lakukan untuk Min dengan harapan akan diajari membuat keramik seladon. Namun Min bergeming, tidak mau mengajari Tree-ear. Apalagi ada aturan yang menyatakan bahwa seorang pengrajin keramik hanya bisa mengajari anaknya sendiri, dan Tree-ear bukanlah anak Min.
"Api harapan yang berkobar dalam dirinya sekarang telah mengecil, tetapi kecerlangan atau ketajamannya tak berkurang, dan dia menjaganya hampir setiap hari dengan bayangan keramik-keramik yang akan dia ciptakan." (hlm. 65).
Kendati belum diberikan kesempatan belajar membuat keramik, mimpi Tree-ear tidak tergusur. Ia bahkan telah mematri dalam benaknya model keramik yang akan ia ciptakan. "Hasil karyanya nanti akan berupa sebuah vas prunus* -yang paling elegan di antara semua bentuk. Berbentuk tinggi dan berproporsi indah, menjulang dari landasannya untuk berdiri dengan anggun, kemudian membulat di bagian mulutnya." (hlm. 65).
Lalu suatu hari seorang utusan kerajaan datang memilih pengrajin keramik yang akan mendapatkan pesanan dari kerajaan. Min menjadi salah satu pengrajin yang terpilih. Ia diminta membawa karyanya ke ibukota kerajaan, Songdo. Karena Min sudah tua dan tidak mampu melakukan perjalanan, Tree-ear mengajukan diri untuk membantunya. Tree-ear berharap kali ini Min akhirnya mau mengajarinya membuat keramik. Harapannya buyar karena ternyata Min tetap tidak peduli. "Angin yang meniup satu pintu hingga tertutup sering kali membuka pintu lainnya," kata Crane-man (hlm. 122).
Maka Tree-ear pun membawa sepasang vas keramik seladon karya Min menuju Songdo demi menghargai kebaikan hati istri Min. Namun dalam perjalanan Tree-ear tidak bisa menjaga kedua vas itu tetap utuh untuk disampaikan kepada utusan kerajaan. Karya Min hancur berkeping-keping.
Apakah Tree-ear akan melanjutkan perjalanannya ke Songdo atau malah kembali ke Ch'ulp'o? Secemerlang giok dan sejernih air, kesan yang masih tetap terpancar dari sekeping keramik seladon karya Ming, akan menentukan akhir perjalanan Tree-ear.
"Saat melihat kakiku ketika aku lahir, mereka menduga aku tidak akan selamat. Kemudian, ketika aku bertahan hidup dengan sebelah kaki, orang-orang berkata jika aku mirip seekor burung jenjang. Namun, selain dikenal karena biasa berdiri dengan sebelah kaki, burung-burung jenjang pun merupakan simbol umur panjang," kata Crane-man (hlm. 8-9) mengenai kecacatannya. Rupanya apa yang dikatakan Crane-man ini mengendap jauh di dalam ingatan Tree-ear.
Sebuah vas prunus istimewa adalah salah satu dari sekian banyak harta karun kultural yang paling berharga di Korea. Benda itu adalah contoh paling indah dari karya keramik seladon tatahan yang pernah ditemukan dan dibuat pada abad kedua belas.
Penampilan yang paling luar biasa pada vas tersebut adalah karya tatahannya yang sangat rumit. Keempat puluh enam medalion bundar dibentuk oleh sebuah lingkaran luar berwarna putih dan lingkaran dalam berwarna hitam. Di dalam setiap lingkaran, diukir kemudian ditatah dengan keahlian yang mumpuni, ada seekor burung jenjang yang sedang terbang dengan anggun. Gumpalan-gumpalan awan mengambang di antara medalion-medalion itu, dengan lebih banyak burung jenjang yang terbang di antara awan-awan. Dan glasirnya bernuansa kelabu kehijauan yang sangat elok (hlm. 184).
Vas Seribu Burung Jenjang
Vas prunus ini dikenal sebagai Vas Seribu Burung Jenjang (A Thousand Crane Vase) atau Vas Burung Jenjang dan Awan. Sekarang vas ini bisa dilihat di Museum Kansong di Seoul, Korea Selatan. Penciptanya tidak dikenal, dan hal inilah yang mendorong Linda Sue Park memintal novel historical fiction yang mengedepankan sosok pencipta Vas Seribu Burung Jenjang.
Seperti umumnya novel yang terutama ditargetkan untuk anak-anak, A Single Shard yang meraih Newbery Award 2002 tetap menyimpan pesan luhur. Bahwa dalam upaya mewujudkan mimpi kita mesti pantang menyerah apapun kendala yang menghadang. Proses Tree-ear mewujudkan mimpinya sama rumitnya dengan pembuatan keramik seladon. Tapi begitu terwujud, akan menampakkan keindahan bagaikan keramik seladon itu sendiri.
Hal menarik lain terkait dengan mewujudkan mimpi digambarkan Linda Sue Park tatkala Tree-ear memvisualisasikan mimpinya. Dalam pikirannya, Tree-ear membayangkan sebuah vas prunus yang elegan. Mungkin tidak banyak orang yang tahu memvisualisasikan mimpi bisa memotivasi seseorang untuk lebih giat meraih mimpi.
Satu hal lagi yang tersirat dalam novel ini adalah kita tidak boleh melupakan orang yang telah berjasa dalam kehidupan kita. Oleh Linda Sue Park, Vas Seribu Burung Jenjang dijadikan wujud dari kenangan penciptanya terhadap orang yang pernah berperan besar dalam hidupnya.
Menurut catatan penulis, nama baru Tree-ear yaitu Hyung-pil digunakan untuk menghormati Hyung-pil Chun (hlm. 190). Ia menyebutkan kalau Hyung-pil hidup di abad kedua belas.
Hyung-pil Chun
Padahal Hyung-pil Chun yang dikenal dalam sejarah Korea adalah seorang kolektor barang antik yang berjasa dalam melindungi beberapa peninggalan sejarah Korea. Hyung-pil atau Kansong (1906-1962) mendirikan galeri bernama Bohwagak yang sekarang dikenal sebagai Museum Kansong untuk menampung koleksi barang antiknya. Salah satu koleksi Hyung-pil Chun adalah keramik seladon jenis maebyeong (vas berbahu lebar dan tinggi yang melambangkan wanita) yang dikenal sebagai Harta Nasional Korea Selatan Nomor 68. Keramik seladon setinggi 42,1 cm yang dibeli Hyung-pil dari kolektor barang antik asal Jepang pada tahun 1935 inilah yang dikenal sebagai Vas Seribu Burung Jenjang, vas keramik seladon terbesar di Korea.
*Vas Prunus : vas yang dirancang untuk menampilkan sebatang ranting plum yang sedang berbunga. Seperti sakura, ceri, peach, aprikot, dan almond, plum masuk dalam genus prunus.
Pengunjung
0 comments:
Post a Comment