Judul Buku: Leafie - Ayam
Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya
Judul Asli: Madangeul Naon Amtak
Pengarang: Hwang Sun-mi
(2000)
Penerjemah: Dwita Rizki
Nientyas
Tebal: 224 hlm; 20,5 cm
Cetakan: 1, Februari 2013
Penerbit: Qanita
"Orang
yang memiliki mimpi adalah tokoh utama di muka bumi" (Hwang Sun-mi, halaman 7).
Leafie,
itulah nama yang dipilihnya untuk dirinya sendiri. Ia adalah seekor ayam
petelur yang dikurung dalam kandang, di mana melalui pintu yang tidak tertutup
rapat, ia bisa melihat pohon akasia dan mengagumi dedaunannya.
"Dedaunan adalah ibu dari para bunga. Bernapas sambil bertahan hidup walau dihempas angin. Menyimpan cahaya matahari dan membesarkan bunga putih yang menyilaukan mata. Jika bukan karena dedaunan, pohon pasti tidak dapat hidup. Dedaunan benar-benar hebat." (hlm. 85).
Kekagumannya pada dedaunan itulah yang menginspirasinya untuk memberikan dirinya sendiri
nama Leafie -dari leaf yang berarti
daun. Tapi dengan nama seindah itu, tidak membuat hidupnya otomatis bahagia.
Sebagai ayam petelur, Leafie tidak dapat mengerami telurnya. Padahal mengerami
telur dan menyaksikan kelahiran anaknya adalah mimpi terbesar Leafie. Perasaan
itu muncul setelah ia melihat ayam betina di halaman berkeliaran bersama
anak-anaknya.
Telurnya
selalu diambil oleh majikannya. Bahkan, suatu hari, telurnya yang masih lembek
dengan cangkang yang belum matang diambil majikannya dan dicampakkan ke
halaman. Anjing Tua di halaman menjilat telur itu hingga habis. Leafie pun
memutuskan tidak akan bertelur lagi, dan berarti ia tidak akan menelan makanan
yang diberikan majikannya. Ia menjadi kian kurus, buruk rupa, dan kemudian sekarat.
Pada akhirnya, majikannya melemparkannya di lubang pembuangan.
Leafie
masih belum mati ketika musang datang mengincarnya. Bebek liar, bebek dengan
kepala berwarna hijau atau yang dikenal sebagai Bebek Pengelana yang
memperhatikan situasi genting itu dan menyelamatkan Leafie. Setelah lolos dari incaran
Musang, Leafie mencoba bergabung dengan keluarga halaman - Anjing Tua, Ayam
Jantan dan Ayam Betina dengan anak-anak mereka,
dan keluarga bebek. Tapi ia ditolak mentah-mentah karena dianggap tidak
layak berada di halaman.
Hidup
Leafie terasa sangat berat sampai suatu hari ia menemukan sebuah telur yang
besar dan indah berwarna putih kebiruan di tengah-tengah semak mawar liar.
Leafie tidak tahu kalau telur itu milik Bebek Pengelana dan Bebek Putih Susu,
pasangannya. Bebek Putih Susu telah dimangsa Musang, sedangkan Bebek Pengelana
yang sempat tergigit Musang, terluka dan tidak bisa terbang untuk kembali ke
negeri musim dingin.
Menemukan
telur hanya berarti satu bagi Leafie: mimpinya menjadi nyata. Ia bisa mengerami
telur dan menyaksikan keluarnya anak dari cangkang telur itu. Penemuan ini
membuat semangat hidupnya menggelora dan memancing naluri keibuannya sebagai
ayam betina. Maka ia pun mengerami telur itu, menjaga dengan penuh cinta.
Sementara itu, Bebek Pengelana mencarikan makanan dan berjaga di luar rimbunan
semak mawar liar. Saat akhirnya telur itu menetas, Bebek Pengelana mesti
mengorbankan dirinya untuk menjadi santapan Musang yang sedang kelaparan.
Sebelumnya, ia berpesan kepada Leafie untuk membawa anaknya ke bendungan, dan
bukan halaman. Leafie tidak mengetahui tujuan Bebek Pengelana sampai musim
dingin tiba.
Hidup
di luar halaman semakin riskan bagi
Leafie dengan adanya anak bebek itu. Si jahat Musang dan komplotannya masih
terus memburunya. Leafie sangat mencintai anak bebek yang kemudian dinamainya
Greenie dan bertekad melindunginya dari kejahatan Musang. Tapi, tatkala Greenie
semakin besar, ternyata Greenie bisa melindungi dirinya, karena ia mampu
mengepakkan sayap untuk terbang. Leafie-lah yang justru dikhawatirkan Greenie.
Mengikuti
dan hidup bersama Leafie, sesungguhnya tidak mudah bagi Greenie. Ia tidak bisa
berkokok karena bukan ayam, tapi kehadirannya dimusuhi oleh para bebek rumahan.
Padahal, sebagai bebek Greenie ingin bergabung dalam sebuah kelompok.
Apakah
akhirnya Greenie bisa mendapatkan kelompok bebek untuk bergabung? Jawaban
pertanyaan ini sekaligus akan memberikan jawaban kepada Leafie apa yang menjadi
alasan Bebek Pengelana memintanya untuk pergi ke bendungan setelah Greenie
lahir.
Pertanyaan
berikut adalah: apakah Leafie mampu membebaskan dirinya dari perburuan yang
dilakukan si Musang bermata satu? Saat mencoba menghadapi si Musang dengan
menyandera anak-anaknya, terbit sebuah perasaan iba. Bagaimanapun, Musang itu
adalah seorang ibu, seorang ibu dengan anak-anak yang membutuhkan makanan, dan
tidak punya pilihan.
Tapi
ternyata, setelah mimpi mengerami telur dan menyaksikan menetasnya telur itu,
masih ada mimpi lain dari Leafie. Sebuah mimpi yang jauh lebih besar. Si Musanglah yang akan
membantu terwujudnya mimpi ini.
Dulu aku memiliki sebuah keinginan. Mengerami telur dan melihat kelahiran seekor anak ayam! Itu sudah terkabul. Hidupku memang menyedihkan, tapi aku bahagia. Aku bisa hidup sampai hari ini karena keinginanku. Sekarang, aku ingin terbang. Seperti Greenie, aku ingin terbang tinggi sampai ke tempat yang jauh!" (hlm. 214).
Leafie: Ayam Buruk Rupa
dan Itik Kesayangannya adalah fabel kontemporer karya pengarang Korea Selatan,
Hwang Sun-mi. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kisah ini mengusung mimpi,
cinta, dan kepasrahan dengan Leafie sebagai pusat kisahnya. Leafie-lah yang
bermimpi, mencintai, dan pasrah dengan kehidupannya. Meskipun semenjak awal
hingga kisah dituntaskan kehidupan Leafie tidak aman dan tenteram sehingga memberikan
kesan 'gelap' bagi kisah ini, tapi kemunculan Greenie bahkan si Musang telah membuat kehidupan
Leafie berarti. Greenie menggenapkan mimpi dan membuatnya mencintai, sedangkan
si Musang membuatnya memahami arti kepasrahan. Sungguh sangat indah.
Seperti
Leafie sebelum dikeluarkan dari kandang ayam petelur, kehidupan tanpa
kesempatan mewujudkan mimpi memang membuat patah hati. Terkurung dalam kandang menghalangi
realisasi mimpinya. Padahal kebebasan dalam mewujudkan mimpi membuat hidup
menjadi indah dan berani. Mimpi yang terwujud pun tidak berbeda dengan sebuah
keajaiban. Kesempatan mewujudkan mimpi akan direstui semesta, sebagaimana yang
dialami Leafie, tergantung sekuat apa mimpi itu. Ancaman bisa menghadang, tapi
akan selalu ada yang membantu mengatasinya.
Leafie - Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya dikisahkan dengan bahasa
yang tidak rumit, tapi dirancang dengan baik, karakterisasi dan alur kisahnya. Para hewan begitu hidup dengan perasaan dan
pikiran mereka sehingga dengan mudah bisa dikaitkan dengan kepribadian manusia
-sebagaimana yang diharapkan dari sebuah fabel. Plotnya terjaga hingga bagian pamungkasnya
yang hampir tidak terduga. Ada sejumput perasaan kehilangan begitu kita
mencapai kalimat terakhir kisah ini.
Apa
yang dijalani Leafie menunjukkan kerasnya kehidupan. Dan Leafie memberikan teladan bagaimana seharusnya menghadapi kehidupan seperti itu, yaitu dengan cinta,
semangat, tapi juga kepasrahan. Sehingga dari seekor ayam betina buruk rupa
yang tidak berguna, Leafie bisa memberikan arti bagi hidupnya. Kehidupan Leafie
akan menggema dalam sanubari kita: apakah kita sudah mampu memberi arti bagi
hidup kita dengan melakukan yang baik bagi orang lain?
Meskipun
anak-anak menjadi target utama buku ini -tapi umur berapa pun Anda, tetap wajib
baca buku ini- pengarang tidak terjebak untuk bersikap menggurui. Kita tidak akan mendapatkan rombongan nasihat
dijejali dalam bentuk narasi yang panjang. Karakterisasi para tokohnya yang dikemas
dengan baiklah yang berbicara langsung melalui tindakan mereka sehingga kita
bisa memilih akan menjadi seperti siapa.
Leafie - Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya pertama kali dirilis di
Korea Selatan pada tahun 2000 dan terjual lebih dari 1 juta eksemplar secara
domestik. Buku yang laris terjual hingga lebih dari sepuluh tahun di Korea Selatan ini juga telah diterbitkan di beberapa negara lain termasuk Prancis,
Polandia, Jepang, China, Vietnam, Thailand, Italia, dan -tentu saja- Indonesia.
Pada tahun 2011 telah diadaptasi ke dalam film animasi yang disambut di Festival
Cannes dan menjadi Best Family Film 2011 di Sitges Festival, Spanyol.
Hwang
Sun-mi, sang pengarang, adalah profesor di Fakultas Sastra Seoul Institute of Arts. Ia mengawali
karier kepenulisannnya pada tahun 2005 dan sejak saat itu telah menerbitkan sekitar
30 buku yang meliputi kisah realis dan
fantasi. Karyanya telah
diadaptasi menjadi pertunjukan
boneka, pertunjukan
musikal, dan film animasi.
3 comments:
Haloo salam kenal... buku ini segera masuk wishlist saya.
Hehe.
Salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung :)
saya suka fabel ini....pesan moral sangay apik disampaikan
Post a Comment