Judul Buku: Seven Days
Penulis: Rhein Fathia
Penyunting: HP Melati
Tebal: 296 hlm; 18 cm
Cetakan: 1, Februari 2013
Penerbit: Qanita
Penulis: Rhein Fathia
Penyunting: HP Melati
Tebal: 296 hlm; 18 cm
Cetakan: 1, Februari 2013
Penerbit: Qanita
Cinta memang tidak ada matinya dalam karya fiksi. Penerbit Qanita menegaskan pernyataan ini dengan mengadakan Lomba Penulisan Novel Romance 2012. Seven Days karya Rhein Fathia terpilih sebagai pemenang pertama dan telah diterbitkan dalam bentuk buku pada Februari 2013.
Dalam novel ini, penulis yang juga telah melahirkan novel Jadian 6 Bulan (2005), Jalan Menuju Cinta-Mu (2008), dan CoupL(ov)e (2013) mengangkat kisah cinta yang sudah kerap dimunculkan oleh banyak penulis. Sepasang insan menjalin persahabatan sejak masa kecil, kemudian tanpa mereka sadari, jatuh cinta satu sama lain. Apakah cinta mereka akan terwujud dalam sebuah happy ending, itulah yang menjadi jualan utama.
Adalah Alnilam Rahma Soeminta dan Shen Luthfi Ardiwinata yang telah bersahabat sejak kanak-kanak. Saat kisah dalam novel ini bergulir, mereka telah berusia dua puluh lima tahun. Meskipun sempat terpisah saat ayah Shen mengambil gelar doktor di Jepang, persahabatan mereka tidak pernah retak. Nilam dan Shen sering menghabiskan waktu bersama, meski Nilam akhirnya punya pacar, sementara Shen masih belum menetapkan pilihan. Peluang menghabiskan waktu bersama selalu ada lantaran Reza Dewantara, pacar Nilam, bekerja di Yogyakarta.
"Nilam, menurutku ada dua jenis cinta dalam memilih pasangan hidup," kata Shen. "Ada cinta yang tumbuh karena witing trisno jalaran soko kulino. Mungkin itu yang kamu rasakan dengan Reza. Lalu, ada juga cinta yang memang muncul tanpa ada alasan. Cinta itu hadir, ditujukan pada sesorang, karena hati memang memilihnya."
"Kamu sendiri pilih cinta yang mana, Shen?"
"Aku punya jenis cinta yang kedua." (hlm. 103-104)
Secara tiba-tiba, Shen mengajak Nilam menghabiskan liburan selama satu minggu di Bali. Bukan sekadar karena Nilam belum pernah ke Bali, tapi, “Aku berharap, di sana kita juga bisa mengambil keputusan tepat mengenai perasaan masing-masing,” kata Shen (hlm. 13).
Seminggu sebelumnya, Reza, pacar Nilam selama tiga tahun, telah menyampaikan niatnya untuk melamar Nilam menjadi istrinya. Bukannya merasa gembira, Nilam justru bimbang. Sebab, konsekuensi dari menerima lamaran Reza sudah sangat jelas. Kalau mereka menikah, ia harus menjaga kehormatan suami dan dirinya sendiri, sehingga tidak bisa berakrab-akrab dengan Shen lagi, sekalipun ia seorang sahabat. Itulah sebabnya, Nilam tidak langsung memberi respons terhadap niat Reza. Bagaimanapun, sebelum bersedia menerima lamaran Reza, ia perlu memastikan perasaannya. Maka, ia pun setuju dengan ajakan Shen pergi ke Bali.
Di Bali, mereka mengunjungi berbagai tempat dan menyerap keindahan yang tidak mereka temukan di Jakarta. Diam-diam, mereka menikmati kebersamaan yang terjalin, yang kian melesap dalam hati, hingga mereka tiba di Pantai Padang-Padang. Di sanalah, Nilam menemukan panorama yang ingin dipindahkannya ke atas kanvas. Di sanalah, Shen merasakan kebersamaan mereka akan segera berakhir. Maka, tanpa bisa dikendalikan lagi, sesuatu terjadi pada titik kulminasi kegalauan perasaan mereka. Keesokannya, pada hari ketujuh berada di Bali, sepasang sahabat sejak kecil itu tiba-tiba berubah menjadi orang asing, satu sama lain.
Seven Days (Tujuh Hari Bersamamu) adalah gabungan antara kisah perjalanan dan romansa yang manis. Kisah utamanya memang generik dan tidak orisinil, tapi tetap enak diikuti. Menggunakan narator orang pertama, yaitu dari perspektif Nilam, Rhein Fathia meletakkan kisahnya dalam plot, yang meski lempeng, mengayun lancar dan membuat penasaran. Karena membaca apa yang terjadi pada Nilam dan Shen setiap hari hingga hari ketujuh, kita dibuat kemelit terkait apa yang akan terjadi di antara mereka dan kapan interaksi mereka akhirnya memunculkan sesuatu yang berbahaya.
Sejak Shen mengatakan alasan kepergian mereka ke Bali, kita sudah mengetahui perasaannya yang sebenarnya. Ada harapan dalam hatinya, perjalanan ini akan membuat Nilam berubah pikiran, mungkin menolak lamaran Reza, dan kedekatan mereka pun bisa diselamatkan. Tapi apakah Nilam memahami perasaannya? Itulah yang kita nanti-nantikan seiring berkurangnya lembar-lembar halaman novel yang belum dibaca.
"Aku bakal kangen berat sama kamu," kata Shen (hlm. 224).
"Time flies, Shen. Mau nggak mau kita bakal menjalani hidup masing-masing. Bukan hanya kamu yang bakal kangen, tapi aku juga," ucap Nilam (hlm. 226).
Ketiga karakter utama dalam novel ini dihadirkan sebagai karakter baik-baik. Mereka berpendidikan dan berperilaku santun. Shen, walau disukai banyak wanita, termasuk rekan kerja di kantornya, tidak menjadi womanizer. Nilam adalah gadis yang tetap mampu merawat kesetiaan walaupun menjalani pacaran jarak jauh. Reza, meminjam istilah Nilam, merupakan laki-laki yang memiliki hati bagai telaga sabar tak berbatas. Kebaikan dan pengertian Reza-lah yang membuatnya tidak perlu merasa cemburu mengetahui pacarnya berlibur dengan sahabat laki-lakinya. Kehadiran mereka sebagai karakter baik-baik membuat kita mudah sekali bersimpati tatkala kehidupan mereka bertubrukan dengan konflik.
Ada bagian yang saya sangsikan dalam novel ini. Saat Nilam pergi ke Pantai Kuta dalam keadaan marah pada Shen setelah berbelanja di Joger, ia berkenalan dengan Made, pemuda Bali yang gemar surfing. Tidak membutuhkan banyak waktu, ia segera akrab dengan Made dan mereka pun saling curhat. Aneh rasanya, karena pada pertemuan pertama itu, Nilam langsung blakblakan mengungkapkan konflik asmaranya kepada Made.
Penggunaan kata jahil untuk menggambarkan gerak-gerik atau kelakuan suka menggoda dari dua karakter utamanya cukup banyak ditemukan dalam buku ini. Padahal sesuai KBBI kata yang tepat adalah jail karena jahil sendiri berarti bodoh. Agaknya, penggunaan kata jahil dalam buku ini sesuai dengan gaya selingkung penerbit.
Sepertinya, untuk menemukan cinta sejati, selalu dibutuhkan momen spesial. Nah, apakah momen spesial yang dimaksud dalam Seven Days? Bagaimana kalau Anda mencarinya sendiri dengan membaca novel ini?
"Sering kali kita dibuat bimbang oleh pertanyaan, siapa yang kita cintai sebenarnya? Sosok yang selalu hadir menemani atau yang sejatinya dipilih oleh hati? Bagiku, keduanya tetap cinta. Cinta tidak pernah memaksa kita untuk memilih, hiduplah yang mengharuskan untuk memilih. Termasuk memilih, kita ingin hidup dengan siapa," kata Nilam, menutup kisah tujuh harinya bersama Shen (hlm. 292).
Pantai Padang-Padang ini menjadi saksi kamu mengacaukan segalanya ...
4 comments:
cinta segitiga (lagi) ya? sepertinya ini sudah jadi formula generik novel romance :))
Ada unsur cinta segitiga, tapi salah satunya memendam cintanya... :)
Stereotipikal, sebenarnya, gak tahu kenapa sampai jadi pemenang pertama.
Terima kasih atas review-nya... :D
Terima kasih sudah berkunjung. Selamat atas kemenangannya :)
Post a Comment