Judul Buku: Homeless Bird
Penulis: Gloria Whelan (2000)
Penerjemah: Ida Wajdi
Tebal: 181 halaman
Cetakan: 1, September 2012
Penerbit: Atria
Arranged Married atau pernikahan melalui perjodohan adalah salah satu tradisi yang berkembang di India. Koly menjalaninya pada umur tiga belas tahun. "Koly, kau sudah berusia tiga belas tahun dan tumbuh semakin besar," kata Maa kepadaku. "Sudah saatnya kau menikah." (hlm. 1). Seorang pria dicari untuk menjadi suaminya dan ia diboyong ke rumah keluarga pria itu untuk dinikahkan.
Disuruh menikah dengan seorang pria yang tidak dikenalnya, bisa dimaklumi Koly. Orangtua Koly berharap dengan menikahkan Koly, mereka akan dibebaskan dari tanggung jawab memberinya makan. Sebab, setelah menikah, Koly akan tinggal dengan suaminya di rumah mertuanya. Padahal, supaya Koly bisa menikah, orangtuanya mesti mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Sekalipun sudah dilarang sejak tahun 1961, hingga saat ini, sistem dowry masih diterapkan di India. Keluarga wanita diwajibkan memberikan maskawin kepada keluarga calon suaminya berupa uang dan barang-barang mahal. Semakin tinggi pendidikan seorang pria, akan semakin besar maskawin yang akan diberikan keluarga wanita. Praktik dowry yang sulit dihentikan ini telah menciptakan ribuan kasus kriminal setiap tahun di India dengan wanita sebagai korban.
Keluarga Koly bukanlah keluarga kaya. Baap -ayah- hanya bekerja sebagai juru tulis surat bagi orang-orang yang tidak bisa menulis. Maka, untuk tetap bersetia dengan tradisi dowry, Maa -ibu- menjual hartanya yang berharga: tiga vas dan satu lampu pengantin dari kuningan. Yang paling berat ia terpaksa menjual sapi yang menjadi sumber susu segar bagi keluarga. Seolah-olah tidak cukup, Maa pun merelakan sepasang anting-anting dari perak murni untuk dibawa Koly ke rumah mertuanya. Kendati berharap pernikahannya gagal, Koly menyulam quilt -selimut perca berbordir- pertamanya untuk maskawinnya. Quilt itu berisikan kehidupan keluarga dan lingkungan yang harus ia tinggalkan setelah menikah. Kelak, ia bahkan tidak pernah kembali lagi ke sana.
Koly -dan orangtuanya- baru mengetahui pria yang menjadi calon suami Koly pada hari pernikahannya. Sebelumnya, Tuan dan Nyonya Mehta tidak pernah bersedia memperkenalkan Hari, putra sulung mereka. Karena ternyata, Hari adalah remaja sebaya Koly dan mengidap penyakit TBC. Pernikahan ini dirancang hanya untuk mendapatkan maskawin yang akan dipakai mengobati penyakit Hari. Mereka berencana membawa Hari ke Varanasi untuk memandikannya di Sungai Gangga. Walaupun marah, orangtua Koly tidak bisa berbuat apa-apa, selain merelakan putri mereka menjadi istri seorang remaja tanggung yang sakit-sakitan.
Dalam waktu yang sangat singkat dari kehidupan pernikahannya, Koly menjadi seorang janda. Sungai Gangga yang kotor bukannya menyembuhkan Hari, malah mempercepat kematiannya. Untuk menegaskan predikat kejandaannya, Mrs. Mehta memaksa Koly memakai sari dari katun murahan berwarna putih. Tidak ada lagi masa depan bagi Koly. Setelah kematian Hari, Mrs. Mehta pun semakin jahat kepadanya. Tanpa sepengetahuan Koly, Mrs. Mehta mencuri uang pensiunan janda yang dikirimkan setiap bulan. Uang pensiunan janda ditambahkannya ke dalam maskawin untuk adik perempuan Hari, Chandra.
Guna menenteramkan hatinya yang sedih, Koly menyulam quilt keduanya. Quilt itu berisikan gambar-gambar Hari, pernikahan mereka, perjalanan ke Sungai Gangga, dan kematian suaminya.
Untunglah, meskipun Mrs. Mehta berlaku kasar padanya, Koly mendapatkan penghiburan dari penerimaan Chandra yang tulus dan kesediaan Mr. Mehta mengajarinya membaca dan menulis. Sayangnya, kondisi ini tidak berlangsung lama. Chandra yang pertama meninggalkan rumah karena menikah. Koly menyulam quilt ketiganya untuk pernikahan Chandra. Quilt itu merekam kenangannya selama tinggal di rumah mertuanya. Kemudian, setelah Chandra, Mr. Mehta meninggalkan rumah untuk selama-lamanya. Ia meninggal dunia.
Kekejaman seakan-akan telah menjadi nama lain dari Mrs. Mehta. Ia bermaksud pindah ke Delhi, tinggal bersama adiknya. Tapi ia tidak ingin membawa Koly. Oleh karena itu, dalam perjalanan menuju Delhi, ia meninggalkan Koly di Vrindavan, sebuah kota tempat para janda dibuang karena dianggap sebagai pembawa sial.
Apa yang akan terjadi pada Koly selanjutnya? Akankah ia terus terlunta-lunta seperti si burung tak berumah? Ia masih sangat muda, masih remaja, masih perawan, tapi sudah mendapatkan predikat janda. Mungkinkah memang tidak ada lagi harapan yang tersisa baginya? Vindravan memang kota tempat pembuangan para janda, tapi bukan berarti tidak ada kebaikan di dalamnya. Karena di sana kita akan menjumpai Ravi, pemuda penarik becak, yang sedang mengumpulkan uang untuk mengolah tanah warisan ayahnya di desa. Maa Kamala, perempuan yang memungut para janda dari jalanan, memberikan perlindungan dan mencarikan mereka pekerjaan. Mrs. Devi, perempuan kaya yang menyokong aktivitas Maa Kamala. Tanu, janda berumur delapan belas tahun, yang menawarkan persahabatan pada Koly. Mr. Das, pemilik toko sari yang mempekerjakan wanita-wanita berbakat di bengkel seninya. Mereka semua akan memainkan peranan dan menunjukkan pengaruh dalam perjuangan hidup Koly selanjutnya. Mereka akan menghiasi quilt keempat yang akan dibuat Koly.
"Quilt pertama kubuat karena mengkhawatirkan pernikahanku dengan Hari, yang kedua dalam kesedihan pada kematian Hari. Quilt untuk Chandra kubuat untuk merayakan kebahagiaannya. Sekarang, saat aku membordir, aku hanya memikirkan kesenanganku sendiri." (hlm. 172-173).
Homeless Bird ditulis oleh Gloria Whelan yang dikenal sebagai penulis puisi, cerita pendek, dan novel-novel anak-anak serta remaja. Judulnya mengacu pada puisi karya Rabindranath Tagore yang dibaca Koly dari buku milik Mr. Mehta. Burung tak berumah dalam puisi itu sama seperti Koly yang merindukan rumah.
Walaupun mengandung hal-hal yang menerbitkan kesedihan dalam hati pembaca, Homeless Bird adalah sebuah novel yang membangkitkan harapan. Koly memang akan mengalami kemalangan sebagai perpanjangan dari pernikahan dininya. Tapi kemudian, seiring berjalannya waktu, nasib akan bermurah hati kepadanya. Ia akan menjadi perempuan muda yang berani menghadapi takdirnya. Tradisi akan membuntuti perjuangannya meraih kebahagiaan. Tapi ia akan bisa melampauinya. Ia adalah si burung tak berumah yang akhirnya terbang pulang ke sebuah rumah.
Tema yang diusung novel peraih National Book Award for Young People's Literature tahun 2000 ini memang tergolong generik. Tapi, ketika diolah oleh Gloria Whelan dengan latar India yang eksotis dan kontradiktif, hasilnya adalah sebuah novel indah yang menyentuh hati. Sepanjang perjalanan menuju ending, kita akan bersimpati pada nasib Koly, geram saat ia bertemu orang-orang bertabiat jahat, gembira ketika ia berjumpa orang-orang dengan kebaikan hati.
Setelah melewati kisah indah yang diterjemahkan dengan mulus, kita akan menemukan catatan pengarang mengenai kata-kata dari bahasa Hindi -bahasa yang digunakan Koly- yang kita temukan dalam buku ini. Catatan ini perlu karena akan melengkapi kisah dalam novel.
Untuk menulis Homeless Bird,
Gloria Whelan membutuhkan riset selama berbulan-bulan. Ia ingin seperti
benar-benar berada di India dan merasa sedang berada di rumah.
Karenanya, selain memanfaatkan The National
Geographic dan Encyclopædia Britannica, ia juga mempelajari peta dan
membaca buku seperti memoar, novel, buku masak, dan buku tentang burung.
Gloria Whelan tidak muda lagi. Ia dilahirkan di Detroit, Michigan, pada 23 November 1923. Buku pertamanya, A Clearing in the Forest, diterbitkan saat ia hampir berumur 55 tahun (Juli 1978). Sampai saat ini, Whelan telah menulis lebih dari 50 buku untuk anak-anak dan remaja. Tidak hanya Michigan, sebagaimana Homeless Bird, ia juga menggunakan seting mancanegara. Seperti Vietnam (Goodbye, Vietnam), Rusia (The Miracle of St. Nicholas dan St. Petersburg Novels), China (Chu Ju's House), Afrika (Listening for Lions), Mali (Yatandou), Jepang (Yuki and the One Thousand Carriers), Argentina (The Disappeared), Jerman (After The Train), Afghanistan (Waiting for The Owl's Call), Irlandia (Megan's Year), dan Prancis (The Good Cow).
* Puisi yang menjadi sumber judul novel:
Many are the human speeches I've heard migrating
in flocks, flying on invisible tracks
from obscure pasts to distant inchoate futures.
And within myself I've heard
day and night
in the company of countless birds
a homeless bird speeding through light and dark
from one unknown shore to yet another.
On cosmic wings a refrain echoes through space:
'Not here, no, but somewhere, somewhere else!'
1 comments:
good review selalu mau baca buku yang direview disni
Intergrated Industrial City
Post a Comment