Judul Buku: Menuju(h)
Editor: Alit Tisna Palupi
Tebal: x - 250 hlm; 13x 20 cm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: GagasMedia
Editor: Alit Tisna Palupi
Tebal: x - 250 hlm; 13x 20 cm
Cetakan: 1, 2012
Penerbit: GagasMedia
Tujuh penulis muda berkolaborasi menerbitkan kumpulan cerita berjudul Menuju(h). Setiap penulis mewakili satu dari tujuh hari dalam seminggu, Senin sampai Minggu. Setiap penulis mendapat jatah sepasang cerita yang saling terkait. Masing-masing bersetia dengan gaya penulisan sendiri sehingga kumpulan cerita ini menjanjikan pembacaan yang seru. Jujur, tidak semua penulis dalam buku ini pernah saya baca hasil karyanya. Aan Syafrani dan Iru Irawan merupakan nama baru.
Aan Syafrani membuka kumpulan cerita ini dengan dua cerita berlatar hari Senin. Seninku Selingkuh, cerpen pertama, berkisah tentang perselingkuhan. Dimas Satria, seorang pria yang tinggal di Bandung menjalin cinta dengan Fala, gadis yang berdomisili di Yogya. Jauh dari Fala membuat Satria punya banyak kesempatan berselingkuh setiap Senin, ketika Fala tidak ingin mengganggu istirahatnya. "Bisa dibilang, Fala itu ibarat main course, selebihnya cuma appetizer dan dessert. Tau kan, baik appetizer maupun dessert, sering kali tampilannya menggoda, tetapi nggak pernah bener-bener ngeyangin," kata Satria (hlm. 2-3). Suatu Senin, setelah merencanakan kencan dengan Maya, Satria mendapat kabar dari Rio, sahabatnya, jika Fala akan memberikan kejutan dengan melakukan kunjungan Senin. Tentu saja Satria terkejut, tapi terpikir untuk ikut-ikutan memberikan Fala sebuah kejutan. Nah, siapa di antara mereka yang paling merasakan efek kejutan? Cerita kedua, Seninmu Kuselingi, terjadi setelah cerita pertama. Satria telah menjadi bagian dari penduduk Jakarta, berharap bisa mendapatkan seorang cewek yang disukainya, mulai dari batok kepala sampai jempol kakinya. "Gue merasa belum pernah bertemu dengan cewek yang bagian tubuhnya gue suka lebih dari satu. Nggak mungkin juga cewek-cewek itu gue pacarin semuanya, kan? Poligami aja maksimal empat," begitu alasannya (hlm. 23). Satria telat menyadari kalau jenis cewek yang menjadi incarannya kali ini berada satu kosan dengannya. Cewek itu bernama Evi, sangat menarik, ramah, dan sudah punya pacar. Apakah Satria bisa menyingkirkan pacar Evi untuk mewujudkan harapannya? Kedua cerita ini dituturkan dengan lincah, riang, dan penuh humor. Masing-masing cerita memiliki ending yang akan membuat kita prihatin pada nasib Satria.
Theoresia Rumthe yang saya kenal dari kumpulan cerita Perkara Mengirim Senja menulis cerita terkait dengan hari Selasa. Cerita pertama, Hari Ketika Hujan Mati, mengisahkan tentang Rainra, seorang gadis yang terobsesi pada hujan. Saking cintanya pada hujan sejak ia berumur dua belas tahun, Rainra tidak bersepakat ketika hujan akan memutuskan hubungan. Ia pun berencana membunuh hujan. Kisah yang absurd kan? Akan tetap terasa absurd jika kita melewatkan cerita kedua Theoresia, Sebelum Hari Ketika Hujan Mati. Kisah kedua ini dikisahkan oleh Rianra, seorang dokter muda yang belum bisa melupakan kekasih yang mengkhianatinya. "Karena ketika kau sangat mencintai seseorang, kehilangan itu semacam kabut. Ia ada, tetapi tak tersentuh. Kau hanya bisa merasakan dinginnya," katanya (hlm. 60). Setelah bertemu Rainra, kehidupan Rianra mulai berubah. Setiap Selasa secara rutin mereka bertemu di sebuah taman. Rianra akan menemukan alasan di balik pembunuhan hujan yang dilakukan Rainra. Begitu membaca cerita kedua, barulah kita mengetahui kalau kedua cerita Theoresia menyajikan tema yang sudah sering diangkat dalam fiksi Indonesia tapi tidak pernah kehilangan daya tariknya.
Berlatar hari Rabu, Inu Irawan menulis dua cerita, Haru Biru Kelabu dan Baru Hari Rabu. Cerita pertama bertutur tentang perpisahan sepasang kekasih karena perbedaan keyakinan. "Perbedaan keyakinan adalah isu umum tanpa ujung. Makin dikupas makin runcing. Makin dihindari makin tak terkendali. Kami memilih diam, maka diam menghukum kami," kata si gadis (hlm. 82). Cerita kedua yang tidak berkaitan dengan cerita pertama berkisah tentang cinta segitiga yang diam-diam berkembang di antara seorang gadis dan dua orang pria. Tidak dijelaskan secara eksplisit oleh penulis, tapi kita bisa meraba perasaan Hakim kepada kedua sahabatnya, Galih dan Mira.
Kejahatan yang dilakukan dengan cara memanfaatkan hipnotis mendorong Valiant Budi menulis dua cerita berlatar hari Kamis. Cerita pertama, Kamis: Puk-Puk, dituturkan dari perspektif korban kejahatan, sedangkan cerita kedua, Simak! Kup! Kup! dari perspektif pelaku kejahatan. Kedua cerita ditulis dengan penuh humor dan sukses memunculkan efek komikal. Hanya saja, kelucuan yang timbul ketika si korban sadar dirinya telah menjadi korban terasa tidak pada tempatnya untuk ditertawakan.
Jika user Twitter menggunakan Follow Friday untuk merekomendasikan salah satu user kepada para follower-nya untuk mereka follow, maka akun milik majalah Genial memakainya untuk menyuruh pembaca mengantisipasi figur yang akan diangkat profilnya secara eksklusif di edisi cetak majalah. Rubrik dalam majalah yang memuat profil seorang figur itu disebut Follow Friday dan diasuh oleh Safir, seorang sarjana jurnalistik. Peningkatan penjualan majalah setelah adanya rubrik ini mengindikasikan kalau apa yang dilakukan Safir tidak bisa dipandang remeh. Tapi direktur eksekutif sekaligus pemilik majalah tidak sepakat dengan pemilihan figur. Ia ingin Safir meneladani Sonia Nazario, jurnalis yang mendapatkan hadiah Pulitzer tatkala menulis tentang bocah Honduras yang mencari ibunya di Amerika Serikat selama bertahun-tahun. Menuruti nasihat bosnya, Safir mengangkat profil Joko Pastomo, seorang pemulung, dalam Follow Friday. Safir mendapatkan pujian, tidak hanya dari sang pemilik majalah, melainkan juga dari para pembaca tulisannya. Tapi mengapa ia malah menyerahkan surat pengunduran diri? Setelah episode menjadi jurnalis majalah dalam cerpen Mahir Pradana yang pertama, Follow Friday, Safir pergi ke Swiss untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana. Kali ini, dalam cerita berjudul Moonliner, Safir mengisahkan sendiri sebuah peristiwa penting dalam hidupnya yang terjadi pada hari Jumat. Pada musim karnaval Fasnacht, Safir pulang ke tempat tinggalnya menumpang Moonliner -bus malam di Swiss. Dalam bus itu ia bertemu Regina, gadis blasteran Indonesia-Swiss. Pertemuan ini menjadi lollipop moment (life-changing incident) bagi hidup mereka berdua.
Sundea yang saya kenal lewat Perkara Mengirim Senja dan Sunrise Serenade menulis dua cerita absurd berjudul Ke Mana Sabtu Pergi dan Ke Sana Sabtu Pergi. Keduanya merupakan cerita paling imajinatif dalam kumpulan cerita ini. Beraroma dongeng yang cukup kuat, Sundea menjadikan sabut kelapa dan hari Sabtu yang menyamar menjadi sabut kelapa sebagai dua karakter yang mengalami perjumpaan kemudian perpisahan. Cerita pertama dikisahkan si pencerita yang mahatahu, sedangkan yang kedua dikisahkan oleh bayang-bayang. Jujur, saya tidak tersentuh selama membaca kedua cerita ini. Apalagi ketika harus membaca cerita kedua yang sama sekali hanya merupakan repetisi cerita pertama. Tidak menunjukkan pengembangan seperti yang dilakukan Valiant Budi pada cerpen keduanya, Simak! Kup! Kup!. Tapi harus diakui, cerita-cerita Sundea inilah yang mampu menjelaskan pemaknaan sebuah hari. "Dari antara tujuh bersaudara, Sabtu termasuk hari yang tengil. Ia ada di rangkaian hari-hari akhir pekan yang santai dan beraroma liburan. Kendati begitu, ia tidak sekhidmat Jumat, pun tidak semerdeka Minggu. "Malam Minggu", panggilan Sabtu yang identik dengan hari berpacaran para remaja, membuat Sabtu kadang bersikap layaknya remaja. Ia suka mencoba-coba dan melakukan tindakan-tindakan yang impulsif." (hlm. 187).
Kumpulan cerita ini ditutup oleh Maradilla Syachridar. Penulis yang juga saya kenal lewat Perkara Mengirim Senja ini menghadirkan Solo Stranger dan Solo Stalker. Cerita pertama dikisahkan dari perspektif Aimee, gadis Bandung yang memutuskan pergi ke Solo untuk menjumpai Wega, pria yang telah berkorespondensi dengannya selama sekitar empat tahun lewat e-mail dan surat. "Seminggu sekali bertukar e-mail, sebulan sekali bertukar surat yang dikirim dengan prangko. Siapa sangka, berkorespondensi seperti ini begitu menimbulkan adiksi." (hlm. 216). Aimee membuntuti Wega, dari tempat tinggalnya menuju sebuah laundry kiloan, kemudian restoran cepat saji. Aimee bisa mengenali Wega, tapi mengapa Wega tampaknya tidak mengenalinya? Bukankah Wega sudah pernah melihat foto-fotonya? Cerita yang sama dikisahkan dari perspektif Wega -yang berpura-pura tidak mengenali Aimee- dalam Solo Stalker. "Kenapa kamu melakukan ini, Aimee? Behentilah memperhatikanku dari jauh. Rusaklah sudah keindahan dari misteri yang selama ini kita bangun. Padahal, kemarin, kamu selalu mendapat tempat di pikiranku. Dengan siapa pun aku menjalin hubungan. You were always being my lifetime affair. Were." (hlm. 240-241). Mengapa Wega tidak mau menghampiri Aimee yang sedang mengamatinya melayani pelanggan di restoran cepat saji? Wega akan mengungkapkan jawabannya sebelum membulatkan keputusan terpenting dalam hidupnya. Maradilla menggulirkan ceritanya dengan gaya seperti yang dilakukan Valiant Budi. Kedua karakter utama akan menuturkan kisah yang sama dalam dua cerita sebagai narator orang pertama. Tapi dibandingkan dengan Valiant Budi, Maradilla lebih berhasil dalam teknik penyajian. Ia bisa menciptakan dua karakter -Aimee dan Wega- yang berkisah dengan cara yang tidak sama. Wega bertutur cepat-cepat sedangkan Aimee lebih gemulai.
Empat belas cerita yang dirangkai oleh tujuh penulis dilengkapi dengan empat belas ilustrasi yang dikerjakan Lala Bohang, ilustrator dalam Perkara Mengirim Senja. Pujian layak dialamatkan kepadanya atas ilustrasi cantik hitam-putih yang penuh imajinasi dan membuat Menuju(h) terkesan lebih menarik untuk dibaca.
***
Contoh ilustrasi dalam Menuju(h)
0 comments:
Post a Comment