Judul Buku: Graceling
Pengarang:
Kristin Cashore (2008)
Penerjemah:
Poppy D. Chusfani
Tebal:
496 hlm; 20 cm
Cetakan:
1, Desember 2011
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Dalam novel perdananya, Graceling, Kristin Cashore menciptakan sebuah seting lokasi yang dinamakannya Tujuh Kerajaan. Ketujuh kerajaan itu adalah Nander, Sunder, Estil, Wester, Middluns, Monsea, dan Lienid. Monsea dipisahkan dari kerajaan lainnya dengan pegunungan, sedangkan Lienid dipisahkan dengan laut (peta, hlm 7). Setiap ibu kota kerajaan dinamakan sesuai dengan nama raja yang tengah berkuasa.
Katsa, karakter sentral novel, adalah seorang perempuan petarung yang termasuk
kelompok Graceling –manusia yang dianugerahi Bakat langka dan ditandai dengan
sepasang mata berbeda warna (heterochromia iridum). Sejak umur delapan tahun, ia sudah bisa membunuh
dengan tangan kosong. Pada umur sepuluh tahun, oleh Randa -paman Katsa yang
adalah raja Middluns, Katsa mulai dimanfaatkan sebagai algojo. Ia ditakuti
sekaligus dimanfaatkan.
Diam-diam, sambil bertugas sebagai algojo Randa, Katsa
memimpin sebuah organisasi rahasia yang disebut Dewan. Organisasi ini membantu
pihak-pihak di Tujuh Kerajaan yang membutuhkan. Ketika Pangeran Tealiff, ayah
Ror, raja Lienid, diculik, Dewan memutuskan untuk menyelamatkan pria tua itu
dan menyembunyikannya di Kota Randa tanpa sepengetahuan raja.
Pada saat menyelamatkan Tealiff di Sunder, kehidupan Katsa bersenggolan
dengan Pangeran Greening Grandemalion alias Po, putra ketujuh Raja Ror. Seperti Katsa, Po adalah Graceling
yang mahir bertarung. Ia memiliki Bakat membaca pikiran orang. Po sedang mencari Tealiff, kakeknya, hingga di Middluns.
Setelah menemukan kakeknya, Po berkeinginan mengusut dalang peristiwa penculikan itu. Katsa yang baru saja melanggar perintah Randa memutuskan pergi bersama Po. Maka, tidak terelakkan lagi, perjalanan mereka pun dibumbui oleh kisah cinta. Katsa yang tidak pernah berniat menikah dan punya anak mencoba menghalau perasaan itu, kendati seiring perjalanan mereka, tampaknya ia tidak berhasil.
Dalam perjalanan mereka, terungkap pula bahwa penculikan
Tealiff sebenarnya terkait dengan hasrat tidak senonoh seorang penguasa yang
juga seorang Graceling. Sang penguasa
memiliki Bakat memanipulasi orang dengan kata-katanya. Bakat berbahaya ini mampu mengaburkan
kebenaran menjadi kebohongan.
Graceling yang lahir dari imajinasi Kristin
Cashore mengenai seorang gadis dengan kekuatan luar biasa dan persahabatannya
dengan seorang pemuda yang tidak bisa dinikahinya ini adalah sebuah novel
fantasi petualangan. Sebagian besar cerita adalah petualangan yang dialami
Katsa dan Po serta seorang bocah perempuan yang menginginkan kematian ayahnya.
Meskipun menyita porsi terbesar novel, pengarang berhasil menggelontorkan kisah
petualangan yang tetap mampu mengikat perhatian pembaca. Pengarang menghidupkan
petualangan tidak saja dengan benturan emosi para karakter, tapi juga dengan
pengalaman interaksi mereka dengan alam dan orang-orang yang dijumpai dalam
perjalanan.
Seiring petualangan mereka, pengarang mulai menguak arah
jalan masalah bermula. Sebelum pamungkas membayang,
kita sudah mengetahui siapa dalang peristiwa penculikan Tealiff. Sosok karakter antagonis telah diperkenalkan
lengkap dengan motifnya. Apalagi dengan kemunculan Bitterblue.
Begitu karakter antagonis disingkapkan, harapan adanya kejutan tinggal bertumpu pada peristiwa yang akan
dihadirkan pengarang. Jujur saja, di luar gagasan graceling yang cukup mengundang, tanpa aspek kejutan, Graceling akan terpuruk membosankan. Maka, di akhir petualangan Katsa, pengarang
mencoba menghadirkan peristiwa berpotensi kejutan. Sayangnya, efeknya tidak
terlalu menggigit.
Setelah perjalanan melawan kegentaran di mana sang antagonis
berulang digambarkan cukup berbahaya, potensi kejutan yang ada
berlalu begitu lekas. Padahal peristiwa ini
merupakan bagian paling krusial dalam novel. Eksekusi yang dilakukan pengarang terlalu
mudah. Kendati sempat terpengaruh Bakat manipulasi sang antagonis, Katsa mampu menaklukkannya
tanpa kesukaran berarti. Merujuk Bakatnya, pengarang seyogyanya menyodorkan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi bagi konfrontasi Katsa dengan sang karakter
antagonis. Saya bahkan berharap Katsa berhasil dikendalikan secara penuh sang
antagonis dan Po akan berduet dengannya
untuk memenangkan duel.
Sang antagonis berhasil disingkirkan. Namun, pengarang
ternyata masih juga berusaha memberikan kejutan. Mungkin ia bermaksud menutup
novel secara impresif. Hanya saja, ia
terkesan terlalu berlama-lama, sehingga kejutan ini tidak menimbulkan sengatan
yang signifikan.
Sampai tiba di bagian pamungkas, belum ada kepastian akhir dari hubungan Katsa
dan Po. Apakah mereka akan menutup
hubungan dengan pernikahan? Atau tetap cuma menjadi pertemanan yang pada momen tertentu
akan diselingi acara bercinta? (Walaupun tidak digambarkan secara vulgar, Katsa
dan Po sudah pernah bercinta (hlm. 259-260)). Mungkin, kelanjutan hubungan
mereka bisa ditemukan dalam sekuel, Bitterblue (2012) yang berseting delapan
tahun setelah Graceling.
0 comments:
Post a Comment