Judul Buku: Kingdom of the Golden Dragon
Judul Asli: El Reino del Dragón de Oro (2004)
Pengarang: Isabel Allende
Tebal: 360 hlm; 13,5 x 20 cm
Cetakan: 1, Maret 2012
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Pada bagian akhir City of the Beasts, Alexander (Alex) mengatakan kepada Nadia ikhwal Kate Cold yang ditugaskan International Geographic pergi ke Kerajaan Naga Emas. Kingdom of the Golden Dragon (2004) merupakan perwujudan dari apa yang dikatakan Alex, meskipun kejadian pada buku kedua ini baru terjadi berbulan-bulan kemudian dari akhir buku pertama.
Isabel Allende membuka Kingdom of the Golden Dragon langsung di Kerajaan Naga Emas, tepatnya, di pegunungan Himalaya. Kita akan mengikuti perjalanan Tensing, seorang biksu Budha dan muridnya, Pangeran Dil Bahadur, menuju Lembah Para Yeti. Di buku pertama, City of the Beasts, disebutkan bahwa Profesor Ludovic Leblanc telah menghabiskan waktu bertahun-tahun meneliti Yeti di perbatasan Cina dan Tibet. Leblanc tidak pernah menemukan Manusia Salju Buruk Rupa ini dan menyimpulkan bahwa Yeti hanyalah legenda. Rupanya Leblanc mencari di tempat yang salah. Karena Tensing dan Dil Bahadur bisa bertemu langsung dengan para Yeti, bahkan tinggal bersama dengan mereka beberapa hari agar Dil Bahadur bisa mempelajari bahasa Yeti.
Meskipun Allende memunculkan Yeti, perjalanan yang akan ditempuh rombongan Kate Cold bukanlah untuk mencari Yeti. Kate Cold hanya akan menulis tentang Kerajaan Naga Emas.
Karena Kingdom of the Golden Dragon adalah buku kedua petualangan Alex dan Nadia, maka tentu saja, Kate mengajak mereka. Nadia tidak lupa membawa si monyet Borobá. Ikut bersama mereka Timothy Bruce, si fotografer berkebangsaan Inggris dan asistennya yang pernah dibelit anakonda, Joel Gonzáles, Bagi Kate, Raja Kerajaan Naga Emas adalah pahlawan ekologi, dan karena Raja berlangganan International Geographic, visa mereka disetujui. Raja juga memperbolehkan Kate menggarap artikel tentang Kerajaan Naga Emas.
Dalam perjalanan menuju Kerajaan Naga Emas, Alex dan Nadia bertemu dengan dua orang yang mencuri perhatian mereka. Yang pertama Tex Armadillo, pria Amerika bergaya hippie yang berencana mengunjungi Kerajaan Naga Emas. Yang kedua, Judith Kinski, wanita yang memperkenalkan diri sebagai ahli pertamanan yang diundang secara resmi oleh Raja Kerajaan Naga Emas. Raja ingin menanam bunga tulip di kerajaannya dan Judith menawarkan jasa untuk membantu.
Pada hari terakhir di New Delhi –sebelum terbang ke Kerajaan Naga Emas, Alex dan Nadia mengunjungi Red Fort, benteng kuno dekat hotel tempat menginap. Di sana, keduanya melihat Tex Armadillo bertemu orang-orang dari Sekte Kalajengking. Sekte yang juga dikenal sebagai Pejuang Biru ini memiliki reputasi haus darah, tidak berpendidikan, dan percaya takhayul. Mereka menyambung hidup sebagai bandit, penyelundup, atau pembunuh bayaran.
Dari Wandgi, pemandu di Tunkhala, ibu kota Kerajaan Naga Emas, rombongan
Kate Cold mengetahui bahwa bagi penduduk kerajaan ini, Raja adalah satu-satunya
pemimpin spiritual. Sebelum menjadi
raja, kehidupannya dihabiskan di sebuah biara di Tibet. Setelah masa
pemerintahannya berakhir, ia akan digantikan oleh salah satu pangeran yang
dinilai memiliki hati paling bersih. Rombongan Kate mengetahui pula jika Naga
Emas, si patung misterius, memang bisa meramalkan masa depan. Tapi, keajaiban ini
hanya dipakai untuk melindungi negara dan bukan untuk kepentingan pribadi. Naga
Emas yang menurut Raja menggambarkan jiwa bangsanya tidak pernah meninggalkan
kerajaan. Dan hanya Raja yang bisa menguraikan bahasa sandinya.
Allende mendeskripsikan Naga Emas itu dengan indah: “Bentuk tubuh mirip singa, cakar-cakar berkuku besar, ekor melingkar seperti binatang melata, sayap-sayap berbulu, kepala menyeramkan dengan empat tanduk, dua mata menonjol, dan mulut menganga dipenuhi dua baris geligi tajam dan lidah bercabang seperti ular. Lapisan emasnya sangat halus dan sempurna, tiap sisik pada bagian tubuh dan ekor terbuat dari permata, bulu-bulu pada sayap dari berlian, bagian ekornya menampilkan pola rumit mutiara dan zamrud, geliginya dari gading, dan kedua mata dari batu delima besar, masing-masing berukuran sebesar telur merpati. Binatang legenda itu dipasang di atas batu hitam, di bagian tengahnya terdapat barisan batu kuarsa kuning.” (hlm. 229).
Sang Kolektor, pria terkaya nomor dua di dunia, mengetahui rahasia Naga Emas yang bisa meramalkan masa depan dan terobsesi memilikinya. Jika Naga Emas berada di tangannya, ia akan bisa memenuhi mimpi terbesarnya: menjadi Nomor Satu. Demi mendapatkan Naga Emas, ia membayar mahal seorang berjuluk Spesialis.
Pada saat perayaan keagamaan yang bertepatan dengan bulan purnama dan hari kelahiran Raja, Pejuang Biru menculik Nadia bersama lima gadis lainnya. Penculikan itu adalah bagian dari rencana sang Spesialis agar tercipta sebuah kondisi yang tepat untuk membawa pergi Naga Emas dan sang Raja dari istana.
Dalam usaha menyelamatkan Nadia, Alexander (dan Borobá) bertemu Tensing dan Dil Bahadur. Bersama-sama, mereka tidak hanya akan membebaskan Nadia dan para gadis yang ditawan, tapi juga akan menghadapi Spesialis dan kaki tangannya.
Sampai di situ, kita akan bertanya-tanya. Apakah Naga Emas bisa dikembalikan ke alas batunya? Apakah Raja bisa diselamatkan? Kedua pertanyaan ini akan bergulung dengan pertanyaan yang paling menggoda: siapakah sosok yang bersembunyi di balik julukan Spesialis? Anda harus membaca habis buku ini agar mendapatkan jawaban yang memuaskan. Yang pasti, Allende telah menyiapkan rangkaian kejutan yang mungkin akan membuat Anda tertegun.
Seperti dalam City of the Beasts, di bagian pamungkas novel ini, Allende akan menyisakan cerita sedih. Sebagaimana Mata Dunia tidak bisa menangkal gerusan zaman, demikian pula Kerajaan Naga Emas. Diproteksi dengan cara apapun, Kerajaan Naga Emas tetap harus bersiaga menanti bertiupnya angin perubahan.
Tapi berbeda dengan City of the Beasts, di sini kita akan menemukan sebuah kisah cinta yang manis di antara dua orang yang sangat menarik. Kemunculan kisah cinta ini akan mengobati cerita sedih di bagian pamungkas novel.
Allende mendeskripsikan Naga Emas itu dengan indah: “Bentuk tubuh mirip singa, cakar-cakar berkuku besar, ekor melingkar seperti binatang melata, sayap-sayap berbulu, kepala menyeramkan dengan empat tanduk, dua mata menonjol, dan mulut menganga dipenuhi dua baris geligi tajam dan lidah bercabang seperti ular. Lapisan emasnya sangat halus dan sempurna, tiap sisik pada bagian tubuh dan ekor terbuat dari permata, bulu-bulu pada sayap dari berlian, bagian ekornya menampilkan pola rumit mutiara dan zamrud, geliginya dari gading, dan kedua mata dari batu delima besar, masing-masing berukuran sebesar telur merpati. Binatang legenda itu dipasang di atas batu hitam, di bagian tengahnya terdapat barisan batu kuarsa kuning.” (hlm. 229).
Sang Kolektor, pria terkaya nomor dua di dunia, mengetahui rahasia Naga Emas yang bisa meramalkan masa depan dan terobsesi memilikinya. Jika Naga Emas berada di tangannya, ia akan bisa memenuhi mimpi terbesarnya: menjadi Nomor Satu. Demi mendapatkan Naga Emas, ia membayar mahal seorang berjuluk Spesialis.
Pada saat perayaan keagamaan yang bertepatan dengan bulan purnama dan hari kelahiran Raja, Pejuang Biru menculik Nadia bersama lima gadis lainnya. Penculikan itu adalah bagian dari rencana sang Spesialis agar tercipta sebuah kondisi yang tepat untuk membawa pergi Naga Emas dan sang Raja dari istana.
Dalam usaha menyelamatkan Nadia, Alexander (dan Borobá) bertemu Tensing dan Dil Bahadur. Bersama-sama, mereka tidak hanya akan membebaskan Nadia dan para gadis yang ditawan, tapi juga akan menghadapi Spesialis dan kaki tangannya.
Sampai di situ, kita akan bertanya-tanya. Apakah Naga Emas bisa dikembalikan ke alas batunya? Apakah Raja bisa diselamatkan? Kedua pertanyaan ini akan bergulung dengan pertanyaan yang paling menggoda: siapakah sosok yang bersembunyi di balik julukan Spesialis? Anda harus membaca habis buku ini agar mendapatkan jawaban yang memuaskan. Yang pasti, Allende telah menyiapkan rangkaian kejutan yang mungkin akan membuat Anda tertegun.
Seperti dalam City of the Beasts, di bagian pamungkas novel ini, Allende akan menyisakan cerita sedih. Sebagaimana Mata Dunia tidak bisa menangkal gerusan zaman, demikian pula Kerajaan Naga Emas. Diproteksi dengan cara apapun, Kerajaan Naga Emas tetap harus bersiaga menanti bertiupnya angin perubahan.
Tapi berbeda dengan City of the Beasts, di sini kita akan menemukan sebuah kisah cinta yang manis di antara dua orang yang sangat menarik. Kemunculan kisah cinta ini akan mengobati cerita sedih di bagian pamungkas novel.
Sekali lagi, Kingdom of the Golden Dragon (Kerajaan Naga Emas)
membuktikan kepiawaian Isabel Allende menghasilkan novel fantasi remaja yang
bergizi. Tertangkap jelas bahwa Allende tidak cuma berniat menyajikan kisah
yang dibungkusnya dengan selaput fantasi. Sejak perjalanan Tensing dan Dil
Bahadur menuju Lembah Yeti sampai sehari sebelum rombongan Kate Cold
meninggalkan Kerajaan Naga Emas, kita akan disodorkan berbagai hal yang
mengundang perenungan. Bacalah dengan saksama, Anda akan menemukannya, kalau
bukan dari perkataan para karakter, dari tindakan mereka.
Budi yang luhur dalam diri remaja, oleh Allende, masih diawetkan dengan indah dalam
novel ini. Sewaktu menginap di sebuah hotel di New Delhi, Alex nyaris remuk
terinjak-injak para pengemis. Setelah menukar beberapa dolar dari sedikit yang
ia miliki dengan rupee, tanpa memikirkan konsekuensinya, hanya karena didorong
kebaikan hati, ia membagi-bagikan uang itu kepada para pengemis. Untunglah Tex
Armadillo sempat menolongnya. Demikian pula saat Nadia diculik. Alex tidak tahan
hanya berdiam diri, maka dengan nekat, ia pergi mencari Nadia. Alex memang selalu
memancarkan kebaikan. Tidak heran ketika mengetahui punya kekuatan
menyembuhkan, ia membatalkan niat menjadi musisi dan memutuskan menjadi dokter
agar bisa menggunakan kemampuannya untuk kebaikan.
Secara keseluruhan, Kingdom of the Golden Dragon tetap mengikuti pendahulunya. Bila dipaparkan dalam satu kalimat novel ini adalah: sebuah sajian cerdas yang ditulis dengan serius.
Tidak sabar rasanya segera membaca buku terakhir trilogi petualangan Alex dan Nadia, Forest of the Pygmies (El Bosque de los Pigmeos).
Secara keseluruhan, Kingdom of the Golden Dragon tetap mengikuti pendahulunya. Bila dipaparkan dalam satu kalimat novel ini adalah: sebuah sajian cerdas yang ditulis dengan serius.
Tidak sabar rasanya segera membaca buku terakhir trilogi petualangan Alex dan Nadia, Forest of the Pygmies (El Bosque de los Pigmeos).
0 comments:
Post a Comment