10 February 2012

Arthur and The Minimoys


Diterjemahkan dari : Arthur and The Minimoys
Judul Asli : Arthur et Les Minimoys
Penulis : Luc Besson
Penerjemah : Mutia Dharma
Penyunting : Maria Masniari Lubis
Cetakan : I, Januari 2007
Tebal : 260 hlm
Penerbit : Qanita
 



"Kekuatanmu berasal dari dalam, Arthur. Hatimu adalah senjatamu yang paling kuat" (hlm. 106)







Belakangan di dunia buku Indonesia banyak beredar buku-buku fiksi fantasi terjemahan yang terdiri atas 3 buku atau dikenal sebagai trilogi. Sebagai contoh yang telah beredar adalah His Dark Materials (Philip Pullman), Young Merlin (Jane Yolen), The Land of Elyon (Patrick Carman, buku ketiga belum terbit hingga saat ini), Lion Boy (Zizou Corder) dan trilogi Bartimaeus (Jonathan Stroud). Mengapa sampai sebuah cerita hadir dalam bentuk trilogi, ada beberapa kemungkinan. Bisa karena cerita yang mau ditampilkan oleh penulis belum selesai dan jumlah halaman menjadi terlalu banyak untuk 1 buku, sehingga harus dilanjutkan ke bagian berikutnya. Bisa juga karena bagian pertama menangguk sukses sehingga diharapkan dengan membuat sekuelnya akan mengalami hal yang sama. Atau bisa karena sejak awal memang sudah dirancang sebagai trilogi oleh si penulis; bukan cuma karena kisahnya belum selesai atau jumlah halaman menjadi terlalu banyak atau jilid pertamanya sukses. Yang jelas, pada umumnya, kisah yang dipaparkan dalam trilogi, memiliki daya pikat yang menggugah keinginan membaca. 

Arthur and the Minimoys (Arthur dan Suku Minimoy) adalah bagian pertama trilogi Arthur karya Luc Besson yang ditulis berdasarkan ide cerita Celine Garcia. Buku kedua dan ketiga masing-masing berjudul Arthur and the Forbidden City dan Arthur and the Revenge of Maltazard. Dua bagian pertama telah dituangkan dalam bentuk skenario dan difilmkan oleh Luc Besson dengan judul Arthur and the Minimoys. Untuk peredaran di di Inggris dan Amerika diberi judul Arthur and the Invisibles (2006).

Luc Besson memang dikenal sebagai sutradara, produser, dan penulis skenario tenar dari Prancis. Ia adalah sutradara film-film seperti The Fifth Element, La Femme Nikita, Léon (The Professional), dan The Messenger: The Story of Joan of Arc. Pemilik nama lengkap Luc Paul Maurice Besson ini telah menulis skenario film-film seperti serial Taxi, Bandidas, Transporter (1 & 2), Unleashed, Michel Vaillant, Yamakasi, dan Kiss of the Dragon. Sehingga dalam hal menulis, kemampuan imajinasi Luc Besson memang tidak diragukan lagi.
 
Arthur adalah seorang bocah lelaki cerdas, lucu, dan energik. Ia tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kayu dengan kebun berpemandangan indah. Orang tuanya sedang mencari pekerjaan di kota lain, sehingga ia harus tinggal dengan neneknya yang sangat menyayanginya. Kakeknya, Archibald Suchot, hampir empat tahun menghilang, dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya. 

Pada hari ulang tahunnya yang ke-10, sebuah buku milik Archibald membuka pintu penghubung ke masa lalu sang kakek. Jauh sebelum Arthur lahir, Archibald telah menjalin persahabatan dengan Suku Bogo-Matassalai yang orang dewasanya memiliki tinggi badan minimal 2 meter. Setelah lebih dari 300 tahun mencari saudara mereka yang akan saling melengkapi, mereka menemukan dan hidup rukun berdampingan dengan Suku Minimoy yang memiliki tinggi tubuh tidak sampai 2 sentimeter. Archibald adalah anggota kehormatan Suku Bogo-Matassalai yang telah banyak membantu mereka seperti dalam pembangunan sumur, sistem irigasi, dan cara menggunakan cermin untuk berkomunikasi satu sama lain. Ketika terjadi perang, Archibald harus berpisah dengan suku-suku itu. Sebagai ucapan terima kasih, mereka memberikan sekantung penuh batu ruby yang ukurannya terus membesar. Tapi keinginan Archibald cuma satu yaitu mengunjungi negeri Minimoy dengan tubuh seperti ukuran suku ini. Ketika mengunjungi negeri Minimoy, Archibald menghilang dan tidak pernah kembali. 

Mendadak sontak, kedamaian yang meliputi lembah dan rumah keluarga Suchot terusik. Davido, pemilik perusahaan Pemasok Makanan Davido, yang memiliki sejumlah koneksi orang penting di kota itu menginginkan lahan Archibald Suchot. Sudah bertahun-tahun lelaki jahat ini berusaha mendapatkan lahan itu dengan alasan hendak menjadikannya tempat pembangunan apartemen. Padahal di balik itu, Arthur dan neneknya tahu, Davido hanya ingin merebut tanah yang dulu merupakan milik keluarganya. Bagi nenek, diberikan waktu 3 hari untuk melunasi utang yang secara licik dialihkan dari bank kepada Davido. 

Kendati Archibald tak pernah kembali, ternyata ia telah meninggalkan petunjuk yang diharapkan dapat ditemukan cucunya. Salah satu petunjuk mengatakan: Untuk menemukan negeri Suku Minimoy, pertama-tama kau harus tahu kapan ekspedisi berikutnya terjadi. Hanya ada satu kesempatan setiap tahun. Kau harus mengambil kelender universal di mejaku dan menghitung bulan ketujuh dari tahun itu. Pada malam bulan ketujuh, tepat tengah malam, cahaya akan membuka pintu menuju negeri Suku Minimoy. (hlm. 85). Dan waktunya ternyata telah tiba, sehari setelah ulang tahun Arthur. Saatnya untuk meneruskan misi kakek sekaligus menemukan batu rubi untuk mempertahankan tanah yang ternyata juga menjadi lokasi hunian Suku Minimoy. 

Bertepatan dengan usaha Arthur untuk mengunjungi Minimoy, M atau Maltazard yang Terkutuk (Maltazard the Cursed) yang namanya akan membawa petaka setiap kali disebut, akan segera mengirim pasukan besar untuk mengambil alih negeri Minimoy. Dan saat ini dibutuhkan seorang yang akan memimpin pertempuran dengan layak, yaitu orang yang memiliki sebuah hati yang murni, dimotivasi oleh semangat keadilan, yang tidak mengenal kebencian maupun balas dendam, dia yang bisa memindahkan pedang kekuatan yang tertancap separuh dalam batu kearifan (hlm.118). 

Untuk melaksanakan tugas, pintu cahaya terbuka bagi Arthur. "Tapi jangan lupa kalau kau hanya punya enam puluh jam untuk mencapai misimu. Kalau kau tidak kembali ketika siang menjelang, dua hari sejak besok, pintu ini akan tertutup... selama seribu hari!" Kepala Suku Bogo-Matassalai menjelaskan dengan tegas (hlm 132). 

Batu-batu rubi milik Archibald sebelumnya ternyata telah dipercayakan untuk dijaga Suku Minimoy. Tapi harta itu telah dicuri. Itulah yang menyebabkan Archibald memutuskan mencari hartanya. Ia sampai di Kerajaaan Bayangan, tepatnya di kota terlarang Necropolis. Tapi sebagaimana kaum Minimoy lain yang pernah pergi ke sana, Archibald tak pernah kembali. 

Pada akhirnya, bersama Selenia dan Betameche, kedua anak Raja Minimoy, Arthur melakukan perjalanan pencarian sang kakek. Mereka harus melewati tujuh daratan untuk mencapai Necropolis, dan ternyata itu bukanlah perjalanan yang mudah. 

Bagian pertama trilogi Arthur ini ternyata hanya sebagai pemanasan untuk memasuki petualangan Arthur yang sebenarnya. Meski sudah terdapat adegan perempuran dengan pasukan Maltazard, pembaca belum diperkenalkan lebih dalam dengan karakter antagonis ini. 

Bagi yang telah menonton film Arthur and The Invisibles, tentu sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dalam petualangan Arthur. Dalam penggarapan skenario, Luc Besson (bersama Patrice Garcia) memang setia dengan novel yang telah ditulis sebelumnya. Kemungkinan hal ini disebabkan karena novel ini ditulis dengan tujuan untuk difilmkan. Meski demikian, Arthur dan Suku Minimoy tetap merupakan bacaan yang mengasyikkan. Luc Besson tidak hanya memiliki imajinasi yang tinggi dalam penggambaran latar, tapi ia juga lihai menciptakan konflik, baik konflik internal karakter utama maupun konflik keseluruhan cerita. Secara keseluruhan sudah jelas kalau inti konflik trilogi Arthur adalah pertarungan kebaikan melawan kejahatan dan kita sudah tahu pilihan pemenangnya. Yang menjadi daya tarik, tentu saja, bagaimana usaha sang pahlawan mengalahkan kejahatan. Selain itu dalam diri masing-masing karakter terdapat juga konflik yang menuntut penuntasan, misalnya upaya Arthur mengatasi pengabaian kedua orang tuanya dengan mencari solusi bagi masalah neneknya sembari mempertahankan sikap optimis. Atau Selenia yang angkuh, merasa sebagai satu-satunya orang yang memiliki kemampuan untuk membela kerajaan sekaligus menolong dirinya sendiri sehingga kehadiran Arthur jelas mengusik harga dirinya. Tanpa konflik internal semacam ini, tak pelak, cerita akan menjadi sangat stereotipe dan datar. Dan sebagai penulis skenario sekian jumlah film baik yang diarahkan sendiri maupun sineas lain bukan hal yang sulit bagi Besson untuk mengelola konflik. 

Besson juga adalah pencerita yang penuh humor. Pembaca akan menemukan ungkapan-ungkapan dan dialog-dialognya yang berpotensi menimbulkan tawa. Coba simak dialog Arthur dengan orang tuanya lewat telepon ini (hlm. 30): 

"Aku membuat sistem irigasi, seperti Caesar! Tapi dalam proyekku, itu untuk membuat salad! Itu untuk membantu agar lobak-lobak Nenek tumbuh!"
"
Itu hebat, Sayang! Siapa Caesar?" tanya ibunya.
"
Dia salah satu teman kerja Kakek," kata Arthur yakin.
 

Atau dialog menggelikan antara penjual barang antik dengan nenek Arthur mengenai William S yang kata-katanya ditulis pada spanduk di meja Archibald (hlm. 73).

Penjual barang antik : Kata-kata seringkali menyembunyikan kata-kata lain. William S. S- untuk Sokrates?
 



Nenek: Bukan, S untuk Shakespeare. William Shakespeare.
Penjual barang antik : Hah? ... Yah, cukup dekat.
Nenek :Ya. Hanya beda dua ribu tahun.
Penjual barang antik : Betapa cepatnya waktu berlalu!
 


Sedangkan ungkapan humor ala Besson bisa ditemukan misalnya pada halaman 59 ketika Arthur yang basah kuyup tercemplung di tangki air, berhadapan dengan Davido, sang pengusaha pemasok makanan. "Pengusaha itu (Davido) berdecak mencela, seperti seekor kalkun yang tahu bahwa dia diundang untuk makan malam Natal." 

Sebagai sineas berpengalaman, Besson juga lihai mengelola adegan-adegan seru dan menakjubkan. Coba simak adegan peperangan antara pasukan M yang menunggang nyamuk dan menggunakan berbagai senjata, termasuk 'air mata kematian', dengan Suku Minimoy yang bersenjatakan sendok kayu yang terhubung dengan senjata sistem pegas menggunakan kismis sebagai proyektil. Imajinatif, konyol, tapi menegangkan. Imajinasinya yang segar juga tampak dalam hal-hal seperti penggunaan buah kenari sebagai alat transportasi (transporter) dengan selaput yang berfungsi sebagai sabuk pengaman; kuntum bunga poppy yang dijadikan tempat tidur dengan benang sari sebagai kasur, atau lantai dansa yang sebenarnya adalah sebuah piringan hitam tua yang ditempatkan di atas sebuah pemutar piringan hitam yang berfungsi sebagai bar dan lantai dansa. Kalau sulit membayangkan, dalam filmnya, wujud imajinasi Luc Besson dapat disimak secara lebih jelas. 

Membaca novel fantasi ini pembaca akan diingatkan beberapa hal yang sama dengan berbagai kisah sebelumnya yang pernah ada. Tokoh Arthur dan pedang yang tertancap separuhnya di dalam batu tak pelak akan mengingatkan pada legenda Raja Arthur dan pedang Excalibur-nya yang terkenal. Sedangkan karakter Maltazard akan mengingatkan pada Voldemort dalam serial Harry Pottter. Selain itu ada bagian-bagian tertentu dalam novel ini yang memiliki kesamaan dengan kisah dalam Gregor the Overlander (Suzanne Collins) dan The Rivers of Zadaa (D. J. MacHale). Sehingga, jika ada yang menyebut hal ini sebagai peniruan, tentu saja bisa dimaklumi. 

Hal yang terkesan dipaksakan terlihat pada penggambaran Arthur, si bocah 10 tahun, yang jatuh cinta kepada Selenia, dan mendapatkan tanggapan positif dari sang putri. Wajah Arthur memerah. Menjadi raja adalah mimpi rahasianya – tetapi bukan untuk kekuasaan atau kemewahan seperti sarapan di tempat tidur.Dia hanya ingin kebahagiaan berupa bisa menikah dengan wanita yang akan segera menjadi ratu itu. Tidak masalah baginya apakah wanita itu berumur seribu tahun (hlm. 212). Coba simak apa yang dikatakan Arthur pada Selenia (hlm. 241): "Apa – apa kau benar-benar berpikir kalau... aku mungkin punya kesempatan denganmu? Di luar, kau tahu ... perbedaan umur kita?" (hlm. 241). Kemudian selanjutnya, "Aku ingin membawamu, satu hari nanti ... ke duniaku." Sungguh menggelikan (atau mengerikan) sekalipun, "Di negeri kami, kami menghitung tahun berdasarkan mekarnya bunga seleniel, bunga kerajaan," kata Selenia (hlm. 242), sehingga di dunia Minimoy, mereka terhitung seusia. 




Tapi, karena novel ini hadir sebagai novel fantasi, bagaimanapun konyolnya kisah yang ditorehkan oleh penulisnya, tetap harus diapresiasi layaknya kisah fantasi. Dengan menggunakan perspektif ini, bisa dikatakan, Arthur dan Suku Minimoy adalah sebuah kisah fantasi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan usia, sejak anak-anak hingga pembaca dewasa. Hanya, bagian pertama trilogi Arthur ini tetap tidak bisa berdiri sendiri, sehingga akan lebih bisa dinikmati jika langsung dibaca dengan bagian berikutnya (minimal bagian kedua triloginya). Hal ini mengindikasikan jika sejak awal kisah petualangan Arthur memang telah dirancang sebagai trilogi. 

Edisi Indonesia terbitan Qanita ini bisa dinikmati dengan lancar berkat penerjemahan yang cukup baik. Terbukti, kita tetap bisa merasakan semangat humor yang dilulur penulisnya sekalipun telah disulih ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata yang tidak tepat mungkin hanya bisa ditemukan pada kalimat, "Tetapi keanggunan rupanya tidak berguna, karena pedang itu tidak bergeming" (hlm. 123). Sesuai konteks, pedang itu seharusnya bergeming (diam, tidak bergerak), bukannya tidak bergeming.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan