Penulis: Primadonna Angela
Tebal: 176 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Februari 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Kendati sudah tidak remaja lagi, seperti halnya Meg Cabot penulis serial The Princess Diaries, Primadonna Angela atau Donna piawai menulis cerita-cerita remaja (teenlit). Hal ini dibuktikan Donna dengan menerbitkan novel-novel remaja seperti Belanglicious, Love at First Fall, dan Big Brother Complex. Menyambut Valentine Day -pada tanggal 13 Februari 2007- Donna menerbitkan Resep Cinta. Meskipun Donna mengaku lebih gampang mendapatkan judul berbahasa Inggris, kali ini Donna cukup percaya diri memberi judul novel teenlit-nya dengan bahasa Indonesia.
Hampir semua teenlit
isinya senada seirama. Biasanya bermuatan cinta yang meliputi naksir,
pacaran, putus cinta, sambung cinta, dan gosip-gosip ala remaja.
Sehingga dengan sendirinya khusus untuk novel jenis ini telah terbentuk
kelompok penggemar yang menyukai tema-tema yang itu-itu saja. Padahal
seperti kata Donna (hlm. 168), menulis dan memasak sama saja. Hasil
akhir kedua proses itu adalah sebuah hidangan yang siap disantap.
Nah, seperti masakan, buku pasti akan menimbulkan kebosanan kalau
temanya itu-itu saja. Sudah menggunakan bahan dasar yang identik,
pengolahannya idem ditto. Tidak heran teenlit seperti karya Rosemary Kesauly yang berjudul Kana di Negeri Kana menjadi salah satu sajian teenlit
yang sangat enak dinikmati. Cerita terasa lebih gurih, diolah menggunakan bahasa yang baik tanpa kehilangan aroma remaja, dan tidak
melantur-lantur seperti kebanyakan teenlit hanya untuk menghasilkan sajian yang itu-itu saja.
Donna, dalam Resep Cinta, mungkin karena sudah bukan remaja seperti kebanyakan penulis teenlit, cukup berhasil mengendalikan gerak dan irama cerita novelnya. Sehingga meski mengusung tema cinta, Resep Cinta tidak terpuruk menjadi teenlit yang cerewet dan mubazir. Walaupun, kalau disimak teliti, seperti umumnya teenlit, kita masih bisa menemukan ungkapan-ungkapan khas remaja yang memiliki kecenderungan hiperbolis.
Suka
atau tidak, teknik penyajian Donna akan mengingatkan pada teknik yang
dipakai oleh Meg Cabot dalam novel-novel remajanya. Kita akan
dihadapkan dengan gaya bercerita yang ceria, konyol dengan susunan yang tidak terlalu baku. Gaya yang sekaligus menyiratkan keluwesan dan kecerdasan sang penulis dalam menyampaikan gagasan.
Cinnamon
Cherry, anak sepasang jagoan kuliner senang makan tetapi tidak bisa
masak. Pertemuannya dengan Basil yang ternyata tetangga baru sekaligus
anak baru di sekolahnya membuat Cherry ngotot belajar masak.
Penyebabnya tidak lain karena Cherry jatuh cinta pada Basil sedangkan
Basil mendambakan pacar yang jago masak. Ternyata untuk mendapatkan hati
Basil (yang namanya memang sejenis bakteri, bukan
sekedar mirip) merupakan pekerjaan yang sulit. Setelah belajar masak,
Cherry harus berhadapan dengan saingannya, Maya Renggo, jagoan masakan
Cina, anak pemilik Bakpau dan Siomay Meihan dan resto Chinese Food.
Untuk
memperebutkan Basil, Maya menantang Cheery lomba masak dengan Basil
sebagai juri. Siapa yang menang dia lah yang akan menjadi pacar Basil.
Sebuah gagasan yang sangat konyol, merendahkan martabat, dan sangat
memalukan. Dan untuk menambahkan bumbu kekonyolan, orang tua Maya dan
Cherry mendukung adu masak tersebut. Bahkan untuk itu ayah Cherry
mengajari putrinya resep pai andalan keluarga yang sangat tersohor.
Tentu
saja Cherry gagal mendapatkan Basil karena pada akhirnya Cherry
mengurungkan niat untuk membuat pai yang resepnya merupakan rahasia
keluarga. Tetapi justru kekalahan Cherry berubah menjadi berkah ketika Perfect Pau didirikan di Orchard Road, Singapura.
Salah satu kekuatan Donna dalam bercerita adalah kemampuan memberikan kejutan menjelang akhir novel, dan ini tampak pada Resep Cinta. Kejutan yang disodorkan Donna memberi nilai lebih dibandingkan teenlit lain. Walaupun kejutan Donna terasa 'dewasa' jika mencerna rahasia di balik ketampanan Basil yang sesungguhnya.
Resep Cinta
seperti judulnya mengandung resep-resep masakan yang menurut Donna
merupakan hasil kreasi bersama ibunya. Donna mengombinasikan cerita dan
resep-resep favoritnya (kecuali resep rahasia pai keluarga
Cherry) dengan niat berbagi penuh perasaan cinta kepada pembaca. Oleh
karena itu mata kita akan bersentuhan dengan nama-nama yang menggugah
selera seperti spageti lemon, yummy chocolate cherry fudge, udang panggang istimewa, ayam madu cinta atau puding lemon salju.
Sayangnya
oleh Donna resep-resep tersebut dilampirkan begitu saja di setiap
akhir bab yang menyinggung jenis masakan tersebut. Padahal pelampiran
resep seperti itu tidak berkontribusi pada jalinan cerita. Artinya jika
resep itu tidak dilampirkan tidak akan mengurangi
kandungan cerita. Ketika membaca ada kemungkinan pembaca akan
mengabaikan resep-resep itu. Kalaupun pembaca tertarik,
kemungkinan minat pembaca akan terpecah untuk menuntaskan novelnya atau
segera mencoba resep yang ditawarkan Donna.
Berbeda dengan Like Water for Chocolate
(1992) yang juga menggunakan resep-resep masakan sebagai salah satu
formula novel. Sebagai penulis, Laura Esquivel tidak sekadar
melampirkan resep-resep masakannya. Resep-resep masakan sekaligus proses
masaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan
cerita. Esquivel memulai setiap bab novel dengan resep yang berbeda.
Setiap resep menimbulkan kenangan tersendiri akan peristiwa-peristiwa
berbeda dalam hidup Tita, sang tokoh utama novel. Bagi yang sudah
pernah membaca novel ini, pasti tidak bisa melupakan bagaimana salah
satu resep Tita, Quail in Rose Petal Sauce, menyebabkan kehebohan karena siapa saja yang mencicipinya kehilangan kendali saking bergairahnya.
Dengan demikian, Resep Cinta
belum menjadi karya utuh dengan ide menarik yang ingin disampaikan
penulisnya. Asimilasi yang harmonis antara resep masakan, proses masak,
dan konflik akan lebih berpotensi menghasilkan cerita yang jauh lebih
matang dan memikat sekalipun ditujukan terutama untuk pembaca remaja.
0 comments:
Post a Comment