11 February 2012

The Other Side of Me


Judul Buku : Sisi Lain Diriku
Diterjemahkan dari: The Other Side of Me
Penulis: Sidney Sheldon
Penerjemah: Wawan Eko Yulianto
Tebal: 480 hlm; 11 X 18 cm

Cetakan: 1, Juni 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama






"Dari berbagai penulisan yang pernah kulakukan selama bertahun-tahun –film, teater, televisi, novel- aku lebih suka menulis novel," demikian pengakuan Sidney Sheldon, novelis terkenal yang telah membukukan 18 novel yang telah diterjemahkan ke dalam 51 bahasa dan terjual di 108 negara lebih dari 300 juta eksemplar. Baginya menulis novel berarti mengalami kebebasan kreatif yang tidak ia kenal sebelumnya ketika menulis skenario film, acara televisi, atau drama untuk teater. Menulis skenario film, acara televisi, dan drama akan selalu melibatkan pihak lain seperti pemain, sutradara, atau produser. Sedangkan sebagai novelis, ia bukan sekadar penulis, tapi juga pemain, produser, dan sutradara; dengan kata lain ia bebas mengeksplorasi gagasannya. Tidak ada yang membatasinya kecuali imajinasi. (hlm. 461). 

Sebelum menjadi penulis novel, Sheldon memang telah berkiprah di balik panggung Broadway, film, dan televisi. Hasil karyanya telah dipentaskan di Broadway dan difilmkan, baik film televisi maupun film bioskop, di antaranya ia menjadi sutradara dan produser. I Dream of Jeannie dan Hart to Hart adalah contoh hasil kreasi lelaki kelahiran Chicago 11 Februari 1917 ini. Selama masa produksi I Dream of Jeannie, ia mendapat gagasan cerita tentang seorang psikiater yang hendak dibunuh oleh seseorang padahal si psikiater merasa tidak mempunyai musuh. Sheldon merasa gagasan ini terlalu introspektif sehingga memutuskan bahwa novel adalah media yang tepat untuk mencurahkannya. 

Meski tidak percaya diri dengan kemampuannya untuk menulis novel, gagasan ini akhirnya menjadi novel dengan judul The Naked Face (Wajah Sang Pembunuh, GPU, 1979) yang terbit pada tahun 1970 dan oleh New York Times disebut sebagai 'kisah misteri pendatang baru terbaik tahun ini'. Setelah The Naked Face, berdasarkan skenario yang pernah ia tulis, Orchids for Virginia, Sidney menyusun novel bertekstur canggih yang kemudian diberi judul The Other Side of Midnight (Lewat Tengah Malam, GPU, 1980). Novel kedua ini bertahan di daftar best-seller New York Times selama 52 minggu, laris manis secara internasional, dan mengubah hidup Sheldon. Ia menjadi tersohor sebagai novelis dengan novel-novel yang selalu ditunggu-tunggu dan disukai oleh para pembacanya yang terserak di berbagai negara. Bahkan novelnya seperti Windmills of the Gods (Kincir Angin Para Dewa, GPU, 1990), The Sands of Time (Butir-butir Waktu, GPU, 1990), Memories of Midnight (Padang Bayang Kelabu, GPU, 1991), dan The Doomsday Conspiracy (Konspirasi Hari Kiamat, GPU, 1992) telah menciptakan permintaan yang tinggi sebelum diterbitkan. Selain The Naked Face, The Other Side of Midnight dan Bloodline (Garis Darah, GPU, 1991) telah dibuat versi film layar lebar, sedangkan 8 novel lainnya telah dijadikan film TV dan miniseri, 4 di antaranya Sheldon bertindak sebagai produser. Pada tahun 1997, ia tercantum dalam Guinness Book of World Records sebagai Most Translated Author in the World (Penulis yang Karya-karyanya Paling Banyak Diterjemahkan di Dunia). 

"Jika ada satu alasan untuk keberhasilan buku-bukuku, aku yakin itu karena tokoh-tokohku sangat nyata bagiku dan, karenanya, nyata bagi para pembacaku," komentarnya mengenai kesuksesan buku-bukunya. "Para pembaca asing mengenali buku-bukuku karena cinta, kebencian, kecemburuan adalah emosi-emosi yang dimengerti semua orang." Memang tiga hal inilah yang sering dibesutnya dalam novel-novelnya. Dan bukan hanya karena tiga hal ini,tapi juga karena Sheldon merupakan pencipta tokoh-tokoh fiktif yang sulit untuk dilupakan para pembaca bukunya; tokoh-tokoh yang bertaburan dalam plot yang sangat khas, berlangsung cepat, menukik pada tikungan-tikungan tajam sarat ketegangan. 

Sheldon yang juga telah menulis 9 buku anak-anak mengakui bahwa dirinya mencintai pekerjaan menulis novel. Ia merasa beruntung bukan saja karena menulis novel membuat ia bisa keliling dunia untuk mengunjungi tempat-tempat dan bertemu orang-orang yang menarik, tapi ia merasa lebih dihargai, dan satu hal lagi, pembaca tidak jarang akan memberitahunya jika terpengaruh dengan apa yang telah ia tulis. 

Walaupun dengan menjadi novelis ia telah menunjukkan sesungguhnya ia sangat berbakat, Sheldon tetap pribadi yang rendah hati. "Aku yakin tidak seorang pun boleh mendapatkan pujian atas bakat apa pun yang mungkin dimilikinya. Bakat adalah pemberian, apakah itu untuk melukis, musik, atau menulis," katanya. "Kita harus bersyukur atas bakat apa pun yang telah diberikan kepada kita, dan bekerja keras dengannya."

Pembaca adalah segmen yang menghidupkan karier seorang penulis. Sebagai penulis, Sheldon ingin berterima kasih kepada pembacanya, ingin berbagi lebih banyak, ingin berbicara mengenai dirinya apa adanya, maka, ia menulis sebuah buku, khusus untuk pembacanya, membeberkan perjalanan hidupnya yang mencekam bak roller coaster, tapi yang disebutnya mengasyikan dan indah, berisi pertarungannya memerangi nasib, menjemput karier luar biasa dengan keberhasilan-keberhasilan yang hebat dan juga, kegagalan-kegagalan raksasa (hlm. 471). 

The Other Side of Me yang menjadi memoar perjalanan hidup Sheldon pertama kali diterbitkan pada tahun 2005. Ini menjadi buku terakhir dari sang novelis bagi para pembaca buku-bukunya, karena pada tanggal 30 Januari 2007 ia telah mengembuskan napasnya yang terakhir. Padahal, ia telah berencana menulis satu novel baru, satu buku nonfiksi, dan satu naskah drama untuk Broadway (hlm. 470). Memoar ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Wawan Eko Yulianto, dan oleh Gramedia Pustaka Utama, diterbitkan dengan judul Sisi Lain Diriku. Sebelum ia menggulirkan sisi lain dirinya, Sheldon mengutip kalimat dari Thomas Fuller, pendeta Inggris abad ke-17 yang berbunyi, "Dia yang tidak mempunyai kebodohan, kejahatan, ataupun kemiskinan dalam keluarganya berasal dari kilatan petir." (hlm. 7). Setelah membaca buku yang dipersembahkannya kepada cucu-cucunya ini, pembaca memang akan mengetahui dan mengakui jika Sidney Sheldon benar-benar bukan berasal dari kilatan petir.

Ia terlahir sebagai Sidney Schechtel, sulung dari pasangan Natalie Marcus, perempuan berdarah Yahudi Rusia, dan Otto Schechtel, lelaki Chicago yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk bisa membiayai kehidupan mereka, Otto harus membawa keluarganya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain guna mencari pekerjaan. Ke mana pun keluarga ini pergi, mereka ternyata tetap kembali ke Chicago. Kehidupan yang miskin dan sulit membuat Sheldon harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Ia ingin kuliah, tapi tidak ada biaya. Ia ingin menjadi penulis dan telah menulis lusinan cerita pendek yang dikirimkannya ke berbagai majalah, tapi tidak pernah ditanggapi. Keadaan ini membuatnya depresi dan mencetuskan niat untuk bunuh diri. Saat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, Otto memergoki. Terjadi percakapan antara ayah dan anak (hlm. 14 – 15) yang sangat menarik untuk disimak yang membuat Sheldon menunda rencana bunuh dirinya. 

"Kau tak tahu apa yang bisa terjadi besok. Hidup seperti novel, kan? Penuh ketegangan. Kau tidak tahu apa yang akan terjadi hingga kaubuka halamannya, " kata Otto. "Setiap hari adalah halaman yang berbeda, dan setiap hari bisa penuh kejutan. Kau tak pernah tahu apa yang akan ada selanjutnya sebelum kaubuka halaman itu." Kemudian, "Kalau kau benar-benar ingin bunuh diri, aku mengerti. Tapi aku tidak suka melihatmu buru-buru menutup bukumu dan melewatkan kesenangan yang mungkin saja terjadi padamu di halaman selanjutnya –halaman yang akan kautulis," tambahnya. 

Kelak, rencana bunuh diri berulang merasuki pikirannya ketika kerasnya kehidupan menerpa, tapi rencana ini tidak pernah terlaksana. Sheldon memang mengidap manik depresi atau sindrom bipolar yang sangat mungkin bersumber dari kehidupan berat pada masa kecilnya.

Secara kebetulan, Sheldon mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Northwestern. Sayangnya ia harus meninggalkan kuliah karena tuntuan kehidupan yang berat. Ia mencoba menulis lagu dan mengadu peruntungan ke New York untuk menjual lagu-lagu karyanya. Di New York inilah ketika bekerja sebagai penjaga dan tukang teriak bioskop untuk membiayai hidupnya, ia mengenal film. Setelah kegagalan demi kegagalan, akhirnya kesempatan datang menyapanya sehubungan dengan kemampuan musikalnya. Tapi ia malah meninggalkan New York dan kembali ke Chicago. Dari sana ia pergi ke Holywood dengan hasrat menjadi penulis cerita film. 

Diawali dengan bekerja sebagai pembaca cerita di Universal Studios kemudian Twentieth-Century-Fox, ia akhirnya berkecimpung di dunia film Holywood dan di panggung Broadway. Di sini ia berjumpa berbagai manusia dengan aneka rupa karakter, termasuk tokoh-tokoh dunia perfilman terkenal seperti Kirk Douglas, Cary Grant, Patty Duke, Judy Garland, Fred Astaire, Frank Sinatra, Jane Wyman, Deborah Kerr, Doris Day, dan Cecil B. DeMille. Di sini juga ia menemukan dan sadar betapa rentannya sebuah popularitas dan hubungan baik. Selama berkarier di dunia glamor Holywood dan panggung Broadway ia telah menghasilkan 7 drama Broadway, 25 skenario film, dan beberapa acara televisi termasuk The Patty Duke Show dan Nancy

Selain perjalanan kariernya, dalam memoarnya yang sangat mengesankan ini, pembaca juga akan membaca perjalanan cinta Sheldon meski tidak dalam porsi besar. Ia pernah menikah dengan perempuan New York bernama Jane Harding, dan pernikahan mereka tidak bertahan sampai satu tahun. Belum sampai sebulan menikah, mereka telah menyadari ketidakcocokan di antara mereka. Ia sempat terkenal senang berpacaran dengan banyak wanita sampai akhirnya bertemu dengan Jorja Curtright dan memutuskan menikah pada tahun 1951. Jorja meninggal dunia pada tahun 1985 karena serangan jantung. Tiga tahun kemudian Sheldon bertemu Alexandra Kostoff yang mengisi kehampaan dalam hidupnya karena kematian Jorja dan menemaninya hingga akhir hidupnya. 

Sheldon memang telah menghasilkan novel-novel yang mengusung kisah hidup berbagai karakter-karakter utama ciptaannya, umumnya perempuan dan digambarkan secara menarik. Karakter-karakter ini memiliki perjuangan hidup sendiri yang biasanya lekat dengan intrik dan kekerasan serta mampu bertahan hidup untuk memenangkan pertarungan. Tapi ternyata, dengan The Other Side of Me, Sheldon memberi tahu pembaca bahwa ia juga sesungguhnya telah menjadi karakter utama dari rangkaian kisah dramatis yang tidak kalah menarik dengan apa yang pernah ia tulis sebagai karya fiksi.

Secara keseluruhan buku ini adalah sebuah buku yang sangat memikat dan menyenangkan untuk dibaca. Sidney Sheldon menggelar kisah hidupnya bersama orang-orang yang kebetulan melintas di jalan hidupnya menggunakan gaya novel. Sebagaimana novel-novelnya yang telah terbit, kisah hidupnya dikemas menggunakan kalimat-kalimat ramping yang efektif, bertenaga, dan dirangkai dalam bab-bab yang tidak cerewet. Setiap bab ditutup dengan kalimat yang menuntun pembaca ke bab selanjutnya, benar-benar seperti novel. Alhasil, buku ini tidak akan membuat pembaca bosan. 

Mungkin, memoar Sidney Sheldon ini bisa menjadi contoh untuk penulisan memoar yang tidak hanya sekadar menghadirkan kisah kehidupan si penulis memoar itu sendiri, tapi juga memoar yang mengindahkan keinginan pembaca untuk bisa menikmati tulisan yang asyik dibaca dan tidak melelahkan diikuti sampai tuntas.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan