Judul Buku : Sisi Lain Diriku
Diterjemahkan dari: The Other Side of Me
Penulis: Sidney Sheldon
Penerjemah: Wawan Eko Yulianto
Tebal: 480 hlm; 11 X 18 cm
Cetakan: 1, Juni 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
"Dari berbagai penulisan yang pernah kulakukan selama bertahun-tahun –film, teater, televisi, novel- aku lebih suka menulis novel," demikian pengakuan Sidney Sheldon, novelis terkenal yang telah membukukan 18 novel yang telah diterjemahkan ke dalam 51 bahasa dan terjual di 108 negara lebih dari 300 juta eksemplar. Baginya menulis novel berarti mengalami kebebasan kreatif yang tidak ia kenal sebelumnya ketika menulis skenario film, acara televisi, atau drama untuk teater. Menulis skenario film, acara televisi, dan drama akan selalu melibatkan pihak lain seperti pemain, sutradara, atau produser. Sedangkan sebagai novelis, ia bukan sekadar penulis, tapi juga pemain, produser, dan sutradara; dengan kata lain ia bebas mengeksplorasi gagasannya. Tidak ada yang membatasinya kecuali imajinasi. (hlm. 461).
Sebelum
 menjadi penulis novel, Sheldon memang telah berkiprah di balik panggung
 Broadway, film, dan televisi. Hasil karyanya telah dipentaskan di 
Broadway dan difilmkan, baik film televisi maupun film bioskop, di 
antaranya ia menjadi sutradara dan produser. I Dream of Jeannie dan Hart to Hart adalah contoh hasil kreasi lelaki kelahiran Chicago 11 Februari 1917 ini. Selama masa produksi I Dream of Jeannie,
 ia mendapat gagasan cerita tentang seorang psikiater yang hendak 
dibunuh oleh seseorang padahal si psikiater merasa tidak mempunyai 
musuh. Sheldon merasa gagasan ini terlalu introspektif sehingga 
memutuskan bahwa novel adalah media yang tepat untuk mencurahkannya. 
Meski tidak percaya diri dengan kemampuannya untuk menulis novel, gagasan ini akhirnya menjadi novel dengan judul The Naked Face (Wajah Sang Pembunuh, GPU, 1979) yang terbit pada tahun 1970 dan oleh New York Times disebut sebagai 'kisah misteri pendatang baru terbaik tahun ini'. Setelah The Naked Face, berdasarkan skenario yang pernah ia tulis, Orchids for Virginia, Sidney menyusun novel bertekstur canggih yang kemudian diberi judul The Other Side of Midnight (Lewat Tengah Malam, GPU, 1980). Novel kedua ini bertahan di daftar best-seller
 New York Times selama 52 minggu, laris manis secara internasional, dan 
mengubah hidup Sheldon. Ia menjadi tersohor sebagai novelis dengan 
novel-novel yang selalu ditunggu-tunggu dan disukai oleh para pembacanya
 yang terserak di berbagai negara. Bahkan novelnya seperti Windmills of the Gods (Kincir Angin Para Dewa, GPU, 1990), The Sands of Time (Butir-butir Waktu, GPU, 1990), Memories of Midnight (Padang Bayang Kelabu, GPU, 1991), dan The Doomsday Conspiracy (Konspirasi Hari Kiamat, GPU, 1992) telah menciptakan permintaan yang tinggi sebelum diterbitkan. Selain The Naked Face, The Other Side of Midnight dan Bloodline
 (Garis Darah, GPU, 1991) telah dibuat versi film layar lebar, sedangkan
 8 novel lainnya telah dijadikan film TV dan miniseri, 4 di antaranya 
Sheldon bertindak sebagai produser. Pada tahun 1997, ia tercantum dalam 
Guinness Book of World Records sebagai Most Translated Author in the World (Penulis yang Karya-karyanya Paling Banyak Diterjemahkan di Dunia). 
"Jika
 ada satu alasan untuk keberhasilan buku-bukuku, aku yakin itu karena 
tokoh-tokohku sangat nyata bagiku dan, karenanya, nyata bagi para 
pembacaku," komentarnya mengenai kesuksesan buku-bukunya. "Para pembaca asing mengenali buku-bukuku karena cinta, kebencian, kecemburuan adalah emosi-emosi yang dimengerti semua orang."
 Memang tiga hal inilah yang sering dibesutnya dalam novel-novelnya. Dan
 bukan hanya karena tiga hal ini,tapi juga karena Sheldon merupakan 
pencipta tokoh-tokoh fiktif yang sulit untuk dilupakan para pembaca 
bukunya; tokoh-tokoh yang bertaburan dalam plot yang sangat khas, 
berlangsung cepat, menukik pada tikungan-tikungan tajam sarat 
ketegangan. 
Sheldon
 yang juga telah menulis 9 buku anak-anak mengakui bahwa dirinya 
mencintai pekerjaan menulis novel. Ia merasa beruntung bukan saja karena
 menulis novel membuat ia bisa keliling dunia untuk mengunjungi 
tempat-tempat dan bertemu orang-orang yang menarik, tapi ia merasa lebih
 dihargai, dan satu hal lagi, pembaca tidak jarang akan memberitahunya 
jika terpengaruh dengan apa yang telah ia tulis. 
Walaupun dengan menjadi novelis ia telah menunjukkan sesungguhnya ia sangat berbakat, Sheldon tetap pribadi yang rendah hati. "Aku yakin tidak seorang pun boleh mendapatkan pujian atas bakat apa pun yang mungkin dimilikinya. Bakat adalah pemberian, apakah itu untuk melukis, musik, atau menulis," katanya. "Kita harus bersyukur atas bakat apa pun yang telah diberikan kepada kita, dan bekerja keras dengannya."
Pembaca
 adalah segmen yang menghidupkan karier seorang penulis. Sebagai 
penulis, Sheldon ingin berterima kasih kepada pembacanya, ingin berbagi 
lebih banyak, ingin berbicara mengenai dirinya apa adanya, maka, ia 
menulis sebuah buku, khusus untuk pembacanya, membeberkan perjalanan 
hidupnya yang mencekam bak roller coaster, tapi yang disebutnya 
mengasyikan dan indah, berisi pertarungannya memerangi nasib, menjemput 
karier luar biasa dengan keberhasilan-keberhasilan yang hebat dan juga, 
kegagalan-kegagalan raksasa (hlm. 471). 
The Other Side of Me
 yang menjadi memoar perjalanan hidup Sheldon pertama kali diterbitkan 
pada tahun 2005. Ini menjadi buku terakhir dari sang novelis bagi para 
pembaca buku-bukunya, karena pada tanggal 30 Januari 2007 ia telah 
mengembuskan napasnya yang terakhir. Padahal, ia telah berencana menulis
 satu novel baru, satu buku nonfiksi, dan satu naskah drama untuk 
Broadway (hlm. 470). Memoar ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia 
oleh Wawan Eko Yulianto, dan oleh Gramedia Pustaka Utama, diterbitkan 
dengan judul Sisi Lain Diriku. Sebelum ia menggulirkan sisi lain 
dirinya, Sheldon mengutip kalimat dari Thomas Fuller, pendeta Inggris 
abad ke-17 yang berbunyi, "Dia yang tidak mempunyai kebodohan, kejahatan, ataupun kemiskinan dalam keluarganya berasal dari kilatan petir."
 (hlm. 7). Setelah membaca buku yang dipersembahkannya kepada 
cucu-cucunya ini, pembaca memang akan mengetahui dan mengakui jika 
Sidney Sheldon benar-benar bukan berasal dari kilatan petir.
Ia
 terlahir sebagai Sidney Schechtel, sulung dari pasangan Natalie Marcus,
 perempuan berdarah Yahudi Rusia, dan Otto Schechtel, lelaki Chicago 
yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk bisa membiayai kehidupan 
mereka, Otto harus membawa keluarganya berpindah-pindah dari satu kota 
ke kota lain guna mencari pekerjaan. Ke mana pun keluarga ini pergi, 
mereka ternyata tetap kembali ke Chicago. Kehidupan yang miskin dan 
sulit membuat Sheldon harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. 
Ia ingin kuliah, tapi tidak ada biaya. Ia ingin menjadi penulis dan 
telah menulis lusinan cerita pendek yang dikirimkannya ke berbagai 
majalah, tapi tidak pernah ditanggapi. Keadaan ini membuatnya depresi 
dan mencetuskan niat untuk bunuh diri. Saat memutuskan untuk mengakhiri 
hidupnya, Otto memergoki. Terjadi percakapan antara ayah dan anak (hlm. 
14 – 15) yang sangat menarik untuk disimak yang membuat Sheldon menunda 
rencana bunuh dirinya. 
"Kau
 tak tahu apa yang bisa terjadi besok. Hidup seperti novel, kan? Penuh 
ketegangan. Kau tidak tahu apa yang akan terjadi hingga kaubuka 
halamannya, " kata Otto. "Setiap hari adalah halaman yang 
berbeda, dan setiap hari bisa penuh kejutan. Kau tak pernah tahu apa 
yang akan ada selanjutnya sebelum kaubuka halaman itu." Kemudian, "Kalau
 kau benar-benar ingin bunuh diri, aku mengerti. Tapi aku tidak suka 
melihatmu buru-buru menutup bukumu dan melewatkan kesenangan yang 
mungkin saja terjadi padamu di halaman selanjutnya –halaman yang akan 
kautulis," tambahnya. 
Kelak,
 rencana bunuh diri berulang merasuki pikirannya ketika kerasnya 
kehidupan menerpa, tapi rencana ini tidak pernah terlaksana. Sheldon 
memang mengidap manik depresi atau sindrom bipolar yang sangat mungkin 
bersumber dari kehidupan berat pada masa kecilnya.
Secara
 kebetulan, Sheldon mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas 
Northwestern. Sayangnya ia harus meninggalkan kuliah karena tuntuan 
kehidupan yang berat. Ia mencoba menulis lagu dan mengadu peruntungan ke
 New York untuk menjual lagu-lagu karyanya. Di New York inilah ketika 
bekerja sebagai penjaga dan tukang teriak bioskop untuk membiayai 
hidupnya, ia mengenal film. Setelah kegagalan demi kegagalan, akhirnya 
kesempatan datang menyapanya sehubungan dengan kemampuan musikalnya. 
Tapi ia malah meninggalkan New York dan kembali ke Chicago. Dari sana ia
 pergi ke Holywood dengan hasrat menjadi penulis cerita film. 
Diawali
 dengan bekerja sebagai pembaca cerita di Universal Studios kemudian 
Twentieth-Century-Fox, ia akhirnya berkecimpung di dunia film Holywood 
dan di panggung Broadway. Di sini ia berjumpa berbagai manusia dengan 
aneka rupa karakter, termasuk tokoh-tokoh dunia perfilman terkenal 
seperti Kirk Douglas, Cary Grant, Patty Duke, Judy Garland, Fred 
Astaire, Frank Sinatra, Jane Wyman, Deborah Kerr, Doris Day, dan Cecil 
B. DeMille. Di sini juga ia menemukan dan sadar betapa rentannya sebuah 
popularitas dan hubungan baik. Selama berkarier di dunia glamor Holywood
 dan panggung Broadway ia telah menghasilkan 7 drama Broadway, 25 
skenario film, dan beberapa acara televisi termasuk The Patty Duke Show dan Nancy. 
Selain
 perjalanan kariernya, dalam memoarnya yang sangat mengesankan ini, 
pembaca juga akan membaca perjalanan cinta Sheldon meski tidak dalam 
porsi besar. Ia pernah menikah dengan perempuan New York bernama Jane 
Harding, dan pernikahan mereka tidak bertahan sampai satu tahun. Belum 
sampai sebulan menikah, mereka telah menyadari ketidakcocokan di antara 
mereka. Ia sempat terkenal senang berpacaran dengan banyak wanita sampai
 akhirnya bertemu dengan Jorja Curtright dan memutuskan menikah pada 
tahun 1951. Jorja meninggal dunia pada tahun 1985 karena serangan 
jantung. Tiga tahun kemudian Sheldon bertemu Alexandra Kostoff yang 
mengisi kehampaan dalam hidupnya karena kematian Jorja dan menemaninya 
hingga akhir hidupnya. 
Sheldon
 memang telah menghasilkan novel-novel yang mengusung kisah hidup 
berbagai karakter-karakter utama ciptaannya, umumnya perempuan dan 
digambarkan secara menarik. Karakter-karakter ini memiliki perjuangan 
hidup sendiri yang biasanya lekat dengan intrik dan kekerasan serta 
mampu bertahan hidup untuk memenangkan pertarungan. Tapi ternyata, 
dengan The Other Side of Me, Sheldon memberi tahu pembaca bahwa 
ia juga sesungguhnya telah menjadi karakter utama dari rangkaian kisah 
dramatis yang tidak kalah menarik dengan apa yang pernah ia tulis 
sebagai karya fiksi.
Secara
 keseluruhan buku ini adalah sebuah buku yang sangat memikat dan 
menyenangkan untuk dibaca. Sidney Sheldon menggelar kisah hidupnya 
bersama orang-orang yang kebetulan melintas di jalan hidupnya 
menggunakan gaya novel. Sebagaimana novel-novelnya yang telah terbit, 
kisah hidupnya dikemas menggunakan kalimat-kalimat ramping yang efektif,
 bertenaga, dan dirangkai dalam bab-bab yang tidak cerewet. Setiap bab 
ditutup dengan kalimat yang menuntun pembaca ke bab selanjutnya, 
benar-benar seperti novel. Alhasil, buku ini tidak akan membuat pembaca bosan. 
Mungkin,
 memoar Sidney Sheldon ini bisa menjadi contoh untuk penulisan memoar 
yang tidak hanya sekadar menghadirkan kisah kehidupan si penulis memoar 
itu sendiri, tapi juga memoar yang mengindahkan keinginan pembaca untuk 
bisa menikmati tulisan yang asyik dibaca dan tidak melelahkan diikuti 
sampai tuntas.

 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment